Kiai Sepuh NU Minta Muktamar Ditunda Hingga Januari 2022

Para kiai sepuh meminta Muktamar dilangsungkan dalam suasana kekeluargaan.

tangkapan layar wikipedia
Kiai Sepuh NU Minta Muktamar Ditunda Hingga Januari 2022
Rep: Imas Damayanti/Muhyiddin/Fauziah Mursid Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imas Damayanti, Muhyiddin, Fauziah Mursid

Baca Juga

JAKARTA -- Cenderung memanasnya dinamika terkait penjadwalan ulang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU), mendapat perhatian khusus dari beberapa kiai sepuh. 

Makin mengerasnya dua kutub pendapat soal diundur atau dimajukannya waktu Muktamar, menyusul pemberlakuan PPKM level 3 pada 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022 mendatang, sepertinya telah memaksa sejumlah masyayikh 'turun gunung'. Dalam dokumen NU terdapat dua halaman surat hasil pertemuan para masyayikh tertanggal 24 November 2021. 

Pertama, berbentuk berita acara kesepakatan pertemuan yang ditandatangani oleh sembilan kiai sepuh. Kedua, dokumen berisi penyampaian hasil kesepakatan tersebut yang ditujukan langsung kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). 

Para kiai sepuh meminta Muktamar dilangsungkan dalam suasana kekeluargaan, persaudaraan, dan kebersamaan. Mereka dalam poin musyawarahnya juga bermufakat agar sebaiknya Muktamar ke-34 NU dilaksanakan dengan persiapan yang maksimal dan optimal. 

“Karena itu idealnya Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama dilaksanakan pada akhir Januari 2022 bertepatan dengan Harlah NU ke-96,” bunyi salah satu butir kesepakatan para kiai sepuh tersebut.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj (kiri) didampingi Pengasuh pondok pesantren Lirboyo KH Abdullah Kafabihi Mahrus (kanan) melakukan orasi ilmiah di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (18/11/2021). Ketua Umum PBNU melakukan safari ke sejumlah pondok pesantren besar di Jawa Timur menjelang Muktamar Nahdlatul Ulama ke-34 pada Desember 2021 mendatang. - (Antara/Prasetia Fauzani)

 

Poin lainnya, para kiai sepuh NU juga meminta agar Muktamar ke-34 NU berkualitas dan bermartabat. Selain itu, muktamar juga diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang fundamental dalam rangka membangun kemandirian bangsa untuk perdamaian dunia.

Kesembilan kiai sepuh atau masyayikh yang menandatangani kesepakatan musyawarah ini antara lain KH Anwar Mansyur dari Jawa Timur, KH Abuya Muhtadi Dimyati dari Banten, Tuanku Bagindo H Muhammad Letter dari Sumatra Barat, KH Manarul Hidayat dari Jakarta, KH Abun Bunyamin dari Jawa Barat, KH Ahmad Haris Shodaqoh dari Jawa Tengah, KH Abdul Kadir Makarim dari NTT, KH Muhsin Abdillah dari Lampung, dan KH Farid Wajdy dari Kalimantan Timur.

Terjadi ketidakpastian mengenai tanggal pelaksanaan Muktamar NU ke-34 yang semula direncanakan pada 23-25 Desember 2021 setelah pemerintah memutuskan PPKM Level 3 menjelang liburan Natal dan tahun baru. Hal ini menimbulkan suasana yang kurang kondusif di mana tensi kontestasi para kandidat yang terpolarisasi pada dua kelompok besar, yaitu KH Said Aqil Siroj (SAS) dan KH Yahya Cholil Staquf (YCS).

Dikabarkan kelompok SAS menginginkan Muktamar diundur pada akhir Januari 2022 agar sesuai dengan momen Harlah NU. Sementara itu kelompok YCS menginginkan Muktamar dipercepat pada tanggal 17-19 Desember sebelum berlakunya PPKM. Repotnya, empat orang yang akan memutuskan hal ini, yaitu Rais Am, Katib Am, Ketum dan Sekjen, sudah pula diasosiasikan dengan dua kelompok di atas. Kondisinya jalan buntu saat ini.

Menanggapi hal tersebut, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand Prof Nadirsyah Hosen menyarankan PBNU melakukan tiga hal penting. 

Pertama, keputusan tanggal pelaksanaan Muktamar sebaiknya jangan hanya diputuskan oleh empat orang saja, tapi juga melibatkan Majelis Tahkim yang berisikan 11 ulama sepuh. "Idealnya Rais Am, Katib Am, Ketum dan Sekjen bemusyawarah bersama dengan 11 ulama dalam Majelis Tahkim, dan juga mendengar langsung persiapan Muktamar dari Ketua SC (Panitia Pengarah) dan Ketua OC (Panitia Pelaksana)," ujar Gus Nadir dalam keterangan tertulisnya yang dikirimkan kepada Republika.co.id, Ahad (21/11). 

Peneliti Nadirsyah Hosen - (Dokumen Pribadi)

 

Menurut dia, 17 orang inilah yang sebaiknya bermusyawarah dan mengambil keputusan bersama. "Musyawarah adalah tradisi para ulama yang harus dijaga kelangsungannya. Majelis Tahkim memang dirancang untuk menengahi berbagai persoalan krusial di Muktamar," ucapnya.

Kedua, pertimbangan keputusan tangal Muktamar sebaiknya berdasarkan kondisi obyektif persiapan di lapangan dan juga materi atau bahan Muktamar dalam berbagai komisi (program kerja, bahtsul masail, rekomendasi, dll). Disamping itu, KH Ma’ruf Amin selalu Ketua Majelis Tahkim juga bisa meminta masukan obyektif dari Satgas Covid dalam forum musyawarah tersebut.

"Pendek kata, keputusan harus diambil berdasarkan data dan fakta kondisi obyektif, bukan karena kontestasi kedua kelompok. Dengan demikian kalau secara obyektif bisa dipercepat, kenapa harus ditunda? Sebaliknya, kalau kondisi obyektif memang harus ditunda, kenapa dipaksakan dipercepat? Sesederhana itu sebetulnya," katanya. 

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ma'ruf menegaskan tidak akan mencampuri penentuan waktu pelaksanaan Muktamar NU, apakah akan dipercepat atau dimundurkan dari semula pada Desember 2021. 

"Ada yang mengusulkan agar muktamar dipercepat, kemudian agar muktamar diundur, Bapak Wapres menyarankan diserahkan sepenuhnya kepada PBNU. Jadi Wapres tidak akan ikut campur masalah ini sesuai dengan aturan," ujar Mustasyar PBNU asal Jakarta KH Manarul Hidayat dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/11). 

Kiai Manarul menyampaikan, Wapres ingin seluruh urusan NU diselesaikan NU sendiri, termasuk pelaksanan Muktamar NU yang semula digelar pada Desember 2021.  

Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan orasi di acara wisuda ke-9 IAIN Ternate, Maluku Utara, Kamis (30/9) - (Dok Republika)

 
Berita Terpopuler