Manisnya Bertani Tebu

Tahun pertama panen, keuntungan petani antara Rp 5 juta - Rp 10 juta per hektare.

ANTARA/Prasetia Fauzani
Buruh tani memanen tebu hijau (ilustrasi)
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Hamparan tanaman tebu terlihat di sisi kiri dan kanan jalan di salah satu ruas jalan Desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Rabu (24/11). Tanaman tebu itu rata-rata berumur empat bulan, dengan ketinggian sekitar dua meter. Meski ada pula yang masih muda, dengan ketinggian tanaman yang lebih pendek.

Baca Juga

Seorang buruh tani tampak sedang mencangkul saluran air di sisi salah satu hamparan tebu. Dia harus memastikan agar air mengalir dengan lancar sehingga tak menggenangi hamparan. "Ini tahun keempat kami menanam tebu di sini," ujar Darman (42), pria pemilik hamparan tebu itu yang sedari tadi mengawasi pekerjanya yang sedang mencangkul saluran air.

Darman mengungkapkan, sudah dua tahun terakhir ini dia menikmati manisnya bertani tebu. Sebelumnya, dia menanam padi di sawah secara turun temurun dari orang tuanya.

Darman tergabung ke dalam Bumdes Bintang Kerti Desa Kerticala, yang bermitra dengan Pabrik Gula (PG) Jatitujuh. Sejak 2018, dia bersama Bumdes tersebut menanam tanaman tebu, dengan pola kemitraan dengan PG Jatitujuh.

Pada panen perdana tahun 2019, Darman mengaku mengalami kerugian. Pasalnya, dia belum berpengalaman menanam tebu setelah puluhan tahun bergelut dengan tanaman padi.

Belajar dari kegagalan itu, Darman memperoleh pengetahuan dan pengalaman menanam tebu. Hasilnya, di tahun kedua penanaman atau panen pada 2020, dia menikmati keuntungan bersih hingga Rp 49,8 juta dari lahan tebu seluas 3,5 hektare.

Sedangkan pada panen 2021, Darman belum bisa memastikannya karena masih dalam proses penghitungan. Namun diperkirakan, hasilnya tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. "Alhamdulillah, bisa untuk menyenangkan anak dan istri," tutur pria yang juga menjabat sebagai Kasi Pelayanan Desa Kerticala tersebut.

Meski kini bertanam tebu, namun dalam waktu bersamaan, Darman juga masih tetap menanam padi di lahan sawahnya sendiri. Dia menilai, pemeliharaan tanaman tebu jauh lebih mudah dibandingkan tanaman padi.

"Kalau tanaman tebu, hanya rumput saja yang harus diawasi. Sedangkan padi, hamanya banyak sehingga pemeliharaannya lebih ribet," cetus Darman.

Sedangkan dari segi hasil, Darman bisa meraup keuntungan bersih dari panen tebu sekitar Rp 15 juta per hektare per tahun. Sedangkan dari menanam padi, keuntungan bersihnya berkisar Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per hektare per panen, tergantung harga gabah saat panen. Dalam setahun, tanam padi biasanya dilakukan dua kali.

 

Ketua Bumdes Bintang Kerticala, Fityanul Hakim, menjelaskan, ada 300 hektare lahan milik PG Jatitujuh yang ditanami tebu oleh para anggotanya sejak 2018. Dia menyebutkan, anggotanya berjumlah 150 orang.

Untuk menggarap lahan tersebut, anggotanya membayar sewa ke PG Jatitujuh dengan nilai Rp 3 juta per hektare per tahun. Nilai sewa itu jauh lebih murah dibandingkan menyewa sawah ke perorangan yang harganya sekitar Rp 35 juta per hektare per tahun.

Fityanul menerangkan, untuk biaya tanam dan pemeliharaan pada tahun pertama, modal yang dibutuhkan sekitar Rp 25 juta per hektare. Namun untuk tanam dan pemeliharaan pada tahun-tahun berikutnya, hanya di kisaran Rp 15 juta hingga 17 juta per hektare per tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan permodalan dalam menanam tebu, lanjut Fityanul, PG Rajawali menjembatani para anggotanya memperoleh kredit usaha rakyat (KUR) dari perbankan. Begitu pula untuk kebutuhan bibit, pupuk, pestisida dan kebutuhan tanam tebu lainnya, juga bisa dipenuhi oleh PG Jatitujuh. Segala kebutuhan itu nantinya akan dibayar saat mereka panen.

Fityanul mengakui, di tahun pertama panen, keuntungan yang diperoleh petani tebu antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per hektare. Namun pada tahun kedua dan seterusnya, keuntungan bersih bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per hektare. "Panen tebu hanya setahun sekali. Masa panennya dilakukan selama empat bulan, dari Juni sampai Oktober," kata Fityanul.

Fityanul mengakui, tanaman tebu maupun tanaman padi sebenarnya sama-sama penting. Namun dalam hal ini, dia lebih memilih menanam tebu sebagai bentuk dukungan pada program pemerintah untuk swasembada gula. "Indonesia selama ini masih harus impor gula, padahal tanahnya subur," tutur Fityanul.

Fityanul mengatakan, pada awal bermitra dengan PG Jatitujuh, warga di desanya yang menanam tebu belum terlalu banyak. Namun setelah melihat manisnya bertanam tebu yang diperoleh warga yang telah lebih dulu menanam tebu, mereka ramai-ramai ikut menanam tebu.

 
Berita Terpopuler