Rp 226 T Belum Terserap, Jokowi: Ini Gede Sekali!

Jokowi meminta agar pola-pola pelayanan lama dan 'jadul' harus ditinggalkan.

ANTARA/Biro Pers dan Media Setpres
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rep: Novita Intan/Antara Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo(Jokowi) mengingatkan, masih ada Rp 226 triliun anggaran yang belum terserap oleh pemerintah daerah jelang akhir 2021. Jumlah itu, dinilai Jokowi, masih terlalu banyak.

"Para gubernur, bupati, wali kota, tadi pagi saya cek ke menteri keuangan, masih ada berapa uang yang ada di bank? Ini sudah akhir November tinggal sebulan lagi (ternyata) tidak turun angkanya, justru naik. Saya sudah peringatkan di Oktober seingat saya Rp 170 (triliun), ini justru naik jadi Rp 226 triliun," katanya, Rabu (24/11).

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat peresmian pembukaan "Rapat Koordinasi Nasional dan Anugerah Layanan Investasi Tahun 2021". "Ini perlu saya peringatkan. Loh uang kita sendiri tidak digunakan kok ngejar-ngejar orang lain untuk uangnya masuk? Logikanya gak kena, uang kita sendiri dihabiskan realisasikan segera, habis waduh sudah tidak ada APBD, baru mencari investor untuk datang, logika ekonominya seperti itu," tegas Jokowi.

Menurut Jokowi, jumlah uang yang belum dibelanjakan sebesar Rp 226 triliun tersebut terlampau banyak. "Kalau dimiliarkan Rp 226 ribu miliar, ini gede sekali! Segera dihabiskan dulu, realisasikan, baru kita bicara ke investor mana uangmu? Realisasikan juga itu jadi dampaknya dobel," ujarnya.

Jokowi pun menyebut, bahwa saat ini, defisit APBN sudah mencapai Rp 548 triliun. "Sebagian APBN itu ditranfer ke daerah sebanyak Rp 642 triliun, baik ke provinsi, kabupaten, kota, uangnya ada di APBD bapak ibu semua, ada di APBD provinsi, APBD kota, APBD kabupaten artinya itu uang yang siap Rp 642 triliun," ungkapnya.

Dengan anggaran yang besar tersebut, Jokowi mendesak, agar pemerintah daerah dapat mempergunakan dana itu dengan semaksimal mungkin. "Sekali lagi kementerian daerah dan kita semua harus menanggalkan ego sektoral. Semua harus memiliki visi yang sama, semuanya harus memiliki keinginan yang sama untuk memajukan daerahnya kabupaten, kota, provinsi dan tentu memajukan negara kita Indonesia," ujar dia.

Tak ketinggalan, Presiden mengapresiasi sejumlah kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota yang mendapatkan anugerah untuk investasi baik realisasi investasi maupun urusan perizinan. "Urusan pelayanan perizinan bagus seperti tadi di Jawa Tengah, tapi realisasi investasi bagus di Jawa Barat artinya belum tentu kita layani dengan baik investasi akan datang, apalagi tidak dilayani! Dilayani saja belum tentu investor datang apalagi tidak dilayani dengan baik," ucapnya.

Presiden Jokowi meminta, agar pola-pola pelayanan lama dan "jadul" harus ditinggalkan. "Berikan pelayanan terbaik, baik itu investor kecil, yang namanya usaha kecil juga investor, jangan keliru. Investor sedang layani baik, investor gede layani dengan baik. Investor kecil terutama itu layani dengan baik, izin diberikan semua gratis, antarkan ke rumah itu pelayanan," kata Jokowi.

 

Dia juga meminta, agar gubernur, bupati, wali kota memberikan target kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dalam setahun. "Misalnya memberikan 10 ribu izin usaha kecil gratis, yang kecil-kecil itu diurus, kalau mereka pegang yang namanya izin jadi bisa mudah ke lembaga keuangan karena perizinan jadi syarat selain syarat-syarat lain. Kalau pegang (izin) ini akan memudahkan, jadi sekali lagi usaha kecil juga investor, jangan hanya bayangkan investgor harus asing, gede, kecil juga investor," tambah Presiden.

Dengan adanya investor-investor di daerah, maka menurut Presiden Jokowi, peredaran uang semakin banyak. "Kalau investornya dari luar berarti membawa uang asing, artinya peredaran uang semakin besar dan itu akan menimbulkan efek ke daya beli masyarakat juga akan naik, konsumsi masyarakat naik pertumbuhan ekonomi juga akan naik, larinya ke sana," tegas Presiden.

Realisasi sangat terbatas

Pemerintah mencatat realisasi belanja anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 730,13 triliun pada Oktober 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 59,62 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 1.224,73 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, banyak daerah yang belum menyerap APBD agar dibelanjakan program daerah. Dia menyebutkan, per 18 November 2021, hanya Jawa Tengah dan Yogyakarta yang penyerapannya di atas 60 persen, sedangkan di Maluku baru membelanjakan dananya 30 persen.

“Realisasi belanja APBD 2021 masih sangat terbatas. Jika dilihat berbagai daerah mereka hanya belanja sekitar 50 persen,” ujarnya saat Kongres Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Tahun 2021. 

Meski demikian, menurutnya, penyerapan anggaran di daerah tahun ini lebih baik dari tahun 2020 lalu. Namun, secara persentase masih terbatas dan mengakibatkan daerah mengalami surplus APBN. "Pendapatan mereka lebih besar dari belanja," ucapnya.

Hal ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat berupaya mendorong belanja APBN untuk memulihkan ekonomi nasional. Terlebih tahun ini, pemerintah melebarkan defisit APBN hingga Rp 540 triliun.

Sebaliknya, pemerintah daerah justu menahan belanja yang berakibat pada terhambatnya proses pemulihan ekonomi. Bahkan, anggaran daerah berpotensi surplus hingga Rp 111,5 triliun.

"Pusat mendorong, tapi daerah meredam (penyerapan APBD), makanya dampak ke perekonomian tidak maksimal," kata dia.

 

"Ini evaluasi yang harus kita lihat. APBN dan APBD ada, penerimaan ada, tapi eksekusi belum optimal," katanya menambahkan.

 
Berita Terpopuler