Sosiolog: Tegakkan Prokes dengan Sanksi tak Efektif

Pemerintah diminta tak boleh bosan-bosan sosialisasikan prokes.

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Sosialisasi himbauan protokol kesehatan (ilustrasi)
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto mengatakan, meningkatkan kesadaran masyarakat melaksanakan protokol kesehatan tak maksimal jika hanya andalkan sanksi.  "Kalau mengandalkan polisi dan sanksi malah tidak efektif," ujar Bagong saat dihubungi Republika, Ahad (21/11). 

Baca Juga

 

Menurutnya, seharusnya yang lebih ditekankan adalah pendekatan yang basisnya insentif dan kesadaran masyarakat. Untuk menumbuhkan kesadaran ini, ia meminta edukasi dan informasi kepada publik harus terus dilakukan.

Pemerintah diminta tak boleh bosan-bosan melakukannya. Namun, ia menyadari berita mengenai pejabat yang tidak menaati protokol kesehatan (prokes) bisa kontraproduktif. Padahal, ia mengingatkan semua pihak terutama sosok bisa melakukan prokes.

Ini termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat yang menjadi contoh dalam melaksanakan prokes. Sebab, mereka punya pengaruh di masyarakat atau kelompoknya. Jika edukasi dan informasi sudah diberikan dan bisa menjadi contoh tetapi masih ada masyarakat yang melanggarnya, Bagong meminta masalah itu diserahkan pada komunitasnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro menjelaskan cara untuk mencegah gelombang ketigq Covid-19 berdasarkan pengalaman kenaikan kasus yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.

 

Padahal cakupan vaksinasi Covid-19 di Amerika Serikat dan Eropa sudah tinggi. Reisa mengutip pemaparan dari dr Maria Van Kerkhove dari WHO disebutkan bahwa pola penyebaran Covid-19 yang terdapat di seluruh Eropa dan dunia sepenuhnya dapat diprediksi.

"Karena ketika kita menghilangkan langkah-langkah pencegahan dan tidak lagi mengikuti panduan PPKM atau panduan kesehatan masyarakat dan aktivitas sosial WHO, ketika kita lengah seputar penggunaan masker dan jaga jarak, dan tidak lagi memperhatikan ventilasi, tidak lagi menghindari keramaian, sementara varian baru virus masih ada," ujar Reisa saat konferensi pers, yang dikutip pada Sabtu (20/11).Reisa mengatakan, selama masyarakat masih meningkatkan mobilitas sosial, sementara cakupan vaksinasi belum 100 persen, maka virus akan berkembang. Hal inilah yang terjadi di Amerika dan Eropa. N 

 

 

 
Berita Terpopuler