UMN Gelar Kuliah Umum PR Crisis

Melatih sense of crisis juga bisa dari studi literatur dan kasus-kasus yang ada

Istimewa
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menggelar Kuliah Umum online How to Manage Social Media in a PR Crisis siang tadi (17/11).
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JKAARTA -- Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menggelar Kuliah Umum online “How to Manage Social Media in a PR Crisis” siang tadi (17/11). Acara ini dihadiri oleh 3 penulis buku PR Crisis yakni Dr. Firsan Nova, Dian Agustine Nuriman dan Mohammad Akbar.

Baca Juga

Sambutan diberikan oleh Ketua Program Studi Strategic Communication UMN, Inco Hary Perdana, M.Ilkom dan Dr. Rismi Juliadi, M.Si selaku dosen magister Ilmu Komunikasi UMN memandu acara tersebut. Dr. Firsan memulai diskusi dengan menjabarkan kapan sebuah isu menjadi suatu krisis. “Ketika masuk level krisis, kamu gagal dalam mengelola isu dan resiko.” ujar Dr. Firsan Nova CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communications dalam keterangan tertulisnya.

Untuk mengetahui apakah sebuah isu berpotensi untuk menjadi krisis, Firsan menekankan pentingnya “See the impact. Lihat dampaknya, bukan ukurannya. Tak lupa, ia berpesan kepada mahasiswa untuk melatih observasi apakah suatu isu bisa dikatakan krisis dan melihat potensi dampaknya. Keluar dari krisis pun memiliki hasil yang berbeda-beda. Sukses keluar dari krisis, menurut Firsan adalah ketika opini publik positif dan isu dapat dipecahkan.

Dian Agustine Nuriman, founder Nagaru Communication menjelaskan pentingnya kehadiran dan komunikasi di era social media. “Personal image tidak dilihat hanya dari kemampuan akademisnya, tapi juga social medianya” ujar Dian, menyarankan mahasiswa untuk berhati-hati dengan apa yang di publish di social media. 

Dian selanjutnya membahas tentang isu dan bagaimana isu bisa datang kapan saja. “Penting untuk melatih sense of crisis,” ucap Dian.

 

Selain dari teori, ia berpendapat melatih sense of crisis juga bisa dari studi literatur dan kasus-kasus yang ada. Kegiatan ini akan berdampak positif pada bagaimana menyikapi sebuah isu. Ia juga berpesan untuk menyikapi dengan professional ketika ada isu yang muncul,

“Jangan ditutup, harus open. Apalagi di zaman social media,” katanya.

Menurutnya, ciri khas netizen Indonesia adalah mempunyai keingintahuan yang sangat tinggi sehingga ada tuntutan untuk merespons terhadap kebutuhan publik.  

Mohammad Akbar, seorang jurnalis Republika menjabarkan tentang peran media dalam membentuk persepsi publik. “Perilaku netizen adalah ingin bicara,” ujar Akbar.

Maka dari itu, media ada untuk memberikan topik obrolan. Pandangannya adalah bahwa media mempunyai kaidah dan etika. “Media yang sudah terverifikasi tidak mencomot berita dari sosial media seenaknya,” ujarnya.

Maka dari itu, ia berpesan untuk rekan rekan calon public relations specialist untuk membiasakan diri menulis, khususnya siaran pers. Hal ini ia percaya akan melatih menulis informasi untuk tetap berada dalam konteks yang diinginkan oleh penulis.

 

 

Akbar juga menjabarkan beberapa tips dalam menghadapi media dikala isu melanda, antara lain: memonitor percapakan yang ada di sosial media, menyiapkan juru bicara untuk media dan menyiapkan informasi secara tertulis atau dalam jumpa pers. Tak hanya itu, ia memberi saran untuk berelasi baik dengan media.

Hal ini ia pandang penting karena public relations membutuhkan media untuk menyampaikan informasi secara cepat dan akurat terhadap publik di saat krisis. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan apa yang ia sebut teknik “warung kopi”, bertemu dengan wartawan di sesi santai. 

Firsan Nova mengakhiri diskusi dengan pentingnya memiliki berbagai alternatif, dari yang manis sampai yang pahit di dunia public relations. Ia berpandangan bahwa dengan memiliki berbagai macam alternatif, hal ini akan meningkatkan keberuntungan kita dalam menghadapi suatu isu.

Kegiatan diskusi buku PR Crisis ini mengundang diskusi-diskusi menarik dan menyiapkan untuk menghadapi krisis-krisis public relations yang pasti ada di masa depan.

 

 

 
Berita Terpopuler