Kemnaker Coba Redam Kemarahan Buruh Terkait UMP

Kemenaker menanggapi rencana buruh menggelar aksi mogok kerja nasional.

Republika/M Fauzi Ridwan
Ratusan buruh yang tergabung di Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Jawa Barat melakukan aksi demonstrasi di Jalan Diponegoro tepatnya di depan kantor Gedung Sate, Rabu (17/11).
Rep: Haura Hafizhah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Indah Anggoro Putri, menanggapi terkait ancaman mogok kerja nasional yang akan dilakukan oleh para pekerja karena kenaikan UM yang hanya 1,09 persen. Menurutnya, ia akan melakukan sosialisasi terhadap para pekerja tersebut.

Baca Juga

"Dapat kami sampaikan bahwa penyesuaian nilai UM tahun 2022 akan bervariasi di daerah karena sangat bergantung pada data makro, seperti rata-rata konsumsi perkapita setempat dan nilai PE atau inflasi Provinsi di masing-masing wilayah. Oleh karena itu, seluruh pihak sudah seharusnya mempedomani PP 36/2021 dalam rangka penetapan UM," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/11).

Kemudian, ia melanjutkan dalam menyikapi rencana aksi buruh atas kenaikan UM tahun 2022. Pihaknya akan melakukan sosialisasi terkait penetapan UM tahun 2022 berdasarkan PP 36/2021 secara lebih masif. Lalu, menjelaskan filosofi dan dasar penetapan UM seperti pemberlakuan UM bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang 1 tahun.

"Kami juga jelaskan pengenalan kanal informasi pengupahan (Wagepedia) serta urgensi penerapan struktur dan skala upah dan pengupahan berbasis produktivitas," ujarnya.

Putri menambahkan, akan melakukan koordinasi dengan kepala dinas yang membidangi ketenagakerjaan provinsi dan Kabupaten/Kota serta dewan pengupahan daerah dan melaksanakan dialog dengan Depenas dan BP LKS Tripnas.

"Kami juga melakukan koordinasi dengan BPS, Kemendagri, Kepala Daerah dan Kementerian/Lembaga terkait," katanya.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sebanyak dua juta buruh akan melakukan mogok kerja nasional pada Desember 2021. Langkah ini ditempuh karena pemerintah hanya menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 1,09 persen.

Said mengatakan, KSPI sudah menggelar rapat dengan 60 serikat buruh tingkat nasional. Keputusannya adalah melakukan mogok produksi secara nasional pada Desember mendatang.

"60 federasi tingkat nasional memutuskan mogok nasional, setop produksi. Ini akan diikuti 2 juta buruh, (sehingga) lebih dari ratusan ribu pabrik akan berhenti bekerja," ungkap Said dalam konferensi pers daring, Selasa (16/11).

Said menyebut, mogok nasional ini akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Tapi, tanggal pelaksanaannya belum disepakati antara serikat buruh. Untuk sementara, direncanakan aksi mogok nasional digelar pada tanggal 6 hingga 8 Desember 2021.

Sebelum aksi mogok nasional, kata Said, akan terdapat sejumlah aksi pendahuluan. Mulai hari ini, Rabu (17/11), buruh-buruh di daerah akan menggelar demonstrasi di kantor pemerintah daerah dan DPRD setempat.

Setelah itu, puluhan ribu buruh yang tergabung dalam 60 federasi akan menggelar unjuk rasa di Istana Negara, kantor Kemenaker, dan gedung DPR RI. Selanjutnya, buruh-buruh di daerah mulai melakukan mogok kerja secara bergelombang. Puncaknya, akan digelar mogok nasional pada 6-8 Desember.

"Mogok nasional karena kami sudah kehilangan akal sehat terhadap kebijakan Menteri Tenaga Kerja, dan permufakatan jahat para menteri yang menyusun PP 36," ujar Said.

Said menegaskan, aksi unjuk rasa maupun aksi mogok nasional adalah sesuatu yang legal. Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 dan Kepolisian dalam pelaksanaan semua aksi tersebut.

KSPI diketahui menolak keras formula penetapan Upah Minimum Provinsi 2022, yang hanya menaikkan UMP sebesar 1,09 persen. Bagi KSPI, kebijakan upah murah ini jauh lebih buruk dibanding yang terjadi pada rezim Orde Baru-nya Soeharto.

"Soeharto aja enggak melakukan ini di Orde Baru. Jahat sekali, jahat sekali para menteri ini," katanya.

Sementara, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengatakan kalau pemerintah harus mendengarkan aspirasi para pekerja terkait kenaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sebab, jika tidak akan terjadi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh dan para pekerja untuk menuntut UMP yang berkeadilan.

"Saya meminta kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi para pekerja dan mempertimbangkan untuk memenuhinya. Situasi pandemi yang sudah hampir dua tahun berdampak pada sektor perekonomian yang mendegradasi kesejahteraan buruh dan keluarganya," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/11).\

Kemudian, ia melanjutkan pemerintah harus menghitung komponen upah yang benar-benar dapat memenuhi kebutuhan hidup layak buruh dan keluarga mereka sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang harus dimasukkan sebagai pertimbangan dalam menentukan upah. 

"Penentuan upah dengan menggunakan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) lebih adil bagi para pekerja. Saat ini stunting, putus sekolah, kriminalitas dan permasalahan sosial lainnya mengancam keluarga rentan termasuk di dalamnya adalah keluarga buruh," ujarnya.

Ia mendukung kenaikan upah bagi buruh dengan harapan kesejahteraan mereka meningkat dan ini menjadi capaian pemerintah memenuhi amanat konstitusi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak. 

Tentu saja kenaikan upah ini dengan melihat kondisi ekonomi dan kemampuan perusahaan. Kenyataannya banyak perusahaan yang tetap survive dan memperoleh keuntungan pada masa pandemi ini. "Saya mendorong pemerintah untuk akomodatif dengan masukan dari kalangan buruh. KHL sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada buruh dan para pekerja," katanya.

Sebelumnya diketahui, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah melakukan perhitungan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Kenaikan UMP 2022 rata-rata hanya 1,09 persen. 

"Rata-rata penyesuaian (kenaikan) UMP 2022 adalah 1,09 persen," ungkap Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, dalam seminar terbuka bertajuk Proses Penetapan Upah Minimum 2022 yang digelar secara daring, Senin (15/11).

Putri menegaskan, kenaikan 1,09 persen itu adalah angka rata-rata semua provinsi, bukan berarti setiap provinsi naik 1,09 persen. Adapun UMP akan ditentukan oleh gubernur tiap provinsi.

 

Para gubernur, kata Putri, sudah harus menetapkan UMP paling lambat pada 21 November 2021. Sedangkan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) paling lambat adalah tanggal 30 November 2021.

 
Berita Terpopuler