Farid Okbah Ditangkap Densus 88 Seusai Sholat Subuh

TPM belim mendapat konfirmasi dari Densus 88 terkait penangkapan Farid Okbah.

Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Borgol
Rep: Ali Mansur Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), Ustadz Farid Okbah, dikabarkan ditangkap Densus 88 Antiteror Polri. Farid ditangkap Densus 88 di rumahnya Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11) subuh tadi.

Baca Juga

Anggota Tim Pembela Muslim (TPM) Achmad Michdan mengatakan, Densus 88 Antiteror Polri juga sempat melakukan penggeledahan di kediaman Farid. "Informasinya begitu yang saya dapatkan, tapi saya belum konfirmasi ke Densus. Nanti saya coba konfirmasi," ujar Achmad saat dikonfirmasi awak media, Selasa (16/11).

Menurut Achmad, yang bersangkutan ditangkap Densus 88 Antiteror Polri seusai menunaikan shalat Subuh. Dia menyebut, harusnya pada hari ini Farid berencana akan berangkat ke Cirebon untuk menghadiri suatu acara.

"Ditangkap di rumahnya, penggeledahan juga di rumah. Selesai sholat Subuh," kata Achmad.

Selain Ustadz Farid, dua aktivis dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) juga dikabarkan ditangkap Densus 88 Antiteror Polri. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari Mabes Polri terkait penangkapan ketiganya. 

Anggota  Komisi III DPR RI  M. Nasir Djamil, mendesak  Densus 88 agar transparan dan jangan sewenang-wenang dalam hal  penangkapan Ustadz Farid Okbah. Menurutnya, Ustadz Farid seorang penceramah dan pemikir islam yang dekat dengan umat.

Ketua Umum Partai Da’wah Rakyat Indonesia (PDRI), Ustadz Farid Okbah ditangkap oleh Polisi. Penjemputan yang dilakukan oleh Densus 88 pada selasa pagi (16/11) telah menimbulkan kegaduhan di media sosial dan grup-grup WhatsApp. "Setahu saya Ustadz Farid Okbah dalam ceramahnya tidak menghujat pemerintah atau berorientasi takfiri,” kata Nasir dalam pesan watsapp kepada Republika.co.id, Selasa (16/11.)

Menurut mantan anggota Pansus RUU Terorismen ini, pada  pasal  28 ayat (1) UU 5/2018 memberikan hak kepada penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Namun dalam kasus ini Densus 88 harus memberikan penjelasan atas penangkapan tersebut. Hal ini penting dilakukan agar  jangan terkesan Densus yang pernah ditantang oleh organisasi teroris KKB Papua, malah hanya menyasar mubaligh muslim, tebang pilih, dan cenderung menyudutkan Islam.

Legislator asal Aceh ini meminta selama dalam penahanan dan prosesn penyelidikan, Densus 88 wajib menghormati hak asasi  Farid Okban sesuai dengan roh  dari UU 5/2018. “Sebagai legislator Komisi Hukum DPR RI, saya berkewajiban mengingatkan Densus 88 agar perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia harus diutamakan selama Farid Okbah ditahan. Dengan kata lain, hak-haknya harus dipenuhi,” kata Nasir.

Dalam keterangan persnya itu, Nasir Djamil juga menyerukan kepada Densus 88, TNI dan Polri dan Pemerintah agar dalam menanggulangi terorisme juga mempertimbangkan faktor obyektifitas. Sebab, lanjut Nasir, sebagian besar tokoh dan penceramah  muslim di Indonesia tidak pernah mengangkat senjata atau membeli senjata dari oknum aparat yang  dipakai oleh gerakan separatis, apalagi sampai mendirikan negara yg berpisah dari NKRI.

Dalam rilisnya itu, Nasir Djamil juga membandingkan dengan  KKB yang telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah pada April 2021 lalu. KKB itu, tambahnya, membunuh aparat TNI dan Polri, rakyat sipil, tenaga kesehatan, membakar pasar, Puskesmas, sekolah, dan gedung pemerintah.

Namun sayangnya, Densus 88 dan pasukan khusus TNI yang bertugas menanggulangi teroris seolah tak berdaya. “Publik bingung, kok ada organisasi yang sudah dinyatakan sebagai teroris dengan leluasa membunuh dan menteror aparat dan rakyat. Sementara mubaligh dan rokoh muslim diciduk dan dicurigai sebagai bagaian kelompok terorisme. Dimana keadilan hukumnya?

 

Terakhir, Nasir Djamil mengharapkan adanya hubungan yang harmonis antartokoh agama, terutama pemuka agama Islam dan memberikan perlindungan terhadap mereka guna menjaga  kedaulatan NKRI. “Ibaratnya,  musuh negara yang sudah nyata di depan mata kok terkesan dibiarin, sementara kawan di samping yang membela NKRI justru dicurigai bagian dari jaringan terorisme,” ungkapnya.

 
Berita Terpopuler