Pakar Ungkap Kemiripan Kasus Covid-19 India-Indonesia

Pola transmisi Covid-19 di Indonesia mirip dengan yang terjadi di India.

ANTARA/Fakhri Hermansyah
Pengendara motor melintasi mural bertemakan sosialisasi untuk vaksinasi Covid-19 di Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/11/2021). Kasus Covid-19 di Indonesia melandai sebulan terakhir. Pola transmisi Covid-19 di Indonesia disebut mirip dengan India.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan kemiripan pola transmisi Covid-19 yang terjadi di India dan Indonesia. Kasus di kedua negara melandai dikarenakan hampir seluruh warganya sudah terinfeksi oleh virus corona tipe baru (SARS-CoV-2).

Prof Tjandra mengungkapkan bahwa India melakukan penelitian tes antibodi Covid-19 bagi warganya di dua kota besar, yakni New Delhi sebagai Ibu Kota Negara dan Mumbai sebagai pusat industri. Hasil penelitian tes antibodi warga New Delhi menunjukkan 90 persen positif, walaupun hasilnya belum dipublikasikan resmi di jurnal internasional.

"Kemudian yang di Mumbai 86 persen positif," kata Prof Tjandra dalam webinar bertemakan "Libur Natal dan Tahun Baru dan Varian Baru Strategi Cegah Gelombang ke-3 Pandemi Covid-19 yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Berdasarkan survei badan sipil yang dirilis September lalu, hampir 90 persen dari warga Ibu Kota India, Mumbai, diperkirakan telah mempunyai antibodi Covid-19. Survei kelima pada serum darah untuk menguji antibodi (survei sero) itu dilakukan Brihanmumbai Municipal Corporation (BMC) mulai Agustus sampai awal September.

Survei itu melibatkan 8.674 orang dewasa, hampir 65 persen di antaranya sudah menerima vaksin. Survei itu juga mengungkap lebih banyak perempuan yang memiliki antibodi Covid-19 dibanding laki-laki, dengan rasio 88,29 persen berbanding 85,07 persen.

Prof Tjandra menganalisis bahwa terinfeksinya hampir seluruh masyarakat di dua kota besar tersebut sebagai salah satu faktor bagaimana India berhasil menekan laju infeksi Covid-19 dengan sangat signifikan dan cepat. Kasus baru juga terus melandai hingga saat ini.

Pernah menetap di India selama menjabat sebagai direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra mengemukakan bahwa pola lonjakan-turunnya kasus Covid-19 di India memiliki pola yang sama dengan yang terjadi di Indonesia. Semirip apa?

Prof Tjandra mengungkap, Indonesia memiliki lonjakan kasus yang sangat tinggi pada pertengahan tahun 2021. Kasus kemudian menurun secara sistematis dalam dua bulan setelahnya dan bertahan melandai di bawah 1.000 kasus per hari sejak 15 Oktober hingga hari ini.

Penurunan kasus Covid-19 - (Republika)

Kendati demikian, Prof Tjandra menekankan bahwa seluruh dunia masih dilanda ketidakpastian terkait pandemi Covid-19. Ia menjelaskan bahwa Covid-19 baru berumur dua tahun dan masih banyak informasi yang perlu digali lebih dalam oleh para peneliti untuk bisa melakukan pencegahan dan pengendalian lebih tepat.

Prof Tjandra membandingkan dengan penyakit-penyakit berbahaya lain yang usianya sudah puluhan hingga ratusan tahun. Penyakit itu cenderung bisa dikendalikan melalui tata cara pencegahan dan penanganan yang adekuat (memadai) karena sudah memiliki informasi mengenai penyakitnya.

Sementara itu, dalam kesempatan terdahulu, epidemiolog dari University of Derby Inggris, Dono Widiatmoko, mengatakan, publik perlu mengetahui informasi mengenai estimasi antibodi terhadap SARS-Cov-2, virus penyebab Covid-19. Namun sayangnya informasi ini belum banyak tersedia di Indonesia dan jarang sekali dilakukan survei estimasi antibodi ini.

"Informasi lain yang sebetulnya kita perlukan yaitu estimasi antibodi," ujar Dono dalam diskusi daring, Kamis (29/7).

Dono menyebutkan, di Inggris sudah ada survei yang dilakukan secara reguler untuk mengecek kadar antibodi terhadap virus corona tipe baru yang menjadi penyebab Covid-19 ini. Survei itu menyebutkan, 92 persen warga Inggris telah memiliki antibodi tersebut.

"Di Indonesia sayangnya informasi ini belum banyak tersedia, jarang sekali dilakukan survei antibodi," tutur Dono.

Dono menjelaskan, survei antibodi ini metodologinya berbeda dengan tracing (pelacakan). Survei antibodi dilakukan secara acak untuk memetakan seberapa besar infeksi virus corona yang terjadi dan seberapa besar antibodi sudah terbentuk.

Mereka yang memiliki antibodi ini bisa diartikan orang-orang yang pernah terinfeksi Covid-19 maupun menerima vaksin. Di Jakarta, sudah ada survei pada akhir Maret 2021 yang menunjukkan 44,5 persen telah memiliki antibodi, dengan estimasi warga yang pernah terinfeksi adalah 4.717.000 dari total penduduk Jakarta sebanyak 10.600.000 orang.

Baca juga : Pemerintah Siapkan Obat untuk Antisipasi Lonjakan Covid

"Kapan pemerintah bisa melakukan itu membuat pernyataan bahwa 'ok kita bisa hidup berdampingan dengan cara yang ini' harus dilihat dari sisi antibodinya," kata Dono.

Menurut Dono, angka penduduk Indonesia yang memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2 belum tinggi. Otomatis, relaksasi atau pelonggaran protokol kesehatan seperti yang dilakukan di Inggris hanya akan membuat kasus infeksi Covid-19 melonjak.

Dono meminta pemerintah melakukan komunikasi yang jelas saat ini bahwa Indonesia belum bisa meninggalkan semua protokol kesehatan sebelum vaksinasi Covid-19 sukses. Ia juga mendorong pemerintah menyampaikan informasi mengenai upaya pengendalian pandemi Covid-19 secara jelas dan konsisten.

"Kalau menyampaikan sesuatu dilakukan secara gamblang, konsisten, satu suara. Jangan si ini ngomong apa, si ini ngomong apa, dan kemudian ini ngomong lewat mana, Mata Najwa misalnya atau ILC, atau channel Youtubenya sendiri, lalu kemudian baru klarifikasi, lah kok jadi riweh, harusnya satu channel," jelas Dono.

 
Berita Terpopuler