Krisis Pengungsi di Belarusia-Polandia, Apa Penyebabnya?

Ribuan pengungsi di perbatasan Belarusia-Polandia terjebak dalam kondisi mengenaskan

EPA
Ribuan imigran yang terjebak di perbatasan Belarusia berebut bantuan kemanusiaan di Grodno, Belarusia, 11 November 2021. Ribuan pengungsi di perbatasan Belarusia-Polandia terjebak dalam kondisi mengenaskan dan frustrasi.
Rep: Lintar Satria Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, MINSK - Ribuan imigran yang berharap dapat masuk ke negara-negara Eropa barat terjebak di perbatasan Belarusia dan Polandia. Mereka mendirikan tenda-tenda di perbatasan sementara pasukan keamanan Polandia mengawasi mereka dari belakang kawat berduri dan mencegah mereka masuk.

Dikutip dari Global News, Jumat (12/11) penyebab krisis ini dimulai Agustus 2020 ketika Belarusia diguncang unjuk rasa massal memprotes hasil pemilu yang dimenangkan Presiden Alexander Lukashenko untuk keenam kalinya. Oposisi dan negara-negara Barat menolak hasil tersebut karena yakin diktator itu mencurangi pemilihan.

Pihak berwenang Belarusia merespons demonstrasi dengan penindakan kejam. Lebih dari 35 ribu orang ditangkap dan ribuan lainnya dipukuli polisi.

Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) menanggapi brutalitas itu dengan memberikan sanksi pada pemerintah Lukashenko. Sanksi semakin diperkuat setelah Mei lalu Belarusia mengalihkan pesawat dari Yunani ke Lithuania untuk mendarat di Minsk demi menangkap jurnalis Raman Pratasevich.

Uni Eropa mengatakan tindakan tersebut merupakan pembajakan di udara. Uni Eropa kemudian melarang maskapai Belarusia terbang di Eropa dan memotong impor utama negara itu seperti produk-produk petroleum dan kalium karbonat, bahan pupuk.

Lukashenko yang geram mengatakan tidak lagi mematuhi kesepakatan menahan imigrasi ilegal. Menurutnya, sanksi-sanksi Uni Eropa menghilangkan pemasukan yang digunakan menahan gelombang imigran.

Pesawat-pesawat imigran dari Irak, Suriah, dan negara-negara lain tiba di Belarusia. Mereka segera diarahkan ke perbatasan Polandia, Lithuania, dan Latvia. Salah satu oposisi pemerintah Pavel Latushka mengatakan agen pariwisata yang dikendalikan negara terlibat dalam menawarkan visa untuk membantu imigran dan membawa mereka ke perbatasan.

Uni Eropa menuduh Lukashenko menggunakan imigran sebagai pion dalam 'serangan hibrid' terhadap lembaga beranggotakan 27 negara itu. Lukashenko membantah mendorong gelombang imigran dan mengatakan Uni Eropa melanggar hak imigran karena menolak mereka masuk dengan aman.

Selama musim panas, Lithuania menerapkan masa darurat untuk menghadapi sekelompok kecil imigran serta memperkuat perbatasan mereka dengan Belarusia. Negara itu mendirikan tenda-tenda untuk mengakomodasi semakin banyaknya jumlah imigran.

Pekan ini kelompok besar imigran berkumpul di perbatasan Polandia dan pihak berwenang di Warsawa mengirimkan polisi anti huru-hara dan pasukan lain untuk memperkuat keamanan perbatasan. Pihak berwenang Polandia memperkirakan sekitar 3.000 hingga 4.000 orang di sana.

Baca Juga

Beberapa imigran menggunakan sekop dan pemotong kawat untuk mencoba menerobos pagar kawat. Pihak berwenang Polandia mencegah ratusan orang yang mencoba masuk. Delapan orang dikonfirmasi meninggal dunia dan suhu udara turun hingga ke tingkat yang membekukan.

Uni Eropa telah menunjukkan solidaritas pada Polandia, Lithuania, dan Latvia. Pejabat-pejabat Uni Eropa berharap dapat menggelar pembicaraan mengenai sanksi ke Belarusia berikutnya.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan untuk pertama kalinya blok itu mempertimbangkan kemungkinan membiayai 'infrastruktur fisik' di perbatasan seperti penghalang atau pagar. Pengamat mengatakan pendekatan keras Lukashenko mungkin menjadi bumerang.

"Taktik brutal semacam ini akan membuat Belarusia racun dan menunda prospek pembicaraan dengan Uni Eropa. Politisi Eropa tidak akan terlibat dalam pembicaraan di bawah tekanan," kata pengamat politik Belarusia yang terpaksa meninggalkan negara itu karena tekanan pemerintah, Artyom Shraybman.

Kepala lembaga think-tank Center for Political Analysis and Prognosis yang bermarkas di Polandia, Pavel Usau, mengatakan Lukashenko salah jika ia mengira dapat menekan Uni Eropa untuk mendapatkan konsesi.

"Lukashenko berharap Uni Eropa menyerah pada tekanan dan meminta Polandia untuk membiarkan para migran menyeberang ke Jerman, tapi Uni Eropa sadar itu membiarkan Lukashenko muncul sebagai pemenang dan mendorongnya untuk mengambil langkah berikutnya, menambah jumlah imigran hingga puluhan ribu," katanya.

Oposisi Belarusia menekan Uni Eropa untuk mengambil langkah yang lebih tegas, seperti embargo perdagangan dan melarang transit kargo ke Belarusia. Belarusia mendapat dukungan kuat dari sekutu utamanya, Rusia. Moskow membantu pemerintah Lukashenko bertahan dengan pinjaman dan dukungan politik.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan gelombang imigran ditimbulkan perang Amerika Serikat di Irak dan Afghanistan. Serta revolusi Arab Spring yang didukung Barat di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Ia menantang Uni Eropa menawarkan bantuan finansial ke Belarusia untuk menghadapi gelombang imigran. Pada saat yang sama, Kremlin berang dengan klaim Polandia yang menyatakan Rusia bertanggung jawab atas krisis imigran ini.

Usau mengatakan Rusia dapat melangkah sebagai mediator dalam harapan memperbaiki hubungan dengan Jerman dan negara-negara Uni Eropa lainnya. Belarusia memperkirakan menampung 5.000 hingga 20 ribu imigran dari Timur Tengah dan Afrika.

Banyak yang telah kehabisan uang dan semakin frustrasi saat musim dingin kian mendekat. Warga Belarusia tidak nyaman dengan kehadiran mereka sehingga menambah tekanan pihak berwenang untuk bertindak. Sejumlah pengamat memprediksi Lukashenko akan meningkatkan krisis dan menekan Uni Eropa melonggarkan sanksi.

"Minimalnya Lukashenko ingin membalas dendam pada Uni Eropa dan maksimalnya ia ingin melonggarkan sanksi-sanksi Eropa yang telah menjadi pukulan keras bagi industri-industri penting Belarusia," kata pengamat independen Valery Karbalevich.

"Pihak berwenang Belarusia tidak berhasil membujuk Uni Eropa terlibat dalam pembicaraan dan tawar-menawar dan imigran hanya instrumen serangan hibrid dari Minsk. Lukashenko tidak rugi apa-apa, ia tidak lagi mengkhawatirkan reputasinya," tambah Karbalevich.

 
Berita Terpopuler