Hari Ayah dan Memahami Tugas Mulianya Menurut Islam   

Ayah mempunyai peranan besar dalam kehidupan keluarga

Wihdan Hidayat / Republika
Ayah mempunyai peranan besar dalam kehidupan keluarga. Ilustrasi ayah mengajari anak
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Hari Ayah diperingati setiap 12 November. Peran ayah sangatlah penting dalam keluarga.  

Baca Juga

Sosiolog dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Tyas Retno Wulan, mengingatkan seorang anak membutuhkan peran dari kedua orang tua. Peran orang tua ini penting agar tumbuh kembang diri anak dapat berjalan optimal.

"Pada intinya adalah bahwa seorang anak pada setiap fase kehidupannya membutuhkan role model yang ideal agar bertumbuh dengan baik secara sosial, psikis maupun fisik," katanya, Jumat (12/11). 

Untuk mewujudkan hal tersebut, kata dia, seorang anak membutuhkan peran dari kedua orang tua mereka. "Selama ini seolah-olah ada pembagian kerja dalam masyarakat bahwa ayah berperan untuk instrumental role atau terkait dengan mencari nafkah, berhubungan dengan pihak luar dan lain sebagainya sementara ibu berperan dalam ekspresif roleseperti kasih sayang, perhatian dan lain-lain," katanya.

Padahal, kata dia, keduanya harus bisa melakukan kedua peran itu dengan seimbang guna mendukung psikologis dan tumbuh kembang anak. Dia menambahkan bahwa ayah dan ibu dapat bersama-sama menjalankan peran instrumental dan ekspresif dengan baik.

"Peran seperti menyiapkan makanan, mengantar sekolah, menemani saat tidur, membawa berobat saat sakit bisa dilakukan kedua orang tua," katanya.

Sementara itu, peringatan Hari Ayah Nasional setiap tanggal 12 November, kata dia, dapat menjadi momentum yang tepat untuk mengingatkan kembali peran ayah dan pengasuhan serta tumbuh kembang anak.

Terkait hal tersebut, kata dia, ayah juga bisa menjadi sosok yang komunikatif dan mencurahkan perhatian serta mendengarkan keluhan dan kegelisahan anaknya.

"Anak membutuhkan sosok ayah yang komunikatif sekaligus bisa dijadikan panutan untuk memegang kendali atas anak-anak, terutama jika anaknya sudah menginjak usia remaja," katanya.

Baca juga: Sempat Kembali Ateis, Mualaf Adam Takjub Pembuktian Alquran

Namun di luar sana, tidak semua ayah yang bisa memiliki banyak waktu untuk menemani anaknya bermain.

Karena bisa jadi, mereka terpaksa melakukannya bekerja keras tak kenal waktu demi mencari nafkah keluarga. Terkadang, ketika beranjak dewasa, ada beberapa anak yang merasa kehilangan masa kanak-kanaknya bersama ayah bahkan berujung kepada kebencian. 

 

Dilansir di aboutislam.net, seorang konselor, Peneliti di Laboratorium Pendidikan Komunitas dan Kajian Pemuda Institut Ilmu Sosial, Universiti Putra Malaysia, Lateef Krauss Abdullah menjelaskan, akhir-akhir ini banyak anak muda yang merasa frustrasi terhadap orang tua mereka yang sering merasa harus berjuang dengan sejumlah ketidakpastian. Rasa frustrasi yang dirasakan anak muda adalah wajar dan dapat dimengerti dalam banyak kasus. 

Frustrasi, penyakit dan permusuhan semua muncul dari persepsi penolakan. Semua permusuhan sebenarnya tidak lebih dari manifestasi penolakan terhadap orang tua. 

Mengenai masalah di atas, sebagai seorang anak harus melihat pilihan  dan mencoba memahami situasinya sekomprehensif mungkin, melihatnya dari semua sudut.  

Realitas telah berbicara. Allah SWT telah menempatkan seorang anak dalam situasi ini dan sekarang terserah mereka untuk bertindak sesuai dengan masalahnya. 

Dengan bertindak, seorang anak harus tahu bahwa apapun jalan yang dipilih akan ada akibat tidak hanya bagi si anak, tetapi juga bagi orang tua yang menyakitinya dan seluruh keluarga. 

Pertama, seorang anak dapat memilih untuk marah, kesal, dan frustrasi sepanjang hidupnya, dan melakukan yang terbaik untuk memberi mereka pelajaran atas apa yang mereka lakukan terhadapnya. 

Baca juga: Tiga Perangai Buruk dan Tiga Sifat Penangkalnya  

Meskipun godaan untuk membalas dendam sering kali menggoda, pilihan ini akan memiliki konsekuensi serius bagi si anak di kemudian hari. Karena dengan melakukan itu hanya akan meningkatkan permusuhan, rasa sakit dan kemarahan yang sudah ada di dalam diri.  

"Jika tidak bisa belajar untuk memaafkan, maka ini akan menjadi hasil dari pilihan kita. Terlepas dari ketidakadilan yang kita yakini telah kita derita, membalas luka kepada orang tua kita atas luka yang mereka sebabkan kepada kita tidak akan membuat luka yang kita rasakan hilang,"ujar dia. 

Pilihan kedua, yang juga dikenal sebagai jalan yang jarang dilalui, jelas lebih sulit, tetapi yang paling dicintai oleh Allah yang dijamin akan menghasilkan pahala demi pahala bagi kita dan orang yang kita cintai.  

Baca juga: Kian Dalami Islam, Mualaf Thenny Makin Yakin Kebenarannya

 

Ini adalah jalan memahami dan memaafkan.Tidak ada yang lebih dicintai di mata Allah daripada pengampunan dan ketika kita mampu memahami dan memaafkan orang yang bersalah kepada kita, Allah menjanjikan kebaikan untuk orang itu. Sebagaiman firman allah dalam surat Asy Syura ayat 40, 

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” 

Dengan berusaha memahami orang tua kita diikuti dengan pengampunan atas tindakan mereka, kita mengambil langkah besar menuju penyembuhan. Memang tidak mudah, mamun kenyataannya kita semua mampu untuk memaafkan, karena Allah telah memberikan sifat dan potensi sifat pemaaf dalam diri kita semua.  

Adalah satu hal untuk memohon pengampunan Allah atas dosa-dosa kita sendiri, adalah hal lain lagi untuk memohon kemampuan untuk mengampuni orang lain, seperti yang dilakukan Rasulullah. 

 

 

Sumber: aboutislam 

 
Berita Terpopuler