5G Picu Industri Terus Ngebut

Layanan 5G sangat membutuhkan ketersediaan spektrum yang signifikan.

BBC
Jaringan 5G ilustrasi
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani  Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Mei 2021, Telkomsel mengawali langkah membuka pintu gerbang 5G di Tanah Air. Era pandemi terbukti turut mendorong tingkat adopsi 5G di Indonesia. 

Baca Juga

Langkah Telkomsel kemudian  disusul Indosat Ooredoo dan juga XL Axiata. Cepat atau lambat, operator lain, seperti Smartfren juga akan turut menggelar layanan jaringan supercepat tersebut.

Hadirnya layanan 5G sangat membutuhkan ketersediaan spektrum yang signifikan. Saat ini, pemerintah pun diharapkan dapat segera mempersiapkan spektrum untuk makin memuluskan kehadiran 5G di Tanah Air.

Denny Setiawan selaku Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Kominfo RI mengungkapkan, saat ini spektrum membutuhkan wadah, yaitu menara dan fiber optic agar tak terjadi kualitas 5G, tapi rasa 2G. Menurutnya, di era 5G, BTS akan didominasi tipe yang pendek, tetapi sangat rapat penempatannya (small cell).

Small cell memiliki beberapa keunggulan dibandingkan macro sell. Denny menjelaskan, pemasangan small cell lebih efisien dibandingkan macro sell. Sebab, pemasangannya dapat hanya ditempel pada dinding atau dipasang dengan tiang, tak seperti macro sell yang harus menggunakan tower.

Selain itu, infrastruktur juga perlu juga dipercepat dalam upaya fiberisasi oleh para penyelenggara telekomunikasi. "Hal ini sangat di perlukan agar koneksi antar-BTS dan jaringan backhaul (pengukur jaringan-Red) me miliki kapasitas transmisi yang besar dan sangat responsif," jelasnya.

 

Harapan konsumen

Menurut laporan International Data Corporation (IDC), ada lebih dari 30 persen konsumen di Indonesia yang pengeluaran TIK-nya didominasi oleh smartphone. Country Manager IDC Indonesia Mevira Munindra menerangkan, jika konsumen Indonesia saat ini, memiliki harapan untuk memiliki ponsel 5G dengan harga terjangkau.

"Apa yang kita lihat di pasar adalah adanya keinginan untuk memiliki handset dengan sepesifikasi tinggi, tapi cost-nya bagi konsumen harga cukup," ujarnya.

Tahun ini, penjualan smartphone 5G di Indonesia meningkat dua kali lipat secara kuartal ke kuartal. IDC memperkirakan smartphone 5G yang terjual di Indonesia sudah mencapai 500 ribu unit.

Harga jual rata-rata smartphone 5G di Indonesia mencapai 575 dolar AS atau sekitar Rp 8,1 juta. Harga tersebut turun 30 persen dari kuartal lalu. Ketertarikan masyarakat terhadap tek nologi masa depan, disebut Mevira, juga ikut memengaruhi pertumbuhan ponsel 5G di pasar domestik.

"Kami melihat dari new generation saat ini sudah aware dengan teknologi, dan itu akan menjadi suatu konsiderasi besar ke depannya apa bila ada 5G. Mereka lebih teredukasi terhadap adanya penggunaan teknologi di dalam day-to-day gadget mereka," ujarnya.

Selain minat konsumen yang makin tinggi, IDC juga menangkap isu ketersediaan perangkat menjadi salah satu faktor yang juga memicu pengapalan smartphone berbasis generasi kelima. "Kami memperkirakan, pengiriman perangkat 5G akan tumbuh. Pasokan chipset yang saat ini juga mengalami ke lang kaan juga berpengaruh pada pengiriman smartphone ke Indonesia," jelas Mevira.

Bila dilihat secara keseluruhan, pengiriman smartphone yang masuk ke Indonesia akan mencapai 47 juta unit di 2022. Kontribusi smartphone 5G pun mencapai 15 persen.

 

 

5G picu industri kian ngebut

Shurish Subbramaniam se laku Chief Technology Officer Smartfren menjelaskan, kemampuan teknologi 5G akan menciptakan industri bergerak jauh ke depan. "Speed yang dihasilkan bukan main cepatnya, dan very low latency. Sehingga, untuk mengaplikasikan robot, geraknya akan baik, karena tidak akan ada delay. Hal ini juga baik untuk industri, karena otomatisasi di sisi manufakturing akan ber jalan lebih sempurna," ujarnya, dalam seminar daring bertajuk, 'Eksplorasi Teknologi dan Kasus Penggunaan (use case) Layanan 5G di Berbagai Industri', Selasa (26/10).

Namun, tantangan untuk menggelar 5G yang ideal bagi industri telekomunikasi saat ini, masih terganjal ketersediaan spektrum yang memadai. Shurish pun menekankan urgensi soal spektrum ideal 5G yang be lum hadir di Indonesia.

"Spektrum 3,5 GHz, 2,6 GHz, atau frekuensi millimeter wave sangat dibutuhkan bagi ekosistem industri. Saya yakin pemerintah sedang bekerja keras untuk menghadirkan spektrum yang ideal 5G di Indonesia," lanjutnya.

Menurut Shurish, tahun depan, Smartfren akan mengumumkan layanan 5G di area terpilih. Namun, hal ini akan sangat tergantung pada kesiapan ekosistem pada 2,3 GHz. "Jadi, mulai tahun ini kita mendapatkan ULO (uji layak operasi-Red) dan mulai tahun depan kita akan launching di area terpilih," ujarnya.

Sejak awal, Shurish mengungkapkan, awal fokus kehadiran teknologi 5G untuk Smartfren adalah lebih ke arah industri 4.0. Ia yakin ketersediaan spektrum yang ada akan lebih bermanfaat untuk konsumen dan menjadi in dustri. Terutama, apabila layanaan Smartfren berada di arena yang belum terjangkau 5G.

 

 
Berita Terpopuler