Tembok Penghalang Israel Hancurkan Kehidupan Palestina

Hampir dua dekade Israel memicu kontroversi dengan membangun penghalang

AP
Tembok yang dibangun Israel untuk memisahanwilayah palestina yang didudukinya denganwilayah yang disebutkan sebagai terotorial Israel. Pembangunan tembok seperti ini sudah dilakukan sejak 20 tahun silam.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, QAFFIN -- Setiap tiga hari dalam satu pekan, petani Palestina di desa Qaffin di Tepi Barat berbaris di gerbang. Mereka bergiliran menunjukkan izin militer kepada tentara Israel untuk menyebrang perbatasan. Mereka meminta izin untuk merawat tanaman yang terhalang tembok pemisah buatan Israel.

"Tiga hari tidak cukup untuk menggarap tanah. Tanah ini semakin buruk," kata wali kota desa, Taysir Harashe, ketika tembok pembatas dibangun.

Para petani mengatakan bahwa pembatasan Israel yang semakin berat, membuat tanaman tak dapat hidup dan dirawat secara layak. Kebun zaitun tepat di luar gerbang hangus karena kebakaran baru-baru ini. Petugas pemadam pun harus meminta izin tentara Israel untuk memadamkan api.

Warga Palestina di Qaffin mengatakan tembok itu telah menghancurkan sekitar 1.100 hektar tanah pertanian mereka. Salah satu warga, Ibrahim Ammar mengatakan dulu menanam berbagai tanaman termasuk semangka dan jagung. Tapi, sekarang terbatas pada zaitun dan almond.

Bahkan selama panen zaitun tahunan, yang dimulai bulan lalu, Ammar hanya bisa memasuki tanahnya tiga hari dalam sepekan. Itu pun harus mengajukan izin untuk membawa anggota keluarga untuk membantu.

"Ayah saya, kakek saya, mereka sangat bergantung pada tanah. Sekarang saya tidak bisa menghidupi diri sendiri dan anak-anak saya," ujar Ammar.

Ammar jadi supir taksi untuk menambah penghasilannya. Penduduk desa lainnya melakukan pekerjaan kasar di Israel dan permukiman Tepi Baratnya. Setidaknya satu warga, yang frustrasi dengan pembatasan berusaha menanam sayuran di atap rumahnya.

HaMoked, sebuah kelompok hak asasi Israel yang membantu warga Palestina mendapatkan izin, mengatakan situasi para petani semakin memburuk. Dikatakan data yang diperoleh dari militer melalui permintaan kebebasan informasi menunjukkan bahwa 73 persen dari aplikasi untuk izin ditolak tahun lalu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar 29 persen.

Pada tahun 2014, Israel berhenti memberikan izin kepada kerabat kecuali mereka terdaftar sebagai pekerja pertanian di lahan yang lebih besar. Pada 2017, militer mulai membagi kepemilikan yang lebih besar di antara anggota keluarga besar dan memutuskan bahwa apa pun yang lebih kecil dari 330 meter persegi tidak berkelanjutan secara pertanian. Pemilik yang disebut "petak kecil" ditolak izinnya.

"Tidak ada pembenaran keamanan. Mereka telah memutuskan bahwa Anda memiliki sebidang tanah yang menurut mereka terlalu kecil untuk ditanami," kata direktur HaMoked, Jessica Montell, yang menentang peraturan tersebut di hadapan Mahkamah Agung Israel.

Montell mengatakan peraturan lain didasarkan pada perhitungan rumit tentang berapa banyak tangan yang dibutuhkan untuk merawat berbagai tanaman. “Ini gila. Mereka mengatakan jika Anda menanam mentimun, Anda bisa mendapatkan X jumlah pembantu per dunam," ujarnya.


Hampir dua dekade setelah Israel memicu kontroversi di seluruh dunia dengan membangun penghalang selama pemberontakan Palestina. Puluhan ribu orang Palestina mengantri di pos pemeriksaan setiap pagi untuk memasuki Israel dan bekerja di bidang konstruksi dan pertanian bahkan untuk bekerja di lahan pribadi mereka.

Israel mengatakan penghalang itu membantu menghentikan gelombang bom bunuh diri dan serangan lain oleh warga Palestina yang menyelinap ke negara itu selama pemberontakan 2000-2005. Keberadaan penghalang itu pun dinilai masih diperlukan untuk mencegah kekerasan mematikan.

Sebanyak 85 persen dari penghalang yang masih belum selesai ada di dalam Tepi Barat yang diduduki, mengukir hampir 10 persen dari wilayahnya. Palestina melihatnya sebagai perampasan tanah ilegal dan Mahkamah Internasional pada 2004 mengatakan penghalang itu bertentangan dengan hukum internasional.

Sedangkan Yerusalem dan kota Betlehem di Tepi Barat, penghalangnya adalah tembok beton yang menjulang setinggi beberapa meter yang dimahkotai dengan kawat berduri dan kamera. Di daerah pedesaan sebagian besar terdiri dari pagar kawat berduri dan jalan militer tertutup.

Sepanjang jalan raya utara-selatan utama Israel, penghalang disembunyikan oleh pekerjaan tanah dan lansekap. Pengendara hanya dapat melihat sekilas realitas pemerintahan militer. Israel selalu mengatakan penghalang itu tidak dimaksudkan untuk menggambarkan perbatasan permanen. Beberapa pendukung mengatakan pada saat itu bahwa dengan mengurangi kekerasan itu akan membantu proses perdamaian.

"Pagar itu dibangun hanya untuk kebutuhan keamanan saja. Kami memahami saat membangunnya bahwa itu mungkin menjadi perbatasan di masa depan yang jauh... tapi ini bukan tujuan pagar ini," ujar pensiunan kolonel Israel yang mengawasi pembangunan penghalang hingga 2008, Netzah Mashiah.

Memang, penghalang itu hanya terlihat seperti perbatasan yang dijaga ketat. Orang Israel dan Palestina tinggal di kedua sisi, dan Israel secara aktif membangun pemukiman dan infrastruktur pemukiman di timur penghalang.

Sedangkan penghalang di Betlehem, tembok beton yang menjulang tinggi ditutupi dengan grafiti politik dan seringkali karya seni satir. Salah satunya mengacu pada episode komedi HBO Larry David "Curb Your Enthusiasm".

Dalam adegan itu pria Yahudi memanfaatkan restoran Palestina untuk menyembunyikan urusan mereka dari istrinya. Yang lain memberi penghormatan kepada George Floyd, yang meninggal akibat seorang perwira polisi Minneapolis tahun lalu.

Tembok itu menjadi objek wisata eklektik setelah seniman grafiti terkenal dunia Banksy diam-diam melukis dinding di tahun 2000-an. Pada 2017, dia membuka "Walled-Off Hotel" sebuah monumen seni bertema perlawanan yang suram.

Pemilik toko suvenir terdekat Abu Yamil menjual cetakan Banksy dan kartu pos di antara pernak-pernik lainnya. Pria berusia 70 tahun itu bernostalgia tentang situasi beberapa dekade yang lalu, ketika orang-orang Palestina dapat bepergian dengan bebas.

"Itu adalah pendudukan, tapi kami hidup bersama. Saya mengendarai mobil saya ke Tel Aviv," ujar Abu Yamil.

Seperti banyak orang Palestina, Abu Yamil meragukan penghalang yang belum selesai itu memiliki banyak tujuan. "Tembok ini akan ada di sini selamanya, karena mereka tidak menginginkan perdamaian. Israel menginginkan semua tanah," ujarnya.

 
Berita Terpopuler