2021, Pernikahan Anak di Bawah Umur di Praya Meningkat

Dari Januari-November 2021, 297 anak di bawah umur mengajukan dispensasi pernikahan.

MGROL100
Ilustrasi pernikahan dini. Sebanyak 260 dari 297 pengajuan dispensasi pernikahan di Praya, Lombok Tengah disetujui sepanjang Januari-November 2021.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, PRAYA -- Kasus penikahan anak di bawah umur di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat meningkat selama pandemi Covid-19. Kecenderungan itu terlihat dari jumlah pasangan suami istri yang mengajukan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama Praya.

"Selama periode Januari-November 2021 ada 297 anak di bawah umur telah mengajukan dispensasi pernikahan, kata Panitra Muda pada Pengadilan Agama Praya, Salman di Lombok Tengah, Senin.

Baca Juga

Dari ratusan kasus yang mengajukan dispensasi perkawinan tersebut, tidak semuanya disetujui atau ditindak lanjuti. Sebab, umur pengantin wanita maupun laki-laki terlalu muda, yakni dibawah 16 tahun. Menurut Salman, setelah dikaji dan mengikuti proses pembahasan di keluarga, kedua belah pihak diminta untuk menunda pernikahan.

"Ada yang disetujui 260 orang, sementara sisanya itu ditolak, karena umurnya di bawah 16 tahun," kata Salman.

Sesuai undang-undang tentang perkawinan, batas umur minimal anak boleh menikah awalnya itu memang 16 tahun. Setelah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, baik untuk perempuan maupun laki-laki.

"Kalau melihat kasus yang mengajukan dispensasi nikah, angka pernikahan anak dibawah umur selama pandemi ini cukup tinggi di Lombok Tengah," katanya.

Menurut Salman, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan di bawah umur, salah satunya ialah kurangnya tanggung jawab orang tua dalam memperhatikan anaknya. Selain itu, faktor lingkungan dan ekonomi serta kehamilan di luar nikah juga menjadi penyebabnya.

"Itu yang tampak saat ini, setelah dikaji dari beberapa kasus yang mengajukan dispensasi perkawinan," katanya.

Salman juga mengatakan, faktor budaya atau adat istiadat terkadang bisa menyebabkan terjadinya pernikahan di bawah umur, misalnya ketika anak sering pulang malam atau tidak pulang setelah keluar dengan teman prianya. Namun, ketika ada kasus seperti itu, pihaknya terlebih dahulu melakukan upaya mediasi dengan kedua belah pihak supaya mereka dipisahkan.

"Selama itu hal yang positif, kami upayakan untuk tetap dilakukan mediasi atau dipisahkan," katanya.

Salman meningatkan pernikahan anak di bawah umur bisa menyebabkan peningkatan kasus perceraian dan stunting serta masalah kesehatan. Pihaknya pun terus melakukan sosialisasi guna mencegah terjadinya pernikahan dini.

"Sosialisasi dengan pemerintah desa tetap dilakukan untuk menekan angka pernikahan dibawah umur di Lombok Tengah," katanya.

Salman juga mengimbau masyarakat untuk tetap melakukan pengawasan terhadap anaknya ketika mereka keluar rumah. Ia mengingatkan agar anak tidak diberikan kebebasan yang berlebihan, supaya tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.

"Selama pandemi Covid-19 ini waktu anak masuk sekolah terkadang tidak tentu. Jadi orang tua juga harus lebih waspada dalam mengawasi anaknya," katanya.

 
Berita Terpopuler