Buktikan Krisis Iklim, Menlu Tuvalu Pidato COP26 di Laut

Negara kepulauan paling terdampak oleh perubahan iklim.

EPA/Andy Rain
Puluhan ribu pengunjuk rasa menuntut tindakan lebih berani demi atasi perubahan iklim di Glasgow, Skotlandia pada Sabtu (6/11).
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Banyak negara dengan penyumbang emisi karbon terbesar telah berjanji untuk mengintensifkan pengurangan karbon mereka selama beberapa dekade mendatang. Beberapa negara bermaksud mencapai nol bersih pada emisi karbon pada 2050. 

Baca Juga

Namun, para pemimpin negara-negara Kepulauan Pasifik menuntut tindakan segera. Negara itu menekankan bahwa kelangsungan hidup negara-negara dataran rendah sedang dipertaruhkan.

Menteri luar negeri Tuvalu Simon Kofe menyampaikan pidato untuk konferensi iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) di Glasgow sambil berdiri di air laut hingga setinggi lutut. Aksi itu dilakukannya untuk menunjukkan kondisi negara kepulauan Pasifik itu yang berada di garis depan perubahan iklim.

Foto-foto Kofe berdiri dengan setelan jas dan dasi di podium yang didirikan di laut dengan celana digulung telah dibagikan secara luas di media sosial. Aksi itu dilakukan untuk menarik perhatian pada perjuangan Tuvalu sebagai negara pulau yang terletak di dataran rendah yang menghadapi naiknya permukaan laut.

"Pernyataan itu menyandingkan pengaturan COP26 dengan situasi kehidupan nyata yang dihadapi di Tuvalu karena dampak perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut dan menyoroti tindakan berani yang diambil Tuvalu untuk mengatasi masalah mobilitas manusia yang sangat mendesak di bawah perubahan iklim," ujar Kofe dalam pesan videonya untuk COP26.

Video itu direkam oleh stasiun penyiaran publik TVBC di ujung Fongafale, pulau utama di ibu kota Funafuti. Video itu akan ditampilkan pada pertemuan tingkat tinggi COP26 pada Selasa (9/11) saat para pemimpin regional mendorong tindakan yang lebih agresif untuk membatasi dampak perubahan iklim.

 

Pendanaan dampak perubahan iklim

Para pemerintah peserta COP26 pada Senin (8/11) akan mendorong kesepakatan tentang cara membantu negara-negara rentan untuk menghadapi pemanasan global. Bantuan itu diharapkan mengompensasi mereka atas kerusakan yang sudah terjadi. Upaya itu akan menjadi ujian apakah negara-negara maju dan berkembang mampu mengakhiri kebuntuan tentang biaya perubahan iklim.

Pada awal pekan yang penting di konferensi iklim PBB (COP26) di Glasgow, para menteri dari berbagai negara akan berusaha memenuhi komitmen untuk mengganti kerugian dan kerusakan. Mereka juga akan membahas cara terbaik membantu negara-negara beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.

Inggris, yang menjadi tuan rumah COP26, akan kembali memimpin upaya global dengan mengumumkan pendanaan baru senilai 290 juta pound (Rp5,6 triliun), termasuk bantuan bagi negara-negara Asia Pasifik untuk mengatasi dampak pemanasan global.

Pemerintah Inggris mengatakan pendanaan itu akan menjadi yang pertama dari miliaran dolar dana global tambahan yang telah dijanjikan negara-negara kaya seperti Amerika Serikat, Jepang dan Denmark. Semua dana itu akan digunakan untuk adaptasi dan ketahanan negara-negara rentan. Banyak di antara negara rentan ini telah mengalami dampak terburuk perubahan iklim.

Janji untuk negara-negara rentan

Negara-negara berkembang meminta lebih banyak bantuan dana untuk membantu mereka beradaptasi dengan suhu lebih tinggi yang telah memicu kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan. Namun, negara-negara maju telah mendorong agar pendanaan ditujukan untuk memangkas emisi karbon.

"Kita harus bertindak sekarang agar perubahan iklim berhenti mendorong banyak orang pada kemiskinan. Kita tahu bahwa dampak iklim secara tak berimbang mempengaruhi mereka yang sudah rentan," kata Anne-Marie Trevelyan.

Trevelyan ditunjuk pemerintah Inggris untuk mengurusi adaptasi dan ketahanan terhadap perubahan iklim."Kita mengharapkan perubahan signifikan yang akan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan masa depan yang tahan iklim bagi semua, tak ada satupun yang tertinggal," kata dia dalam pernyataan.

 

Setelah melewati pekan yang penuh janji dan negara-negara kaya dituduh telah mengingkari komitmen mereka sebelumnya, sesi pembicaraan pada Senin akan fokus pada penjelasan para menteri tentang adaptasi, kerugian, dan kerusakan.

Tinggal lima hari lagi bagi COP26 untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan agar peluang mencapai target kenaikan suhu tidak melebihi 1,5 derajat Celcius di atas level pra-industri tetap terjaga.

Negara-negara kaya ingin menunjukkan bahwa mereka mampu memenuhi janji-janji sebelumnya. Negara-negara berkembang kemungkinan akan bersikap hati-hati.

Pada konferensi iklim PBB di Kopenhagen 12 tahun lalu, negara-negara kaya berjanji memberikan 100 miliar dolar AS (Rp1,4 kuadriliun) per tahun kepada negara-negara berkembang sampai 2020 untuk membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim. Janji itu tidak terealisasi dan pada COP26. 

 

Negara-negara kaya mengatakan mereka akan memenuhinya paling telat pada 2023.Hal yang bisa jadi masalah rumit bagi negara-negara kaya adalah bagaimana mereka harus mengompensasi negara-negara belum maju atas kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh emisi masa lalu, sebuah topik yang belum memiliki janji-janji konkret.

 
Berita Terpopuler