Inggris Pertimbangkan Larang Tisu Basah, Kenapa?

Sekitar 11 miliar tisu basah yang tak bisa didaur ulang dibuang setiap tahun.

Republika/Yogi Ardhi
Penggunaan tisu basah (ilustrasi). Tisu basah tidak larut dalam air dan telah menjadi masalah besar di banyak negara.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inggris mempertimbangkan melarang tisu basah menyusul peningkatan penggunaannya saat ini. Menteri untuk Urusan Lingkungan, Pangan, dan Pedesaan Inggris, George Eustice, menyebut pelarangan itu juga bertujuan untuk menghentikan tisu basah merusak planet dan menyumbat kloset.

Eustice menyalahkan pembuat kloset atas sebagian besar kemacetan saluran pembuangan. Dia sedang mempertimbangkan untuk melarang penggunaan tisu yang terbuat dari plastik yang mencemari lingkungan.

Baca Juga

Berdasarkan data, sekitar 11 miliar tisu basah yang tak bisa didaur ulang dibuang setiap tahun dan menyebabkan 93 persen penyumbatan saluran limbah.

Sebagai alternatif, anggota parlemen dari Partai Buruh, Fleur Anderson, mengusulkan penggunaan tisu ramah lingkungan ke Parlemen setempat. Eustice mengatakan, menteri terbuka untuk berbagai solusi mengatasi masalah lingkungan.

"Ada lebih banyak bahan berkelanjutan yang dapat digunakan, bahan yang dapat terurai secara hayati, jadi kami sedang berkonsultasi apakah kami harus mengajukan peraturan untuk membatasi jenis bahan yang dapat digunakan," kata Eustice, dikutip The Sun, Rabu (3/11).

Tisu basah tidak larut di air dalam saluran pembuangan. Tisu basah akan berubah menjadi gumpalan seperti batu (fatberg) yang menyumbat saluran air. Pemerintah sebelumnya mengatakan akan menindak tisu basah sebagai bagian dari rencananya untuk menghilangkan segala bentuk plastik sekali pakai dalam waktu 25 tahun.

Anderson memanfaatkan KTT iklim Cop26, yang sedang berlangsung untuk mengangkat kembali tuntutan mengatasi permasalah lingkungan. Dia mengklaim, satu stasiun pembuangan limbah di London Timur mengumpulkan 30 ton tisu basah setiap hari.

"Pada 2019, 23 ribu tisu basah dihitung dan dikeluarkan dari satu bentangan tepi sungai Thames hanya dalam waktu dua jam," ujar Anderson.

Menurut Anderson, ketergantungan kepada tisu basah adalah hal menakutkan. Tisu basah tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan dan mencemari laut, tetapi juga merugikan perusahaan air sekitar 100 juta pound (sekitar Rp 1,9 triliun) per tahun untuk membersihkan 300 ribu kasus sumbatan.

"Itu adalah uang yang kemudian berakhir pada tagihan air kita setiap bulan," kata Anderson yang tidak mencoba melarang pemakaian tisu, melainkan mengusulkan menggantinya dengan versi tanpa mikroplastik.

Baca juga : Ramai Perusahaan Teknologi Asing Cabut dari China

Tisu basah memang praktis untuk membersihkan badan, mengelap barang, atau membersihkan riasan. Namun, ternyata benda ini perlu mendapatkan perhatian lebih karena bisa membahayakan tubuh dan juga lingkungan.

Sebuah laporan dari Reuters menyebutkan, penggunaan tisu basah dapat menyebabkan ruam di tempat yang tidak nyaman. Laporan ini memberi contoh tentang seorang pria yang memiliki ruam di sekitar anusnya, yang sangat buruk dan menyakitkan. Kondisi ini membuatnya tidak bisa berjalan selama berbulan-bulan.

Alasan di balik peristiwa itu karena beberapa tisu basah mengandung methylchloroisothiazolinone (MCI). Senyawa kimia ini merupakan pengawet dengan efek anti bakteri dan antijamur yang bisa keras pada kulit.

Bahkan, beberapa merek tisu basah mengandung pengawet dan pewangi yang sebaiknya tidak bersentuhan dengan kulit manusia, terutama dari bayi dan anak kecil. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan kandungan yang ada di dalam tisu basah.

Selain itu, tisu basah pun dapat menyebarkan bakteri. Ketika digunakan untuk membersihkan permukaan, tisu basah justru dapat menyebarkan bakteri alih-alih menghilangkannya.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University di Inggris menemukan, tisu basah memiliki variabilitas yang hebat dalam hal membunuh bakteri. Namun, tetap saja sabun dan air menjadi pilihan yang jauh lebih baik.

Di samping itu, tisu basah pun buruk untuk lingkungan. Saat membuang tisu ke dalam kloset, ini tidak hanya menyumbat, alirannya bisa menghantarkan tisu ke habitat binatang air.

Sebagian besar tisu basah mengandung serat plastik yang membuatnya sebagian tidak dapat terurai secara alami. Ketika tisu basah masuk ke badan air yang lebih besar, hewan air berisiko mengonsumsinya dan akhirnya mati.

Selain Inggris, Australia juga menghadapi masalah serupa terkait tisu basah. Tak heran jika pada 2017, Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan yang mengklaim tisu basah larut seperti tisu toilet biasa.

Tuntutan di Pengadilan Federal Australia pernah diajukan terhadap Pental selaku produsen White King dan Kimberly-Clark Australia yang memproduksi tisu kebersihan bermerek Kleenex. ACCC menginginkan penalti terhadap keduanya, dan perintah untuk menghentikan pemasaran produk dengan klaim tersebut (tisu basah larut seperti tisu toilet biasa).

 
Berita Terpopuler