Siapa Saja yang Dimaksud Dhuafa dalam Perspektif Alquran?

Alquran menyebutkan kriteria dhuafa dari berbagai aspek

Stephen Morrisn/EPA
Alquran menyebutkan kriteria dhuafa dari berbagai aspek. Ilustrasi dhuafa
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, – Istilah dhuafa dalam Alquran dikenal dengan mustadhafin atau mustadhafun. Kedua istilah ini sudah cukup akrab di telinga umat Islam, meskipun hanya sedikit di antara mereka yang memahami maksud keduanya secara mendalam berlandaskan perspektif Alquran.

Baca Juga

Asep Usman Ismail dalam buku "Alquran dan Kesejahteraan Sosial" menjelaskan, Alquran menyebut istilah dhuafa dengan segala perubahan bentuk katanya sebanyak delapan kali yang tersebar pada beberapa ayat dan surat. Sedangkan istilah mustadhafun dan mustadhafin diulang sebanyak lima kali.

Sementara itu selain menyebut istilah dhuafa, mustadhafin, mustadhafun, Alquran juga menyebut istilah fakir dan miskin. Perkataan fakir dengan segala perubahan bentuk katanya diulang sebanyak 12 kali, sedangkan istilah miskin dengan segala perubahan bentuk katanya diulang sebanyak 23 kali yang tersebar pada beberapa ayat dan surat.

Secara tatanan bahasa, dhuafa merupakan bentuk jamak dari kata dhaif (lemah). Dengan demikian, dhaif dalam bentuk tunggal dan dhuafa dalam bentuk jamak meliputi orang-orang yang lemah kemampuan fisik, pengetahuan, keyakinan, kemauan, dan juga lemah ekonomi.

Dari segi kemampuan fisik, baik karena belum cukup umur, lanjut usia, maupun karena faktor kualitas kesehatan, maka yang dimaksud dengan dhuafa adalah anak-anak kecil, orang yang lanjut usia, dan orang-orang yang menyandang cacat fisik.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat At Taubah ayat 91, Allah berfirman: 

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَىٰ وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Laisa aladdhuafa wa laa alal-mardha wa la alalladzina laa yajiduna maa yunfiquna harajun idza nashahuu lillahi wa rasulihi maa alal-muhsinina min sabilin wallahu ghafurun rahim.” 

Yang artinya, “Tiada berdosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit, dan atas orang orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”   

Dijelaskan pula bahwa dhuafa dari segi pengetahuan adalah mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang terbatas karena faktor-faktor tertentu. Baik faktor bawaan sejak lahir, maupun faktor keterbatasan kesempatan untuk pengembangan diri dengan mengikuti pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.

Sedangkan yang dimaksud dhuafa dari segi keyakinan dan kemauan, adalah mereka yang tidak memiliki kepercayaan diri untuk mengubah nasib, meningkatkan kepercayaan diri untuk mengubah nasib, meningkatkan kesejahteraan, dan merancang masa dean anak-anak keturunan mereka untuk memoyong rantai kemiskinan.

Pendidikan dalam hal ini merupakan satu-satunya jalan untuk memotong mata rantai kemiskinan sehingga anak-anak mereka mengalami mobilitas vertical dan mobilitas horizontal. Sementara itu berpangkal dari ketidakpercayaan diri untuk mengubah nasib, maka pada waktu yang sama kaum dhuafa adalah mereka yang sangat lemah kemauannya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.

Kelemahan itu karena terbelenggu oleh keadaan sehingga mereka menyerah begitu saja pada keadaan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT daam Alquran surat An Nisa ayat 9, Allah berfirman: 

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 

“Walyakhsyalladzina law tarakuu min khalfihim dzurriyatan dhi’aafan khaafuu alaihim falyattaqullaha walyaquluu qaulan sadidan.” 

Yang artinya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka (wafat) meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terjadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” 

 

Raghib Al Ashfahani menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah dhiafan dalam ayat tersebut memiliki beberapa pengertian, salah satunya adalah pengertian lemah secara fisik. Maksudnya, orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah.    

 
Berita Terpopuler