Penguatan UMKM dan Sertifikasi Halal

Masih sangat terbatas produk UMKM yang telah mendapatkan sertifikasi halal

Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Sertifikasi Halal.
Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dessy Suciati Saputri / Iit Septyaningsih / Zahrotul Oktaviani

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Dengan jumlah yang mencapai 65 juta, kelompok usaha ini berkontribusi secara signifikan bagi upaya pemulihan ekonomi nasional.

Peran UMKM pun dibawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada side event KTT G20 yang membahas soal UMKM dan bisnis milik perempuan. Jokowi mengatakan, peran perempuan dan UMKM bagi kemajuan bangsa merupakan keniscayaan.

Bagi Indonesia, UMKM adalah sendi utama perekonomian. Indonesia memiliki lebih dari 65 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap 61 persen perekonomian nasional. Di saat yang sama, 64 persen pelaku UMKM Indonesia adalah perempuan sehingga bagi Indonesia, memberdayakan UMKM berarti juga memberdayakan perempuan.

Selain itu, UMKM juga menunjukkan ketangguhan yang cukup tinggi di tengah pandemi. Karena itu, Jokowi mengatakan, G20 harus terus mendorong penguatan peran UMKM dan perempuan melalui sejumlah aksi nyata.

"Pertama, meningkatkan inklusi keuangan UMKM dan perempuan. Inklusi keuangan adalah prioritas Indonesia. Indeks keuangan inklusif kami telah mencapai 81 persen dan kami targetkan mencapai 90 persen di tahun 2024," jelas Jokowi pada Sabtu (30/10), dikutip dari siaran resmi Istana.

Untuk mencapai hal itu, pembiayaan yang ramah dan akses pendanaan bagi UMKM di Indonesia akan terus diperkuat. Indonesia mengalokasikan 17,8 miliar dolar AS kredit usaha rakyat (KUR) dan lebih dari 2,4 juta pengusaha perempuan telah menerima bantuan ini. Selain itu, Indonesia juga meluncurkan 1,1 miliar dolar AS bagi Program Produktif Usaha Mikro dan 63,5 persen.

Yang perlu digarisbawahi, semua produk yang diperdagangkan, termasuk produk UMKM harus memiliki sertifikasi halal kecuali barang atau produk haram. Dengan adanya sertifikasi halal, maka akan mendorong penambahan nilai (value added) bagi pelaku usaha UMKM. Sementara bagi konsumen, hal itu akan memberikan rasa aman dalam mengonsumsi produk UMKM.

Sayangnya, saat ini masih sangat terbatas produk UMKM yang telah mendapatkan sertifikasi halal. Hal ini karena sejumlah kendala yang harus dihadapi UMKM yaitu ketersediaan anggaran serta pengetahuan dan pemahaman tentang halal serta proses sertifikasinya.

"Kalau punya sertifikat halal, UMKM berpotensi ekspor keluar negeri. Terutama ke negeri-negeri Islam," ujar Kepala Pusat Kajian Sains Halal Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) Profesor Khaswar Syamsu

Ia menuturkan, setidaknya ada delapan langkah dalam melakukan sertifikasi halal. Pertama memahami persyaratan dan regulasi sertifikasi halal, kedua menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) atau Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), ketiga menyiapkan dokumem sertifikasi halal, serta keempat melakukan pendaftaran sertifikasi halal yakni menggugah data.

Kemudian kelima melakukan monitoring preaudit dan pembayaran akad sertifikasi, keenam melakukan audit, dan ketujuh memperbaiki berdasarkan hasil audit sekaligus melakukan pengawasan pascaaudit. Lalu kedelapan, memperoleh Surat Ketetapan Halal dan sertifikat halal.

Ia  menjelaskan, ada tiga badan yang terlibat dalam kepengurusan sertifikasi halal. Pertama, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Kedua, Komisi Fatwa MUI, serta ketiga, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

"LPPOM MUI berfungsi menangani pemeriksaan kecukupan dokumen, penjadwalan audit, pelaksanaan audit, pembahasan hasil audit, penerbitan audit, penyiapan audit memorandum, laporan hasil audit, penyampaian laporan hasil audit dalam komisi fatwa dan pencetakan sertifikasi halal. Sementara Komisi Fatwa MUI bertugas, memutuskan status kehalalan produk yang didaftarkan untuk disertifikasi melalui rapat Komisi Fatwa," jelas dia.

Kemudian BPJPH, merupakan badan yang dimandatkan Undang-Undang (UU) dalam proses sertifikasi halal. Pelaku usaha bisa langsung mengajukan sertifikasi halal ke BPJPH. "Pengajuan ke BPJPH meliputi permohonan, pemeriksanan, penetapan, pengujian, pengecekan, fatwa, serta penerbitan," katanya.


Baca Juga

Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menerapkan digitalisasi, termasuk dalam pelaksanaan layanan sertifikasi halal. Proses pengajuan sertifikasi halal melalui sistem informasi halal atau Sihalal secara daring juga terus dikembangkan oleh BPJPH untuk peningkatan kualitas layanan. Sertifikat halal yang dikeluarkan BPJPH juga dalam bentuk sertifikat halal digital.

Kepala BPJH Aqil Irham menegaskan tak hanya soal sertifikasi halal, digitalisasi pemasaran dan manajemen produk halal juga merupakan sebuah keniscayaan di era perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini. Kementerian Agama (Kemenag) mulai menggencarkan pelatihan digitalisasi pemasaran dan manajemen produk halal bagi 1.000 UMKM. Pelaksanaan pelatihan didukung empat platform digital, yaitu, LinkAja, Bukalapak, Tokopedia, dan Blibli.

"Pelatihan akan diberikan untuk UMKM di sejumlah provinsi. Kita mulai dari UMKM Provinsi Sumatera Barat,” ujar Kepala BPJH Aqil Irham dalam keterangan yang didapat Republika, Selasa (2/11).

Pemerintah menyakini digitalisasi pemasaran secara strategis akan membantu UMKM dalam meningkatkan angka pemasaran.

“Program penguatan UMKM juga diharapkan dapat menjadi pemacu bangkitnya pelaku UMKM yang telah dua tahun terdampak pandemi Covid-19. Percepatan digitalisasi dan sertifikasi produk UMKM diharapkan mampu menjadi titik balik kebangkitan UMKM yang merupakan pilar penting perekonomian nasional,” katanya.

 
Berita Terpopuler