Tertular Covid-19, Dirawat di RS atau Isoman?

Masyarakat diminta tetap menjalani prokes, meski positivoto rate nasional 1,1 persen.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Relawan Satgas PPKM RW 10 memeriksa kesehatan pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri (Isoman).
Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rr Laeny Sulistyawati/Dian Fath Risalah

Meski kasus Covid-19 di Indonesia tengah melandai, penularan masih terjadi. Orang yang tertular virus ini, seringkali dihadapkan pilihan. Apakah menjalani isolasi mandiri (isoman) atau menjalani perawatan medis di rumah sakit (RS).

Ketua Satuan Tugas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban mengatakan, ada hal-hal yang menentukan seseorang yang terinfeksi virus kemudian harus dirawat di RS. Pertama, orang yang terinfeksi Covid-19 yang tidak merasakan apa-apa. Namun, saat menjalani rontgen ternyata terdapat pneumonia di paru-parunya.

"Maka pasien wajib dirawat di rumah sakit karena pneumonia juga bisa tanpa gejala. Paru-parunya bisa terganggu," ujarnya saat konferensi virtual tanya Jawab IDI bertema Kenapa Harus Tes PCR Sebelum Bepergian?, akhir pekan lalu.

Kemudian jika pasien Covid-19 memilih isoman di rumah, dia meminta, harus rutin mengecek saturasi oksigennya. Kemudian, saat diperiksa saturasi oksigennya ternyata rendah kurang dari 90 persen, maka wajib dirawat.  

Itu karena, bisa terjadi happy hypoxia yaitu kondisi saturasi oksigennya turun drastis namun tubuh masih belum merasakan apa-apa. "Karena pasien Covid-19 bisa tiba-tiba mendadak kolaps atau meninggal dunia," katanya.

Dia mencontohkan, selama periode Juli-Agustus 2021 lalu, saat kasus Covid-19 sedang banyak, ternyata pasien isoman yang meninggal dunia berjumlah ribuan. Penyebabnya, selain karena rumah sakit penuh, pasien Covid-19 tanpa gejala ini tidak cek saturasi oksigennya. Dia juga tidak periksa rontgen dan kemudian meninggal dunia. 

"Seringkali, meski positif Covid-19, kemudian isolasi mandiri di rumah. Kemudian tahu dari laboratorium, namun tidak konsultasi dengan dokter," ujarnya.

Jadi, ucap dia, banyak pasien Covid-19 hanya menilai diri sendiri saja. Kemudian merasa masih sehat, bisa jalan, tidak merasakan masalah jadi memilih isoman di rumah saja. Padahal, dia menegaskan, pasien Covid-19 harusnya menjalani rontgen dan rutin periksa saturasi oksigen menggunakan oximeter"Kemudian yang tak kalah penting adalah konsultasikan dengan dokter," ujarnya.  

 

 

Waspadai kenaikan kasus 

Prof Zubairi mengingatkan, untuk tetap mewaspadai kenaikan kasus Covid-19. Masyarakat diminta tetap menjalani protokol kesehatan, meski positivoto rate nasional 1,1 persen serta jumlah pasien Covid-19 terbilang sedikit.

"Perketat dan awasi karantina. Jangan lupa ada 105 kabupaten kota yang kasus positifnya naik, " kata Zubairi dalam keterangannya, Ahad (31/10).

Juru Bicara Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito meminta hal serupa. Pasalnya, saat ini, tren mobilitas sudah mengalami kenaikan, yaitu mencapai 22,14 persen di pusat belanja, 5,43 persen di taman, dan 2,68 persen di tempat retail dan rekreasi.

Padahal, kondisi kasus Indonesia yang saat ini sedang berada di titik terendah dan telah menurun selama 15 minggu. Kondisi ini yang perlu dipertahankan agar tidak kembali meningkat pada saat periode libur Nataru.

Wiku menekankan, terjadinya peningkatan mobilitas menjadi tantangan terbesar. Untuk itu, upaya kolektif seluruh lapisan masyarakat merupakan kunci mempertahankan kondisi yang cukup baik ini. 

Sementara dari sisi pemerintah melakukan upaya percepatan peningkatan capaian vaksinasi utamanya dosis kedua. Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah tertinggi orang yang telah divaksinasi minimal dosis pertama.

Hal lain yang terus diingatkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk wajib menerapkan disiplin protokol kesehatan terlebih ditengah aktivitas dan mobilitas yang semakin meningkat. Jika setiap orang bertanggung jawab untuk memakai masker, rajin mencuci tangan dan sebisa mungkin periode Nataru tidak menyebabkan ledakan kasus Covid-19.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, saat ini, situasi di Indonesia baik di tingkat nasional maupun provinsi secara umum terjadi penurunan tren kasus baru. Namun, hal ini, tidak mengurangi kewaspadaan Indonesia dalam menghadapi pandemic Covid-19. Mengingat, di beberapa negara kembali terjadi lonjakan kasus.

Berdasarkan laporan WHO per 26 Oktober 2021, terjadi peningkatan jumlah kasus maupun kematian di tingkat global dan regional Eropa yang berkontribusi lebih dari 50 persen total penambahan kasus baru dan sekitar 14 persen dari total kematian baru. Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Turki dan Ukraina merupakan negara yang melaporkan kasus tertinggi di level global.

Pemerintah, tambah Nadia, juga terus mempertahankan testing rate dan positivity rate pada level yang direkomendasikan WHO. Membaiknya situasi pandemi juga berimbas kepada kondisi rumah sakit.

Nadia berharap, semua elemen harus sama-sama memahami bahwa dengan tingkat pergerakan masyarakat yang semakin tinggi, maka tentu risiko interaksi dan penularan juga semakin tinggi. Namun, risiko ini bisa diminimalisir jika masyarakat patuh, taat, dan disiplin menjalankan protokol kesehatan dan tetap selektif dan bijak saat beraktivitas.

Sebeb, melihat perkembangan penanganan per provinsi per Ahad (31/10), terdapat 5 provinsi dengan angka tertinggi penambahan positif. Yakni di DkI Jakarta menambahkan 113 kasus dan kumulatifnya 861.540 kasus, diikuti Jawa Barat menambahkan 100 kasus dan kumulatifnya 705.829 kasus, Jawa Timur menambahkan 57 kasus dan kumulatifnya 398.268 kasus, Jawa Tengah menambahkan 54 kasus dan kumulatifnya 485.110 kasus serta Banten menambahkan 28 kasus dan kumulatifnya 132.344 kasus. Untuk itu, kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan.

 

 
Berita Terpopuler