Lakpesdam PWNU DKI Keluarkan Gagasan Fikih Tata Kota

Fikih tata kota merupakan respons kompleksitas tata kota DKI Jakarta

Antara/Indrianto Eko Suwarso
Fikih tata kota merupakan respons kompleksitas tata kota DKI Jakarta. Ilustrasi salah satu sudut Kota Jakarta
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Jakarta - Berangkat dari pemikiran tentang kompleksitas tata kota di Jakarta, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarata (Lakpesdam PWNU DKI Jakarta) mengeluarkan gagasan tentang pentingnya gagasan fikih tata kota.  

Baca Juga

Gagasan tersebut bertujuan untuk menjawab tantangan perkembangan perkotaan yang ada saat ini, khususnya di DKI Jakarta dan turut mewujudkan akselerasi tercapainya visi DKI Jakarta, yaitu Maju Kotanya, Bahagia Warganya. 

Gagasan tersebut akan dibahas dalam seminar dengan tema “Menggagas Implementasi Fikih Tata Kota untuk Jakarta: Maju Kotanya, Bahagia Warganya”. Kegiatan ini akan diselenggarakan bersamaan dengan Pelantikan dan Rakerwil Pengurus Lakpesdam PWNU DKI Jakarta Masa Khidmat 2021-2026 di Aula Al-Fattah Masjid Istiqlal Jakarta Pusat, Ahad (24/10). 

Menurut Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta,  KH Khalilurrahman, kegiatan ini dilatarbelakangi Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah yang menjadi tempat pusat pemerintahan Negara sekaligus pusat ekonomi Nasional. “Hal ini tentu mempunyai problem yang sangat kompleks dalam hal pengelolaan tata ruang,” katanya di Jakarta, Sabtu (23/10). 

Apalagi, kata Kiai Khalil, dengan posisi DKI Jakarta yang juga menjadi salah satu kota padat penduduk yakni lebih dari 11 juta mendiami daratan dengan luas sekitar hanya 662 kilometer persegi sehingga menambah kompleksitas tersendiri 

“Isu yang terkait dengan tata kota merupakan isu yang multi dimensional dan semuanya saling terkait, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan, hunian yang nyaman, lingkungan yang sehat dan hijau, potensi kebencanaan, sistem transportasi, pelayanan publik bahkan sampai bagaimana menghadirkan keadilan baik secara ekonomi maupun sosial budaya untuk para penduduknya, dan masih banyak isu lainnya,” paparnya. 

Melakukan manajemen terhadap semua isu tersebut secara ideal, dinilai Kiai Khalil, jelas bukan sesuatu hal yang mudah, namun harus selalu diikhtiarkan untuk mencapai kondisi yang lebih baik. “Penataan kota yang tidak baik akan menghasilkan bebagai macam problem yang mendasar bagi masyarakat,” tuturnya.  

Problem yang terjadi pun juga multidimensional, seperti; kemacetan, kriminalitas, ketimpangan ekonomi, kualitas hidup, pendidikan dan berbagai macam problem turunan lainnya dari problem utama tersebut. 

Lebih jauh Kiai Khalil menjelaskan, gagasan mengenai tata kota yang ideal untuk Jakarta pasti sudah banyak disampaikan oleh para ahli, namun demikian proses Jakarta menuju kota yang ideal masih membutuhkan ikhtiar dan kerja-kerja panjang. 

Berbagai macam ikhtiar telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta salah satunya adalah dengan membuat program Jakarta Kota Kolaborasi. Program ini berupaya untuk melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi bersama.   “Program ini perlu diapresiasi dan tentunya harus didukung agar tercapai kehidupan bersama di kota Jakarta ini menjadi lebih baik,” ungkap Kiai Khalil.

Sekretaris Lakpesdam PWNU DKI Jakarta, KH Robi Nurhadi, mengatakan salah satu ikhtiar dalam mewujudkan tata kota Jakarta yang ideal adalah konsep Fikih Tata Kota. Pendekataan perspektif keagamaan dalam hal ini fiqh untuk melihat problematika tata kota, dapat digolongkan sebagai gagasan yang baru dalam konteks Indonesia.  “Sebab, selama ini pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan yang konvensional,” ujarnya. 

Fiquh tata kota adalah tata cara menata pembangunan kota berdasarkan Islam, yakni Alquran, hadits, dan ijma/qiyas serta pendapat ulama serta ilmuan. Falsafah mendasar tujuan fiqih tata kota ini adalah sebagaimana tujuan dasar syariah (maqosidussyariah), yakni: hifdzuddin (menjaga agama), hifdzunnafs (menjaga jiwa/diri), hifdzulaql (menjaga akal), hifdzulmaal, (menjaga harta), hifdzulirdl (menjaga kehormatan).  

Lebih jauh, Kiai Robi menjelaskan, gagasan fiqih tata kota ini ingin menyerasikan antara kemajuan kota yang bersifat duniawi dengan peningkatan kualitas SDM penduduknya yang bersifat ukhrawi. Skala Fikih Tata Kota bersifat universal, dalam arti dapat digunakan di berbagai negara. 

Dalam skala nasional, Indonesia dapat menjadi percontohan sehubungan Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim (right market) namun bukan negara Islam.

Ruang Lingkup Fikih Tata Kota adalah legalisasi atau internalisasi yang dapat dimasukan dalam muatan Konstitusi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perpres, Permen, Perda, Pergub dan lain sebagainya. 

 

Kota Jakarta dianggap Kiai Robi merupakan kota yang tepat dalam mengimplementasikan gagasan fiqh tata kota ini. Sebab, Jakarta saat ini memenuhi karakter ideal, di antaranya mayoritas penduduknya Muslim, adanya dukungan politik dari Gubernur, permasalahan tata kota yang rumit dan kompleks, alokasi anggaran penanganan masalah tata kota yang sangat besar dibandingkan kota-kota lainnya.  “Berdasarkan hal-hal tersebut, maka fiqih tata kota dalam konteks Jakarta ini memiliki signifikansi sosial-ekonomi yang tinggi,” kata dia.    

 
Berita Terpopuler