Kebenaran Mitos Bintang Jatuh Menurut Nabi Muhammad SAW

Alquran dan hadits memuat kisah tentang bintang jatuh.

EPA-EFE/GEORGI LICOVSKI
Kebenaran Mitos Bintang Jatuh Menurut Nabi Muhammad SAW
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mitos tentang bintang jatuh telah muncul sejak dahulu kala, bahkan sejak sebelum Islam datang. Berbagai mitos kerap dikaitkan dengan fenomena ini, salah satunya doa bisa terkabul saat dipanjatkan ketika melihat bintang jatuh.

Baca Juga

Namun, Islam sejatinya melarang takhayul, kebodohan, dan taklid buta atau mengikuti tanpa tahu dalil atau kebenarannya dalam Alquran dan hadits. Karena itulah, Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah untuk berupaya keras menentang hal-hal tersebut.

Dalam artikel di About Islam, Spahic Omer mengatakan Rasulullah SAW diutus untuk mencerahkan dan membimbing manusia. Alquran sendiri merangkum ajaran untuk membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Spahic Omer, penulis pemenang penghargaan, adalah Associate Professor pada Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia (IIUM). Ia menempuh pendidikan di Bosnia, Mesir, dan Malaysia.

Pada 2000, ia memperoleh gelar PhD dari Universitas Malaya di Kuala Lumpur dalam bidang sejarah dan peradaban Islam. Minat penelitiannya meliputi sejarah, budaya dan peradaban Islam, serta sejarah dan teori lingkungan binaan Islam.

Kisah tentang bintang jatuh telah diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits riwayat Muslim (Buku 26, Hadits No. 5538). Dikisahkan, Nabi Muhammad SAW tengah duduk di malam hari dengan beberapa sahabatnya ketika tiba-tiba sebuah meteor (bintang jatuh) menunjukkan cahaya yang menyilaukan. Rasulullah SAW kemdian bertanya apa yang biasa dikatakan orang-orang di masa pra-Islam ketika ada fenomena bintang jatuh seperti itu.

Para sahabat menjawab mereka biasa mengatakan pada malam itu seorang pria hebat telah lahir atau seorang pria hebat meninggal. Namun, Nabi SAW berkata meteor-meteor itu ditembakkan bukan karena kematian atau kelahiran seseorang.

Sebaliknya, ketika Allah SWT hendak mengeluarkan perintah, firman-Nya ditransmisikan dari satu kelompok malaikat ke yang lainnya di seluruh tujuh lapis langit. Seperti dijelaskan dalam Alquran surat Al Jin ayat 8-10, disebutkan jin dahulu dengan mudah naik ke langit dengan tenang untuk mencuri dengar pembicaraan para malaikat.

Akan tetapi, walaupun kini masih memiliki kemampuan, upaya setan itu diusik oleh semburan panah-panah api. Para jin itulah yang mencuri dengar pembicaraan malaikat dan kemudian membocorkannya kepada manusia-manusia peramal atau ahli nujum, walaupun hanya sepotong-sepotong atau keliru.

Ketika jin berupaya menguping pembicaraan para malaikat itulah, malaikat menyerang jin dengan meteor. Nabi SAW mengatakan, jika mereka (jin) hanya meriwayatkan yang berhasil mereka rampas, maka itu benar, tetapi mereka mencampur-adukkannya dengan kebohongan dan menambahkannya dengan informasi keliru.

 

Proses ini disebutkan dalam Alquran: "Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan (telah memeliharanya) sebenar-benarnya dari setiap setan yang sangat durhaka, setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal. Tetapi barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang." (QS. As-Saffat: 6-10)

Dalam surat lain juga disebutkan hal sama: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandanginya, dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk, kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat di dengar (dari malaikat), lalu dia dikejar oleh sumber api yang terang." (QS. Al-Hijr: 16-18)

Kata yang digunakan untuk melempar meteor ke jin adalah "rajm." Secara umu, rajm dalam bahasa Arab berarti 'melempari batu' atau 'melempari seseorang atau sesuatu dengan batu'. Rajm juga berarti "rudal", "proyektil" dan bahkan "meteor".

Oleh karena itu, atribut utama setan adalah al-rajim, yang biasanya diterjemahkan sebagai "diusir" dan "terkutuk". Namun, akar kata tersebut adalah rajm (dirajam).

Seperti kerap disebutkan, orang-orang yang beriman dengan gigih meminta perlindungan Allah dari setan yang al-rajim (terkutuk dan yang dirajam). Dengan demikian, setan dilempari dan dijauhkan di syurga dengan meteor, sebelum dirajam dan ditahan di bumi oleh perbuatan shalih dari orang-orang yang beriman.

 

Secara simbolis, melempari setan dilakukan dalam ritual wajib haji, dengan melemparkan batu ke tiga pilar yang melambangkan setan, melambangkan nasib buruknya setan. Omer mengatakan, tidak ada kedamaian atau perlindungan bagi setan dan pengikutnya dari adanya kehadiran senantiasa dari Allah dan tentara-Nya di langit dan di Bumi.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat Al-Fath ayat 7, "Dan kepunyaan Allah-lah tentara (pasukan) langit dan bumi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Dari hadits tentang kisah bintang jatuh tersebut, Omer menuturkan setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan ketika kita mendengar sebuah mitos atau takhayul tentang sesuatu. Pertama, sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW, hendaknya manusia memiliki rasa ingin tahu dan bertanya. Hal itu agar mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan kemudian menambah pedoman bagi mereka.

Omer mengatakan, seseorang yang berpikir dan merasa cukup tahu tidak akan maju. Sebaliknya, dia tidak akan menaklukkan, tetapi akan ditaklukkan. Karena itu, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Nahl ayat 43, "Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."

Sebagaimana mengutip petuah bijak Confucius, "Orang yang bertanya akan terlihat bodoh selama satu menit, orang yang tidak bertanya akan bodoh seumur hidup."

 

Selanjutnya yang kedua, Omer mengatakan hendaknya berpikiran terbuka dan kritis dalam mengejar pengetahuan. Ia mengatakan, manusia harus menolak taklid buta. Menurutnya, takhayul, mitos dan legenda, tidak boleh dijadikan penghiburan. orang harus bebas dan termotivasi, dan tidak boleh mengakui batasan yang dipaksakan atau dibuat-buat.

"Satu-satunya hal yang harus menginspirasi dan membimbing mereka adalah kebenaran tak terbatas yang didasarkan pada wahyu dan akal. Satu-satunya tujuan mereka adalah menemukan, merangkul, dan menjalankan kebenaran itu," kata Omer.

Ketiga, Omer mengatakan mengajukan pertanyaan, menyelidiki, kembali mencari tahu, membantah dan meragukan adalah konsep kritis. Mereka harus didefinisikan dengan jelas dan ruang lingkupnya, serta perannya, ditetapkan dengan jelas dengan latar belakang pengetahuan dan kebijaksanaan.

"Sama sekali tidak boleh hanya menebak, dugaan dan skeptisisme yang diakomodasi. Mereka semua adalah antitesis dari pengetahuan dan kebenaran.  Agnostisisme adalah kutukan dari keberadaan dan hanya dapat membawa pada keputusasaan dan depresi," ujar Omer.

Oleh karena itu, menurutnya, etika yang tepat untuk pencarian pengetahuan dan penerapan pengetahuan itu sangat penting. Sebuah petunjuk itu diberikan dalam arahan Allah untuk membaca dan menyatakan. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-A'laq ayat 1, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan." 

 
Berita Terpopuler