Guru Besar FK UI: Perlunya Masyarakat Kenali Long Covid

Biasanya keluhan yang tergolong pasca-Covid ini terjadi 3 bulan usai gejala awal.

Republika/Thoudy Badai
Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama mengatakan, daalam situasi pandemi Covid-19 yang sedang melandai, ada baiknya masyarakat bisa mengenali Long Covid yang dialami para penyintas Covid.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama mengatakan, daalam situasi pandemi Covid-19 yang sedang melandai, ada baiknya masyarakat bisa mengenali Long Covid yang dialami para penyintas Covid. Setiap rumah sakit diharapkan menyediakan klinik pasca Covid-19.

"Sampai sekarang ini, banyak para penyintas yang mengeluh tetap saja ada berbagai gejala yang cukup berkepanjangan sesudah dinyatakan sembuh dari Covid-19, beberapa minggu dan bahkan sampai beberapa bulan," kata Prof Tjandra dalam pesan singkatnya, Senin (18/10).

Ia berharap, setiap rumah sakit dan mungkin juga Puskesmas agar menyediakan klinik pasca-Covid-19, berita baiknya hal ini sudah dimulai di beberapa rumah sakit. Pasien yang sudah sembuh dari Covid-19 dan masih mengalami berbagai keluhan dapat dilayani dengan baik di klinik pasca-Covid ini.

"Kita perlu melakukan berbagai penelitian tentang pasca-Covid, baik yang bersifat penelitian ilmiah dasar (basic science) dalam aspek biomolekuler dan juga penelitian klinik terapan, termasuk menemukan cara penanganan dan pengobatan terbaik," tuturnya.

Sementara dari kacamata ekonomi kesehatan, harus ada mekanisme keuangan. Hal itu agar pasien pasca-Covid dapat terus mendapat penangangan medik dengan baik tanpa harus terbebani biaya yang tidak dapat dia tanggung, ini sesuai dengan prinsip Universal Health Care (UHC) yang dianut dunia.

Terkait long Covid ini, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO telah melakukan pengumpulan pendapat para pakar dari berbagai negara dalam bentuk Konsensus Delphi untuk membuat definisi keadaan ini, dan telah dipublikasi pada 6 Oktober 2021. Dalam publikasi WHO 6 Oktober 2021 ini ada lima pengertian tentang long Covid, yang dalam publikasi ini disebut sebagai post-Covid.

 

"Yang dalam bahasa Indonesia kita dapat pakai istilah “Pasca COVID”, pertama adalah kondisi pasca COVID-19 dapat terjadi pada seseorang dengan status probable atau terkonfirmasi COVID-19," ujarnya.

Kedua, biasanya keluhan yang tergolong pasca COVID ini terjadi sesudah 3 bulan dari awal gejala penyakit COVIDnya, dan biasanya juga lama keluhan-keluhan pasca COVID berlangsung selama setidaknya 2 bulan. Serta tidak dapat diterangkan penyebab keluhannya selain yang mungkin sebagai pasca COVID ini.

Ketiga, gejala dan keluhan yang biasa timbul adalah rasa lemah (fatigue), sesak napas dan gangguan kognitif yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhannya dapat dalam berbagai bentuk yang amat luas variasinya, seperti nyeri perut, gangguan menstruasi, gangguan penciuman/ pengecap, gelisah (anxiety), penglihatan kabur, nyeri dada, batuk, depresi, pusing dan demam hilang timbul.

"Gejala dan keluhan dapat juga berupa gangguan saluran cerna baik diare maupun konstipasi dan “acid reflux”, juga bisa sakit kepala, gangguan memori, nyeri sendi, nyeri otot, neuralgia, bentuk alergi baru, gangguan tidur, berdebar debar dan juga telinga berdenging atau gangguan pendengaran lainnya," terangnya.

Keempat, gejalanya bisa bersifat baru muncul, atau langsung muncul sesudah pulih dari keadaan akut serangan COVID-19 dan bisa juga menetap saja sejak awal sakit COVID-19 sampai beberapa bulan kemudian. Kemudian kelima, gejala dan keluhan dapat berfluktuasi berat ringannya, dan dapat juga sementara hilang dan lalu datang lagi, seperti kambuh begitu.

Prof Tjandra menyampaikan, ada empat manfaat utama dari definisi WHO terbaru ini. Pertama, menjadi lebih jelas apa yang dimaksud sebagai Long COVID ini.

Kedua ,dengan lebih jelas definisinya maka akan lebih jelas juga penanganan kliniknya. Kemudian, masyarakat mengetahui bahwa Long COVID juga punya aspek ekonomi dan asuransi kesehatan, khususnya apakah keluhan-keluhan yang ada akan dapat ditanggung asuransi dan atau akan dapat menjadi alasan untuk gangguan pekerjaan yang akan dialami pasiennya.

 

"Dan keempat, dengan kemungkinan perkembangan ilmu dan pemahaman kita di masa datang maka mungkin saja definisi kelak diperbarui lagi," kata dia.

 
Berita Terpopuler