Klinik Kolombia Batalkan Eutanasia Martha Sepúlveda

Klinik batalkan eutanasia Martha Sepúlveda 11 jam jelang penyuntikan.

Noticias Caracol
Martha Sepúlveda Campo, warga Kolombia pertama dengan penyakit non terminal yang mendapat izin untuk disuntik mati.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Martha Sepúlveda Campo secara sukarela telah mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk menjalani prosedur eutanasia pada Ahad (10/10). Dia telah mengantongi izin untuk disuntik mati sebagai pasien pertama dengan penyakit non terminal yang menjalani prosedur tersebut di Kolombia. Namun, takdir berkata lain.

Prosedur eutanasia ini semula akan berlangsung di Instituto Colombiano del Dolor pada akhir pekan lalu, tepatnya pukul tujuh pagi waktu setempat. Akan tetapi, 11 jam sebelum eksekusi, komite dari institusi tersebut membatalkan rencana prosedur eutanasia Martha.

Baca Juga

Mereka menilai Martha tak memenuhi kriteria untuk menjalani prosedur tersebut. Hingga saat ini belum diketahui apakah pihak keluarga Martha akan mengambil tindakan agar prosedur eutanasia tersebut tetap dilakukan atau tidak.

Kolombia merupakan satu dari sedikit negara yang melegalkan prosedur eutanasia bagi warganya yang memenuhi kriteria. Dekriminalisasi eutanasia secara resmi disahkan di negara tersebut pada tahun 1997.

Hingga tahun ini, Kolombia hanya melegalkan prosedur eutanasia untuk pasien dengan penyakit terminal, yakni penyakit yang tak dapat disembuhkan dan memicu kematian. Namun, per 22 Juli, Mahkamah Konstitusi Kolombia menyatakan bahwa hak untuk memilih kematian yang bermartabat juga dapat dimiliki oleh pasien yang mengalami kesakitan fisik atau mental intens akibat cedera tubuh atau penyakit serius dan tak dapat disembuhkan.

Dengan kata lain, pasien dengan penyakit non terminal yang memenuhi kriteria ini bisa menjalani prosedur eutanasia. Enam hari setelahnya, Martha mengajukan permintaan resmi untuk menjalani prosedur eutanasia karena merasa memenuhi kriteria baru tersebut.

Pada 6 Agustus, permintaan Martha dikabulkan dan dia dijadwalkan akan menjalani prosedur eutanasia pada 10 Oktober. Martha mengaku hari-harinya setelah mendapatkan persetujuan tersebut menjadi lebih tenang. Dia pun menjadi lebih banyak tertawa dan bisa tidur dengan lebih nyenyak.

Kesebelas saudara Martha juga telah menyetujui keputusan Martha ini. Di sisi lain, anak laki-laki Martha yaitu Federico Redondo Sepulveda mengaku ingin sang ibu tetap ada di sisinya, dalam kondisi apa pun.

"Tapi saya tahu dari kata-katanya bahwa dia tak lagi hidup, dia hanya bertahan," jelas Federico.

Oleh karena itu, Federico memilih untuk selalu mendampingi sang ibu di hari-hari terakhirnya sebelum menjalani prosedur eutanasia. Beberapa hari sebelum prosedur eutanasia akan dilakukan, Federico dan Martha bahkan sempat bersenda gurau bersama sambil menikmati bir untuk "merayakan" perpisahan mereka.

Martha merupakan seorang pasien yang mengidap penyakit degeneratif. Sejak 2019, Martha didiagnosis mengidap amytrophic lateral sclerosis (ALS).

Penyakit yang mengenai sistem saraf tersebut dapat mempengaruhi mobilitas tubuh. ALS juga dapat dipandang sebagai penyakit fatal meski tidak menyebabkan kematian dalam waktu singkat.

Baca juga : Guru yang Dituduh Paksa Murid Buka Jilbab Angkat Bicara

Seiring waktu, ALS membuat kondisi Martha semakin memburuk. Gejala-gejala yang muncul membuatnya tak lagi mampu berjalan tanpa dibantu.

"Pada kondisi ini, hal terbaik yang bisa terjadi pada saya adalah istirahat," ungkap Martha, seperti dilansir NBC News.

Meski sudah berstatus legal untuk pasien dengan kriteria tertentu, prosedur eutanasia di Kolombia masih mendapatkan penentangan dari beberapa pihak, termasuk pihak religius penganut Katolik Roma. Pemuka agama Monsinyur Francisco Antonio Ceballos Escobar pernah menyebut prosedur eutanasia sebagai sebuah bentuk pembunuhan.

"Yang sangat bertentangan dengan martabat pribadi mansuia dan rasa hormat ilahiah kepada sang pencipta," ungkap Monsinyur Francisco.

Menurut Monsinyur Francisco, orang-orang di sekitar pasien yang sakit tak seharusnya memberikan prosedur eutanasia sebagai opsi jalan keluar. Mereka seharusnya berupaya merawat sang pasien dengan baik.

 
Berita Terpopuler