'Dinyinyiri' LaporCovid-19, TNI Malah Dipuji IDI Hingga Ahli

Yang penting dalam kondisi pandemi adalah kerja sama, tidak saling menyalahkan.

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Prajurit TNI Angkatan Laut membantu mendorong kursi roda warga yang telah divaksin COVID-19 di Lapangan Thor, Surabaya, Jawa Timur.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Rr Laeny Sulistyawati, Haura Hafizhah

Pandemi Covid-19 di Tanah Air sudah terjadi 1,5 tahun terakhir. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LaporCovid-19 mengkritisi keterlibatan militer dalam penanganan pandemi virus ini, bahkan sejak awal virus ini ada di Indonesia.

Baca Juga

Menurut Relawan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah, pada awal pandemi, pemerintah sudah melibatkan TNI/Polri untuk memegang kendali. "Ini terlihat dari struktur gugus tugas Covid-19 pada Keputusan Presiden (Keppres) nomor 7/2020 maupun perubahannya di Keppres Nomor 9/2020," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (7/10).

Menurutnya, susunan organisasi berdasarkan Keppres no 9/2020 menyebutkan bahwa struktur gugus tugas penanganan Covid-19 terdiri dari aparar militer. Mulai dari ketua pelaksana dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wakil ketua III dari Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, wakil ketua IV yang juga menjabat srbagai Asisten Operasi Panglima TNI, dan wakil ketua V yang diisi oleh Asisten Operasi Kepala Kepolisian Indonesia.

Alih-alih menyerahkan kewenangan pada otoritas kesehatan, menurut Firdaus, pemerintah justru memberikan kewenangan lebih pada TNI/Polri. Di antaranya, dia melanjutkan, petugas lacak kontak erat dari TNI, khususnya Babinsa yang kurang efektif.

Kemudian, dia melanjutkan, mobile rapid test polymerase chain reaction (RT PCR) dan obat Covid-19 oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Tak hanya itu, dia menambahkan, penegakan protokol kesehatan oleh TNI/Polri yang disertai sanksi fisik.

"Terakhir adalah penyelenggaraan sentra vaksinasi oleh TNI/Polri," ujarnya.

Selama periode Juli 2020 hingga April 2021, LaporCovid-19 mencatat menerima 1.096 laporan warga mengenai ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan meskipun ada pengerahan TNI/Polri.

"Lemahnya penegakan aturan ini diperparah dengan pembiaran pejabat resmi maupun wakil rakyat yang kerap mengadakan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak namun tidak diberikan sanksi," katanya.

LaporCovid-19 juga menyoroti oknum militer yang melanggengkan kekerasan. Ini termasuk sanksi fisik pelanggar protokol kesehatan meliputi push up, penggunaan meriam air, tidur di peti mati, pemukulan, penganiayaan, hingga pembubaran massa yang berlebihan.

Selain itu, dia menambahkan, oknum militer dibiarkan melakukan tindakan represif diantaranya penekanan terhadap tenaga kesehatan rumah sakit darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet yang menyuarakan hak intensifnya selama menangani Covid-19.

"Penangkapan demonstran yang kemudian diarahkan berkumpul di suatu tempat. Sehingga, tidak menjaga jarak dalam mobil polisi, tidak mengenakan masker, hingga diminta untuk melepas baju," ujarnya.

Berbeda dengan opini 'nyinyir' LaporCovid-19, beberapa lembaga seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), hingga Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) justru menilai sebaliknya. Menurut mereka, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki peran yang baik dalam penanganan virus ini.

Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iris Rengganis menjelaskan, militer ikut memberikan penanganan saat kejadian bencana alam, pengungsian, hingga wabah penyakit.

"Pandemi Covid-19 kan termasuk (wabah penyakit), khususnya percepatan penanganan pandemi Covid-19 jenis operasi kemanusiaan," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (8/10).

Pada masa pandemi Covid-19, Iris melanjutkan, pihak TNI juga mengadakan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, penyediaan tenaga medis, baik dokter spesialis dan dokter umum. Tak hanya itu, ia menyebutkan pihak militer juga mengamankan jalur logistik, pengamanan fasilitas publik, pengamanan protokol kesehatan hingga mendistribusi berbagai alat kesehatan ke provinsi dengan pesawat angkut, dan armada truknya.

"Tapi ini tidak terlalu diangkat dan tidak kelihatan, padahal mereka sudah melakukannya. Sebetulnya kerja sama TNI bagus sekali," ujarnya.

Terkait ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang bukan diisi pihak medis melainkan militer, ia menjelaskan sebenarnya tidak harus selalu seperti itu. Menurutnya, pejabat yang memimpin penanganan Covid-19 bisa dari siapa saja, yang jelas dapat mengurus manajemennya.

Namun, ia menilai militer baik dalam kepemimpinanannya karena telah memiliki pesawat, alat logistik lebih baik dan itu yang memungkinkan mereka bisa bergerak cepat. Sementara itu, pihak medis menangani kebutuhan kesehatan. Artinya, para dokter dan tenaga medis lah yang menangani penyakit dan pasiennya.

"Jadi, kalau dokter juga yang menjadi ketua penanganan Covid-19 maka bisa tak fokus. Padahal, dokter harus memikirkan kondisi pasien, hingga memberikan rekomendasi," katanya.

Ia menambahkan, di dalam tubuh militer juga ada dokter yang nantinya ikut membantu pemerintah dalam menjembatani penanganan Covid-19. Jadi, dia melanjutkan, semua pihak harus bekerja sama di saat pandemi seperti sekarang.

"Yang penting saat kondisi pandemi adalah kerja sama, tidak saling menyalahkan. Ayo dibantu, jangan memikirkan siapa yang berkuasa, mari bergandengan tangan untuk menangani pandemi," katanya.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) juga menekankan perlunya kolaborasi berbagai pihak, termasuk militer untuk menangani dan menurunkan Covid-19. Humas Persi, Anjari Umarjianto mengatakan, pandemi Covid-19 adalah wabah dengan skala dan dampak yang luar biasa.

"Penanganannya butuh kerja sama dan kolaborasi multisektor, tidak hanya sektor kesehatan. Dengan demikian, keterlibatan semua pihak, termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) memang dibutuhkan," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (8/10).

Oleh karena itu, dia menambahkan, Persi tentu mengapresiasi semua pihak yang berkontribusi menangani pandemi Covid-19, termasuk TNI. Misalnya saja, dalam meningkatkan cakupan vaksinasi Covid-19, TNI kerja sama Rumah Sakit dalam program 'serbuan vaksin' yang tentu saja menjadikan akses masyarakat untuk vaksin semakin mudah.

"Apa yang kita capai hari ini, penurunan atau terkendalinya kasus Covid-19 merupakan buat kerja sama dan kolaborasi semua pihak.  Persi mengucapkan terima kasih untuk itu, termasuk peran masyarakat dalam disiplin menjalankan protokol kesehatan," ujarnya.

Kalangan DPR juga mengapresiasi keterlibatan TNI dan Polri dalam penanganan Covid-19. Menurut pihaknya, tidak ada yang salah dalam pelibatan dua institusi itu dalam menangani Covid-19.

"Saya termasuk yang mendukung dan mengapresiasi pelibatan TNI dalam penanganan pandemi, dimulai dari penegakan disiplin protokol kesehatan, giat vaksinasi sampai mengawal distribusi bantuan sembako dari pemerintah daerah," kata Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar Christina Aryani, Jumat (8/10).

Kemudian, ia melanjutkan karakter masyarakat Indonesia memang masih belum tertib. Sehingga, dia menilai pelibatan TNI diperlukan dalam menegakkan disiplin masyarakat.

"Banyak kelurahan saya sambangi dan kenyataannya kami memang butuh bantuan TNI dan Polri," kata legislator asal daerah pemilihan DKI Jakarta II yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri ini.

Sementara, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) berpendapat, siapa pun yang terlibat dalam penanganan pandemi, termasuk militer adalah hal yang baik.

"Menurut saya, siapa pun komponen bangsa yang bisa ikut cawe-cawe (campur tangan), termasuk militer dalam mengatasi pandemi di Indonesia maka itu bagus sekali. Tentunya dengan catatan tidak meninggalkan tugas pokoknya," kata Ketua Umum PAEI Hariadi Wibisono saat dihubungi Republika, Jumat (8/10).

Apalagi, ia menilai tentara mudah digerakkan karena sudah terbiasa dengan garis komando (line of command) dan tinggal dibekali tujuan misi. Bahkan, ia memiliki pengalaman saat ada di Somalia waktu bencana kelaparan, ternyata militer di sana juga terlibat dalam operasi kemanusiaan.

Artinya, PAEI mengapresiasi peran seluruh komponen bangsa, bukan hanya militer. Terkait kemungkinan intervensi Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena ada motif politik atau dianakemaskan, ia tidak sepakat.

"Menurut saya jauh dari itu. Kita punya banyak pengalaman bekerjasama dengan TNI/Polri waktu melaksanakan pekan imunisasi nasional (PIN), baik bantuan tenaga maupun bantuan logistik dalam menempatkan vaksin ke daerah-daerah sulit," ujarnya.

 

Potensi gelombang ketiga Covid-19 bisa dicegah dengan vaksinasi dan taat prokes. - (Republika)

 
Berita Terpopuler