Kisah Pemuka Agama Islam Pertama Raih Pangkat Kolonel di AS

Dia ingin menginspirasi orang lewat TikTok.

Sersan Malcolm Cohens/US Army
Kisah Pemuka Agama Islam Pertama Raih Pangkat Kolonel di AS. Kolonel Khallid M. Shabazz mengancingkan jaket seragam Dinas Angkatan Daratnya setelah upacara kenaikan pangkat menjadi kolonel pada 4 Oktober 2018 di Klub Perwira Hickam, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii. Shabazz memperoleh gelar Doktor Pelayanan dari Seminari Teologi Texas Utara di Tyler, Texas. Dia menjadi pemuka agama Islam pertama yang meraih pangkat kolonel di Angkatan Darat AS.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, SOUTH CAROLINA -- Sebuah akun viral di media sosial TikTok selama beberapa bulan terakhir. Akun tersebut milik Khallid Shabazz, seorang pemuka agama Islam yang mendapat jabatan sebagai kolonel di Pusat Angkatan Darat AS.

Baca Juga

Saat ia masih muda, ia sempat berpikir seharusnya ia meninggal dalam sebuah penerbangan menggunakan helikopter menuju rumah sakit. Kala itu ia baru saja mengalami kekerasan, baik seksual maupun fisik. Namun, nyatanya setelah melewati segala rintangan, ia mampu bangkit dan menjadi seorang sosok yang hebat.

Bukan jalan yang mudah, ketika Shabazz memilih bergabung dengan Angkatan Darat pada 1992. Sekarang, dia menjabat sebagai pemimpin komando untuk Pusat Angkatan Darat AS, komandan dengan bintang tiga yang bertanggung jawab untuk operasi darat di Timur Tengah.

Juru bicara pusat militer AS ARCENT Kolonel Armando Hernandez menyebut Shabazz menjadi ulama Muslim pertama di militer AS yang mencapai pangkat kolonel. Shabazz memiliki karier yang unik, sebagai salah satu dari segelintir ulama militer selama perang di Irak dan Afghanistan.

Shabazz merupakan mantan pemain sepak bola di perguruan tinggi dengan tinggi 6 kaki-4 inci atau mencapai 190 Cm. Di akun TikTok miliknya, ia berbagi video olahraga dan konten motivasi dengan hampir 23 ribu pengikut. Ia menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang mencoba menginspirasi orang.

 

Shabazz menyebut ia bergabung dengan Angkatan Darat sebagai artileri lapangan setelah dikeluarkan dari perguruan tinggi karena membalas salah satu pria yang mengoloknya. Tapi, kejadian itu dan pertaubatannya ke Islam, tidak secepat itu menyelesaikan masalah yang ia miliki. Bahkan, berpindah agama dan berganti nama membuat beberapa rekannya menjauhinya.

"Selama tahun pertama, saya memiliki dua dokumen Pasal 15 (pemisahan paksa) di tangan. Saya sempat memutuskan mengakhiri hidup saya sendiri, karena saya adalah ayah yang buruk, pemabuk, bahkan suami yang lebih buruk lagi," kata dia dikutip di Army Times, Sabtu (2/10).

Alih-alih menendangnya keluar, sersan mayor batalionnya kala itu memutuskan melindunginya di bawah sayapnya. Segera setelah itu, seorang pendeta Kristen mendekatinya selama latihan lapangan dengan sebuah saran: mengapa Anda tidak menjadi seorang ulama Muslim?

"Saya sedang duduk di kendaraan saya dan menangis karena saya tidak percaya saya diperlakukan begitu buruk untuk pilihan pribadi saya. Seperti yang Tuhan inginkan, pendeta datang dan dia berbicara kepada saya selama sekitar satu jam," ujarnya.

Shabazz menyebut percakapan itu mengubah seluruh cara ia memandang kehidupan. Dia pun tetap berhubungan dengan pendeta itu dan segera mendaftar di sebuah seminari Islam. Dia menjadi ulama Angkatan Darat pada 1998.

 

Pada saat itu, hampir tidak ada ulama Muslim di Angkatan Darat. Dia adalah satu dari hanya lima pemuka agama Islam yang ada.

Dalam beberapa dekade sejak itu, dia melakukan yang terbaik untuk menjadi advokat atau penyuluh bagi tentara dari semua agama. Hal ini merupakan tugas ulama Angkatan Darat dan sangat menantang terutama setelah serangan 9/11.

Ia mengenang interaksi awalnya dengan komandan dan tentara yang terasa sangat sulit. Tetapi, kekompakan di lapangan basket dan gym selalu membantunya berintegrasi dengan para prajurit maupun pemimpin, di setiap pos tugas baru.

Untuk tentara muda Muslim seperti Shabazz dulu, koneksi langsung yang meluas selalu terjadi ke pasukan Muslim di unit tetangga, yang mendengar tentang adanya seorang pemimpin agama yang berbagi keyakinan dengan mereka. "Melayani mereka membuat saya menangis, karena para pria dan wanita muda di luar sana membutuhkan perwakilan, sama seperti orang lain,” katanya.

Salah satu tugasnya yang paling berharga adalah membantu mengintegrasikan mantan penerjemah Irak dan Afghanistan ke dalam Angkatan Darat mulai akhir 2000-an. Dia bertindak sebagai penghubung budaya antara penerjemah dan komandan pelatihan mereka di Fort Jackson, Carolina Selatan.

 

"Itu benar-benar seperti keajaiban bagi mereka karena mereka merasa memiliki seseorang yang memahami mereka,"  ujarnya. 

Ketika ia melakukan percakapan itu, mereka selalu merasa takjub melihat Angkatan Darat AS cukup peduli dengan Muslim dan memiliki seorang imam berseragam. Statusnya yang unik sebagai ulama Muslim paling senior Angkatan Darat, sekaligus ulama komando ARCENT, telah memberinya kesempatan mengambil peran penting strategis dan bahkan diplomatik di Timur Tengah. Pada 2019, ia melakukan perjalanan ke Kuwait dan Qatar selama bulan suci Ramadhan.

Selama perjalanan itu, Shabazz berbicara di Masjid Agung Kuwait di Kota Kuwait. Ia juga bertemu dengan para diplomat, pemimpin militer maupun pejabat senior pemerintah.

Saat melakukan perjalanan itu, ia merasa semuanya sepadan dengan kesusahan dan rintangan yang ia alami di masa-masa awal. Sekarang, dia mencoba meningkatkan upaya penjangkauannya melalui TikTok.

Keberadaan media sosial itu membuka peluang bagi orang untuk berbicara dengannya. Platform ini berguna untuk membuatnya terlihat lebih mudah didekati.

"Saya ingin menghabiskan sisa hidup saya, menginspirasi orang-orang muda. Itu akan cukup pas untuk saya,” ucap dia. 

https://www.armytimes.com/news/your-army/2021/10/01/tiktok-famous-meet-the-armys-first-muslim-chaplain-to-reach-full-colonel/

 
Berita Terpopuler