Penggunaan Bitcoin di El Salvador Tersandung Gagap Teknologi

El Salvador ialah negara pertama di dunia yang jadikan bitcoin alat pembayaran sah.

EPA
Seorang pria berpose di depan anjungan tunai Chivo, aplikasi dompet digital yang disediakan pemerintah El Savador untuk bertransaksi dengan bitcoin.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, SAN SALVADOR -- Penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di El Salvador belum menyentuh rakyat kecil yang "gagap teknologi" di negara Amerika Tengah itu. Bertila Garcia, pemilik warung di sudut kota San Salvador, mengaku tak pernah menerima bayaran nontunai selama puluhan tahun berdagang.

Baca Juga

"Saya tidak paham, tidak paham sama sekali," kata Garcia tentang bitcoin.

Garcia mengatakan, belum ada pembeli yang membayar dengan bitcoin sejak mata uang kripto itu mulai digunakan pada 7 September. Kalaupun mau menerima uang kripto itu, persoalannya adalah Garcia tak mempunyai ponsel cerdas.

Garcia juga tak mengerti cara mengunduh dan menggunakan Chivo, aplikasi dompet digital yang disediakan pemerintah untuk bertransaksi dengan bitcoin. El Salvador menjadi negara pertama di dunia yang mengadopsi mata uang kripto sebagai alat pembayaran yang sah.

Presiden Nayib Bukele mengatakan, penggunaan bitcoin bisa menghemat sekitar 400 juta dolar AS (Rp 5,7 triliun) per tahun dari biaya pengiriman uang oleh para migran El Salvador di luar negeri. Menurutnya, penggunaan bitcoin juga akan meningkatkan akses ke layanan keuangan bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening bank.

Bukele mengklaim, sejauh ini, sekitar seperempat dari 6,4 juta penduduk El Salvador menggunakan Chivo. Presiden muda yang paham teknologi itu mengungkapkannya di Twitter pada 20 September.

 

 

 

Di sisi lain, para ahli mengungkapkan kekhawatiran terhadap privasi data dan volatilitas harga bitcoin. Mereka juga memperingatkan bahwa orang-orang yang tidak memiliki akses ke teknologi dan koneksi internet, seperti lansia dan warga pedesaan, bisa terpinggirkan oleh kebijakan itu. Menurut Bank Dunia, sekitar separuh penduduk El Salvador seperti Garcia tidak memiliki akses internet.

"Bitcoin bukanlah teknologi yang mudah diadopsi... terutama bagi orang tua yang ingin mendapat kiriman uang," kata Jean-Paul Lam, profesor di University of Waterloo, Kanada.

Pengiriman uang dari luar negeri, terutama Amerika Serikat, menyumbang lebih dari 25 persen produk domestik bruto (PDB) El Savador pada 2020, menurut Bank Dunia. Kebijakan kontroversial itu mengharuskan pelaku bisnis menerima pembayaran dalam bitcoin bersama dolar AS, mata uang resmi El Salvador sejak 2001.

Di pesisir Pasifik, turis dan sejumlah restoran dan hotel telah menggunakan uang digital itu selama tiga tahun. Toko-toko di El Zonte, yang dikenal sebagai Pantai Bitcoin, memasang pengumuman bertuliskan "Kami menerima bitcoin".

Di tempat lain, antrean panjang terlihat di luar anjungan tunai (cashpoint) bitcoin yang dipasang pemerintah. Di situ, orang dapat menukar bitcoin mereka dengan dolar.

Beberapa dari mereka mungkin hanya menunggu giliran untuk mencairkan bonus bitcoin 30 dolar (Rp4 29 ribu) dari Chivo bagi para pendaftar. Israel Marquez (53) mengaku menerima 100 dolar dari saudara laki-lakinya dan seorang teman yang tinggal di AS beberapa kali dalam setahun, namun dia enggan menggunakan bitcoin.

"Beberapa orang bilang mereka hanya mengunduh Chivo untuk mendapatkan 30 dolar lalu menonaktifkan aplikasi itu. Tapi saya bahkan tidak mau melakukannya," kata Marquez yang tinggal di Morazan, provinsi yang sebagian besar penduduknya bertani.

Kecurigaan pada bitcoin menyebar luas di El Salvador, menurut sebuah survei Central American University (UCA) terhadap 1.281 orang pada Agustus. Sembilan dari 10 orang mengatakan mereka tidak paham dengan bitcoin, sementara delapan dari 10 mengatakan mereka sedikit atau bahkan tidak yakin dengan mata uang digital itu.

Dalam aksi protes anti-pemerintah pada 15 September, sejumlah demonstran membawa spanduk bertuliskan "Tidak untuk bitcoin". Mereka juga membakar sebuah anjungan tunai.

Membingungkan

Marquez, pemilik pabrik kopi kecil, menyebut volatilitas harga bitcoin membuat dia khawatir. Ia tak mengerti bagaimana bisa sebuah mata uang harganya naik begitu tinggi.

"Itu membingungkan," kata dia.

Pada 7 September, hari pertama bitcoin menjadi alat pembayaran yang sah di El Salvador, nilai uang kripto itu turun 18 persen, menurut George Monaghan, analis Global Data yang berbasis di London. Ia berpendapat, adopsi bitcoin membuat stres dan mengganggu perencanaan keuangan pribadi.

"Orang-orang El Salvador mungkin tidak cukup akrab atau nyaman dengan teknologi daring untuk mempercayai mata uang kripto."

Bahkan, penduduk Salvador yang paham teknologi pun masih mempertanyakan keputusan pemerintah mengadopsi bitcoin. Julia Yansura dari Global Financial Integrity, lembaga antikorupsi yang berbasis di AS, mengibaratkannya sebagai keputusan yang dibuat "dalam semalam".

Yansura mengatakan, cepatnya keputusan untuk mengadopsi bitcoin menunjukkan bahwa pemerintah El Salvador hanya punya sedikit waktu untuk menyusun aturan dan melindungi data pribadi pengguna di aplikasi Chivo. Yansura mempertanyakan, bagaimana informasi itu akan disimpan, siapa yang mengaksesnya, dan digunakan untuk apa.

Di pusat kota San Salvador, Pedrona de Saldana, 65 tahun, yang menjual permen dan produk kecantikan di kios pinggir jalan, bertekat akan terus menggunakan uang tunai. Seperti Garcia, dia pun tidak memiliki ponsel cerdas.

"Saya tak akan memakainya bahkan jika saya punya telepon jenis lain. Saya tidak bisa memakai mata uang lain yang tidak saya kenal," kata dia sambil menerima uang 50 sen dari pelanggan yang membeli permen karetnya.

 
Berita Terpopuler