Pegawai KPK Pilih Cermati Dulu Tawaran ASN Polri

Presiden sudah menyetujui penarikan pegawai KPK tak lolos TWK ke Polri.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK menggelar aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Senin (27/9/2021). Aksi demonstrasi itu menuntut pembatalan pemecatan 56 pegawai KPK yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 30 September mendatang.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Haura Hafizah, Febrianto Adi Saputro, Antara

Baca Juga

Tawaran muncul dari Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo agar pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ditarik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK non aktif Giri Supardiono mengaku akan mencermati penawaran tersebut. 

"Kami masih konsolidasi dahulu bersama dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini," kata Giri Supardiono di Jakarta, Rabu (29/9). Ia mengaku tidak ingin terburu-buru dalam menyikapi kebijakan tersebut. 

Dia mengatakan, masih banyak pertanyaan dan hal yang harus diklarifikasi terkait rencana kebijakan dimaksud. "Nanti akan kami sampaikan secara resmi setelah ada kejelasan sikap kami," katanya.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai sebaiknya 56 pegawai tersebut dikembalikan saja ke KPK, karena instansi Polri bersifat temporal. "Ya ini langkah baik tapi kurang tepat. Pada akhirnya, TWK dijadikan patokkan. Sebaiknya dikembalikan ke KPK saja. Kenapa? Polisi itu bersifat temporal. Tergantung misi Kapolrinya nanti. Kalau sekarang memang Kapolrinya melihat korupsi prioritas utama. Nanti, kalau Kapolrinya berganti misinya beda jadi tidak optimal. Sebaiknya, dikembalikan ke KPK kan jelas fokusnya berantas korupsi," katanya. 

Kemudian, ia melanjutkan hal ini dapat memulihkan nama baik para pegawai KPK yang distempel tidak memiliki wawasan kebangsaan tersebut. Pada waktu itu, tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan mereka dan keluarga mereka mendapat stempel tidak setia pada NKRI justru setelah belasan tahun mereka menjadi ujung tombak penegakan hukum. 

"Benar-benar ironi KPK. Selain untuk memulihkan nama baik mereka, penempatan mereka sebagai ASN Polri khusus dibidang tipikor tentu sesuai dengan keahlian yang telah mereka asah selama belasan tahun. Mereka bukan saja ahli dalam mengejar koruptor dan membongkar korupsinya, tapi lebih dari itu, mereka dikenal memiliki integritas yang tinggi untuk tugas yang sebenarnya sangat mudah mereka terjerembab di dalamnya," kata dia.

Ia menambahkan terdapat temuan Komnas HAM, Komisi Ombudsman serta protes masyarakat kalau penyelenggaraan TWK peralihan status staf KPK menjadi ASN tidak didasarkan pada penilaian yang objektif. Alih-alih objektif, pelaksanaan itu seperti dipaksakan dan dibuat dengan dasar aturan yang lemah. 

Akibatnya, terdapat banyak kejanggalan pada hasilnya yang justru memantik protes masyarakat Indonesia. Sebab, jika benar masalah staf KPK ini ada pada wawasan kebangsaan, pasti pintu lapangan kerja di instansi pemerintah manapun, dengan sendirinya tertutup bagi mereka. Inilah pokok sebab dari banyak protes masyarakat itu.

"Bagaimana KPK memberlakukan pegawai yang sudah membuktikan darmanya bagi negeri ini malah berujung dinilai tidak memiliki wawasan kebangsaan. Jelas, sangat menusuk hati karena hal ini seperti penghinaan bagi staf KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dan sulit diterima akal sehat," ujar dia.

Ia berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan hasil TWK dan sesegera mungkin menerima mereka kembali menjadi pegawai KPK. "Keahlian dan integritas mereka yang tinggi akan jauh lebih optimal jika ditempatkan di KPK. Sehingga tujuan kami mencegah korupsi dan memburu koruptor akan lebih berdaya," ujar dia.

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menilai langkah Kapolri tepat. Hinca menilai keputusan tersebut merupakan jalan tengah yang paling ideal. "Toh sama-sama lembaga penegakan hukum, mungkin juga ini akan jadi baik bagi Polri, tambah energi baru, menambah kekuatan baru, dan tidak ada yang kehilangan, sebab semuanya sama-sama menegakkan hukum, jadi saya mengapresiasi jalan pikiran dan terobosan yang dilakukan Kapolri," kata Hinca di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/9).

Menurutnya pengabdian bisa dilakukan di mana saja dengan tetap menghormati karakter, integritas, dan kemampuan 56 pegawai KPK tersebut. Karena itu terobosan yang dilakukan Kapolri menurutnya perlu diapresiasi.

"Saya tidak ingin lagi kembali ke soal kemarin, ke belakang, kita mau lihatnya ke depan. Saya berharap teman-teman tunjukan kemampuannya di situ. Saya kira mekanisme di Polri juga bisa begitu, saya kira itu oke, toh ini rumah kita bersama," ungkapnya.

Selain itu politikus Partai Demokrat itu juga menghargai sikap Presiden Jokowi yang merestui langkah Kapolri tersebut. Ia menuturkan, sikap Presiden tersebut menunjukkan bahwa dirinya juga ingin mencari jalan keluar persoalan tersebut.

"Itu harus kita hargai, karena mentok terus, buntu terus. Mari kita tiru air yang mengalir, kalau dia mentok, dia akan mencari jalannya sampai menemukan ujungnya. Saya anggap ini terobosan baru yang sekali lagi mudah-mudahan baik," tuturnya.

 

 

 

 

Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry menilai sikap Kapolri patut dicontoh banyak pihak. "Sikap Kapolri tersebut boleh menjadi contoh bagi banyak pihak di dalam menghadapi berbagai bagai polemik di bangsa ini," kata Herman Herry.

Dia menilai Kapolri menjadi seorang negarawan karena menyikapi polemik tes TWK pegawai KPK dengan sangat bijaksana. Menurut dia, sikap kenegarawanan tersebut ditunjukkan Kapolri dengan menjaga keseimbangan agar suasana tidak gaduh.

"Dalam menyikapi hal tersebut (tes TWK pegawai KPK), Kapolri adalah seorang negarawan yang menjaga keseimbangan alias jalan tengah agar suasana tidak gaduh terus," ujarnya. Herman menilai, sikap Kapolri tersebut bertujuan agar semua pihak bisa fokus pada keselamatan rakyat dan pemulihan ekonomi di tengah kondisi pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia.

Direktur Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan mengatakan masuknya pegawai KPK sebagai ASN Polri bisa mengubah wajah penanganan korupsi melalui Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Alasannya mereka adalah pegawai yang ahli dalam penanganan korupsi, kata Edi Hasibuan dalam keterangan tertulis.

"Lemkapi menyambut baik Kapolri yang bakal menarik 56 pegawai KPK itu. Itu gagasan sangat bagus," kata Edi. Dia mengharapkan kehadiran mereka menjadi ASN di Direktorat Tindak Pidana Korupsi akan meningkatkan kinerja Bareskrim Polri dalam penanganan korupsi.

"Polri butuh petugas yang ahli dalam penanganan korupsi. Polri butuh petugas yang memiliki dedikasi dan loyalitas dalam penanganan korupsi," katanya. 

Menurut pakar hukum Kepolisian dari Universitas Bhayangkara Jakarta ini, 56 pegawai KPK itu memiliki kinerja bagus. Pengalaman mereka bisa ditularkan kepada kepolisian dalam penanganan korupsi.

"Ini juga mendukung kemajuan Polri agar semakin Presisi, yakni prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan," ujar mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu. Edi meyakini kehadiran 56 pegawai KPK termasuk Novel Baswedan di Bareskrim akan membawa banyak perubahan penanganan korupsi oleh Polri.

Sedang Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD mengatakan masuknya pegawai KPK tak lolos TWK ke Polri akan menyudahi polemik. "Mari kita melangkah ke depan dengan semangat kebersamaan," kata Mahfud MD dikutip dari pernyataannya di akun Twitter resminya, Selasa (28/9).

Mahfud mengatakan langkah KPK yang melakukan TWK menurut Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak salah secara hukum. "Tapi kebijakan Presiden yang menyetujui permohonan Kapolri untuk menjadikan mereka sebagai ASN juga benar," kata Mahfud.

Menurut dia, persetujuan Presiden Jokowi itu memiliki dasar, yakni Pasal 3 Ayat (1) PP No. 17 Tahun 2020 yang berbunyi, "Presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS." Selain itu, Presiden dapat mendelegasikan hal itu kepada Polri, juga institusi lain, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Ayat (5) UU No. 30 Tahun 2014.

"Bukan penyidik tapi ASN. Nanti tugasnya diatur lagi," kata Mahfud.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sampaikan keinginannya untuk menarik 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK sebagai ASN Polri untuk memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditpikor) Bareskrim Polri. Dalam konferensi pers persiapan pembukaan PON XX Papua di Papua, Selasa, Sigit mengatakan niatan tersebut telah disampaikannya kepada Presiden Joko Widodo dan mendapat persetujuan.

"Ini mungkin rekan-rekan mendapatkan info. Lebih baik saya jelaskan hari Jumat yang lalu saya telah berkirim surat kepada Pak Presiden untuk memenuhi kebutuhan organisasi Polri terkait pengembangan tugas-tugas di Bareskrim Polri khususnya Ditpikor," kata Sigit dalam rekaman konferensi pers persiapan PON XX Papua yang disiarkan Divisi Humas Polri, Selasa (28/9).

Menurut Sigit, ada tugas tambahan terkait upaya-upaya pencegahan dan upaya lain yang harus Polri lakukan dalam rangka mengawal program penanggulangan Covid-19 dan juga pemulihan ekonomi nasional serta kebijakan strategis yang lain. "Karena itu kami berkirim surat kepada Pak Presiden untuk memohon terhadap 56 orang yang melaksanakan tes TWK yang tidak lulus di tes dan tak dilantik ASB KPK untuk bisa kita tarik kemudian dan rekrut jadi ASN Polri," kata Sigit.

 

Sigit menyebutkan, permohonan tersebut mendapat respons positif dari Presiden yang memberikan surat balasan melalui Menteri Sekretaris Negara (Sesneg) yang diterima pada tanggal 27 September 2021.

Ombudsman RI telah menyampaikan hasil pemeriksaan terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK - (Republika)

 
Berita Terpopuler