MAKI Serahkan Bukti Percakapan PSM dan ADK Soal 'King Maker'

Bukti percakapan setebal 140 halaman jadi salah satu bukti-bukti yang diajukan MAKI.

ANTARA/Dhemas Reviyanto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukkan sejumlah berkas usai menyampaikan pelaporan di gedung KPK, Jakarta.
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) membeberkan bukti-bukti percakapan antara jaksa Pinangki Sirna Malasari, dengan pengacara Anita Dewi Kolopaking terkait ‘King Maker’, dan ‘Bapakku-Bapakmu’. Bukti percakapan itu untuk kasus pengurusan proposal fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan terpidana korupsi cessie Bank Bali 1999, Djoko Sugianto Tjandra.

Percakapan setebal 140-an halaman tersebut, salah satu bukti-bukti yang MAKI ajukan, dalam gugatan praperadilan terkait penghentian supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam sidang pembacaan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (21/9) menjelaskan, salinan percakapan antara Pinangki, dan Anita, adalah salah satu bukti dari MAKI, yang pernah diserahkan ke KPK, September 2020.

Penyerahan bukti percakapan tersebut, kata Boyamin, sebagai lanjutan pelaporan dari MAKI agar KPK melakukan supervisi penyelidikan, dan penyidikan untuk mengungkap ‘King Maker’, dan ‘Bapakku-Bapakmu’ serta inisial lain yang terlibat dalam skandal proposal fatwa MA tersebut.

Namun, kata Boyamin, KPK mengabaikan bukti-bukti percakapan ajuan MAKI tersebut. Padahal, pada 2 Oktober 2020, KPK menyatakan menjadikan salinan perkapan tersebut, sebagai bukti-bukti awal bagi KPK, untuk melakukan supervisi dalam pengungkapan ‘King Maker’, dan ‘Bapakku-Bapakmu’. 

Namun, kata Boyamin, Ketua KPK Firli Bahuri pada 30 Juli 2021 mengumumkan untuk menghentikan supervisi pengungkapan nama-nama lain yang terlibat dalam kasus pengurusan fatwa MA tersebut.

“Tindakan KPK yang melakukan penghentian supervisi terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi pengurusan fatwa MA oleh ‘King Maker’ sebagai aktor intelektual dari Pinangki Sirna Malasari adalah bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala,” kata Boyamin di PN Jaksel, Selasa (21/9). 

Baca juga : Demokrat: Wacana PKS Menduetkan Anies-Sandi, Wajar

Padahal, kata Boyamin, dalam putusan hukum kasus tersebut, Februari 2021, Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), memerintahkan agar KPK, melanjutkan supervisi, penyelidikan lanjutan untuk melakukan penyidikan terkait peran ‘King Maker’, maupun ‘Bapakku-Bapakmu’, serta inisial-inisial lainnya.

 

 

 

Pinangki Sirna Malasari. (Republika/Putra M. Akbar)

Perintah pengadilan tersebut, karena selama persidangan kasus Pinangki, majelis hakim PN Tipikor, tak mampu membuat terang tentang siapa sebenarnya sosok ‘King Maker’, ‘Bapakku-Bapakmu’, maupun inisial-inisial lain dalam pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra itu. 

“Bahwa kewajiban bagi KPK untuk tetap melanjutkan supervisinya dalam membongkar peran aktor intelektual ‘King Maker’ terkait kasus tindak pidana korupsi proposal fatwa untuk terpidana Djoko Tjandra itu,” ujar Boyamin.

Sebab itu, menurut Boyamin, keputusan KPK yang menghentikan supervisi, adalah bentuk pembangkangan atas putusan hukum terhadap kasus Pinangki. Juga, penghentian supervisi oleh KPK tersebut, kata Boyamin, adalah bentuk dari pengingkaran fungsi KPK, sebagai lembaga supervisi, dalam penyidikan kasus-kasus korupsi.

Dikatakan Boyamin, penghentian supervisi, mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala dalam mencari ‘King Maker’. "Penghentian supervisi oleh KPK itu, juga menimbulkan ketidak pastian hukum terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh ‘King Maker’ sebagai aktor intelektual dari Pinangki Sirna Malasari,” ujar Boyamin.

Sebab itu, dalam praperadilannya, MAKI meminta hakim tunggal PN Jaksel agar mengabulkan sejumlah permohonannya. Salah satunya, meminta agar hakim praperadilan memerintahkan KPK, mencabut penghentian supervisi, dan meminta agar KPK, melakukan penyidikan lanjutan untuk menemukan aktor-aktor ‘King Maker’, ‘Bapakku-Bapakmu’, serta inisial-inisial lain yang belum terungkap dalam persidangan Pinangki. 

Baca juga : Protokol Menuju Endemi

“Memerintahkan agar termohon KPK, segera melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh ‘King Maker’ dalam pengurusan fatwa MA untuk terpidana Djoko Tjandra yang melibatkan Pinangki Sirna Malasari,” ujar Boyamin.

Biro Hukum KPK Natalia Kristianto menerangkan, pihaknya akan memberikan tanggapan atas gugatan MAKI dalam sidang lanjutan, pada Rabu (21/9). Natalia menjelaskan, KPK menghentikan supervisi ‘King Maker’, karena kasus tersebut memang tak perlu melaju ke penyidikan. 

Dia menerangkan, karena penanganan kasus tersebut, sepenuhnya ada pada penyidikan di Kejakasaan Agung (Kejakgung). “Supervisi yang KPK lakukan, hanya untuk memastikan kasus yang ditangani oleh lembaga penegak hukum lain (Kejakgung), berjalan sampai ke pengadilan,” ujar Natalia.

Kata dia, faktanya, kasus korupsi pengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra tersebut sudah diputuskan, dan inkrah dengan memidanakan orang-orang yang terlibat. “Dan kasus tersebut, faktanya sudah dilakukan pemidanaan,” ucap Natalia.

Dalam kasus korupsi fatwa MA itu, Pinangki Sirna Malasari, dihukum 4 tahun penjara, karena sebagai jaksa, terbukti menerima uang suap senilai 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar). Djoko Tjandra sendiri, divonis penjara selama 4 tahun 6 bulan atas kasus yang sama.

 
Berita Terpopuler