DPRD Bekasi: Pemprov DKI Harus Perhatikan Warga Bantargebang

Anggota DPRD Bekasi meminta Pemprov DKi bangun infrastruktur layak warga Bantargebang

ANTARA/Fakhri Hermansyah
Petugas dengan alat berat mengambil sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.
Rep: Uji Sukma Medianti Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kontrak kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi terkait pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang akan segera berakhir bulan depan. Beberapa poin perjanjian tengah dinegosiasikan ulang. 

Anggota DPRD Kota Bekasi, Komarudin, menuturkan, dalam perjanjian kali ini Pemprov DKI Jakarta diminta tidak hanya menitikberatkan masalah uang kompensasi bau."Kalau saya bukan di persoalan naiknya tapi penuhi dulu standar hidup layak masyarakat Bantargebang," kata Komarudin, kepada wartawan, Selasa (21/9).

Kelayakan hidup masyarakat yang dimaksud adalah mengenai ekonomi, pendidikan dan infrastruktur. Namun, lanjut dia, bukan berarti uang kompensasi bau tidak penting dan tidak dibutuhkan masyarakat.

"Sumber daya manusianya dinaikkan kualitasnya, skill-nya, dengan adanya tempat pusat pelatihan baik tenaga kerja maupun teknologi yang kekinian. Itu harus ada," ungkapnya.

Komarudin menuturkan, sejauh ini pihak Pemprov DKI telah membangun proyek infrastruktur penunjang lalu lintas truk sampah dari DKI Jakarta menuju TPST Bantargebang. Di antaranya flyover Rawapanjang dan Cipendawa. Namun, pembangunan infrastruktur berupa jalan lingkar luar TPA Bantargebang harus diselesaikan juga.

"Jalan lingkar luar TPA Bantargebang harus diselesaikan jangan sebagian saja. Sehingga untuk saluran dan jalan jangan sampai terganggu atau menimbulkan persoalan," ungkapnya.

Di samping itu, kata Komar, pembangunan infrastruktur dan ekonomi kreatif di Bantargebang harus dapat terakses oleh masyarakat setempat. "Mereka harus bisa mengakses ga hanya sebatas melihat saja pembangunan yang terjadi," tutur dia.

 

Adapun, sebelumnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Yayan Yuliana, mengatakan, selama uang kompensasi yang diterima warga kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, dan Sumur Batu adalag sebesar Rp 300 ribu per bulan.

"Kalau saya pikir masih rendah ya, masih terlalu kecil dibandingkan dampak yang terjadi dari adanya tempat pembuangan tersebut," kata Yayan, kepada wartawan, Senin (20/9).

Untuk itu, pihak pemkot dan Pemprov DKI sedang menghitung formula kenaikan biaya kompensasi tersebut. Dia mengatakan, uang kompensasi harus menghitung kelayakan dan kondisi masyarakat di tiga kelurahan terdampak itu.

"Kompensasinya ya harus layak, jangan sampai asal saja. Makanya kita memandang kompensasi yang diberikan itu masih terlalu sedikit, masih terlalu rendah lah," ujar Yayan.

Adapun, Yayan mengatakan, saat ini volume sampah DKI Jakarta per hari mencapai 7.000 hingga 8.000 ton. Jika tak ada teknologi baru dalam pemusnahan sampah secara termal seperti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah PLTsa maka sampah akan semakin menggunung.

"Kalau misalkan DKI tidak membangun PLTSa itu, pasti sampah akan semakin banyak, dan tanah juga harus bertambah, harus ada penambahan lahan," terang dia.

Sebelumnya, diberitakan Pemprov DKI akan menambah lahan TPST Bantargebang seluas 7,5 hektare Pengadaan lahan tersebut sudah rampung sejak tahun lalu. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menyebut kontrak kerja sama TPST Bantargebang dengan Pemprov DKI Jakarta akan selalu dievaluasi lima tahun sekali.

"Setiap lima tahun sekali dievaluasi," ujar dia. Terkait perluasan lahan, kata Pepen, sapaan akrabnya, kini sedang dieksekusi. Perluasan lahan ini juga akan dilakukan secara bertahap.

 

"Hampir tiga sampai empat bulan lalu sudah ada minta perluasan, dan sudah dilakukan eksekusinya," kata Pepen.

 
Berita Terpopuler