Hegra, Situs Arkeologis Tersembunyi di Saudi

Selama hampir dua ribu tahun, situs Hegra di Kota al-Ula itu nyaris tak terjamah.

Royal Commission for AlUla
Kota Hegra
Rep: Kamran Dikarma Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA --  Selama hampir dua ribu tahun, situs Hegra di Kota al-Ula itu nyaris tak terjamah. Kini, untuk pertama kalinya Saudi membuka situs tersebut untuk wisatawan. Saat ini, Saudi memang tengah berupaya mem peroleh pendapatan alternatif selain dari industri minyak.

Baca Juga

Keberadaan Hegra pun tentu dapat mengangkat sektor pari wisata negara tersebut. Sebagian besar daya tarik Hegra terletak pada kenyataan bahwa ia hampir tak diketahui orang luar. Padahal, Hegra sangat mirip dengan situs Petra yang berada di Ma'an, Yordania.

Bebatuan besar seukuran bangunan dipahat dengan gaya arsitektur yang khas. Pada masa silam, Hegra merupakan pusat perdagangan internasional yang sibuk.

Kendati demikian, hingga kini belum diketahui secara pasti siapa yang bertanggung jawab atas keberadaan Hegra. "Untuk turis yang pergi ke Hegra, Anda perlu tahu lebih banyak daripada melihat makam serta prasasti dan kemudian pergi tanpa mengetahui siapa yang membuatnya dan kapan," kata David Graf, seorang arkeolog dari University of Miami, dikutip laman Smithsonian Magazine, Ahad (20/12).

 

 

Dia menilai, Hegra akan menjadi lebih menarik jika pengunjungnya memiliki keingintahuan intelektual. "Siapa yang menghasilkan makam ini? Siapakah orang yang menciptakan Hegra? Dari mana asalnya? Berapa lama mereka di sini? Memiliki konteks Hegra sangatlah penting," ujarnya.

Namun, yang jelas, Hegra adalah kota kedua kerajaan Nabataean. Kota pertamanya adalah Petra. Suku Nabataean bisa dibilang salah satu peradaban paling misterius dan menarik yang belum pernah didengar banyak orang sebelumnya. 

Mereka dikenal sebagai pe ngem bara yang tinggal di gurun dan kemudian berubah menjadi pedagang ahli. Suku Nabataean pun mengendalikan rute perdagangan dupa dan rempahrempah melalui Arab dan Yordania ke Mediterania, Mesir, Suriah, serta Mesopotamia.

Merica wangi, akar jahe, gula, dan kapas adalah barang-barang yang biasa dibawa suku Nabataean di karavan mereka. Karavan ditarik oleh unta.

 

Suku Nabataean juga dikenal luas menjadi pemasok aromatik, seperti kemenyan dan mur, yang sangat dihargai dalam upacara keagamaan. "Alasan mengapa mereka (suku Nabataean—Red) muncul dan menjadi baru dalam sumber kuno adalah karena me reka menjadi kaya. Saat Anda menjadi kaya, Anda menjadi terlihat," kata Co-Director Hegra Archeolo gical Project, Laila Nehmé.

Suku Nabataean menjadi makmur sejak abad keempat sebelum Masehi. Kesejahteraan dan kemapanan mereka nikmati hingga abad kesatu Masehi. Pada masa itu Kekaisaran Romawi mencaplok serta mengambil alih sebagian besar tanah mereka yang mencakup Yordania modern, Semenanjung Sinai, dan sebagian Arab Saudi, Israel, dan Suriah.

 

Lambat laun, identitas Nabataean hilang seluruhnya. Tantangan untuk menge nal Nabataean adalah bahwa mereka hanya meninggal kan sedikit sejarah tangan pertama. Sebagian besar data tentang suku Nabataean berasal dari dokumen orang luar, yaitu Yunani, Romawi, dan Mesir kuno. Dengan popularitas Petra yang luar biasa saat ini, sulit membayangkan bahwa belum ada yang mengetahui banyak tentang pembuatnya.

 
Berita Terpopuler