Calon Kades Harus Direstui Suami Bupati dan Setor Uang Suap

OTT Puput Tantriana dkk mengungkap praktik jual-beli jabatan di Kabupaten Probolinggo

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah tersangka memakai rompi tahanan saat dihadirkan pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (4/9). KPK menahan 17 tersangka terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, setelah sebelumnya KPK menahan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Suaminya anggota DPR periode 2019-2024 Hasan Aminuddin dalam operasi tangkap tangan pada Senin (30/8) lalu. Republika/Putra M. Akbar
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Rizky Suryarandika, Dadang Kurnia

Operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dkk belum lama ini berlanjut pada pengungkapan bahwa, selama ini Puput memerlukan persetujuan dari mantan bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin dalam sejumlah keputusan strategis. Termasuk jika Puput ingin melakukan pengangkatan jabatan di Kabupaten Probolinggo, harus melalui persetujuan Hasan.

"Semua keputusan yang akan diambil bupati harus dengan persetujuan suami bupati, termasuk pengangkatan pejabat harus lewat suaminya dan suaminya membubuhkan paraf dulu," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (7/9).

Baca Juga

Firli menilai, bahwa tindakan tersebut tentu tidak dapat dibenarkan meski Hasan sempat menjabat bupati Probolinggo dua periode. Dia melanjutkan, apa yang dilakukan oleh suami Puput tersebut memperburuk kualitas kerja pejabat di Probolinggo.

"Kalau ini terus terjadi, sulit rasanya masyarakat menerima pelayanan yang mudah, murah dan berkualitas terbaik," katanya.

Firli mengaku prihatin dengan adanya suap lelang jabatan hingga ke tingkat kepala desa (kades). Mantan deputi penindakan KPK menilai tidak menutup kemungkinan suap dilakukan bukan hanya jabatan kepala desa tetapi hingga ke camat, kepala sekolah, kepala dinas dan jabatan publik lainnya.

Pada Rabu (8/9), KPK memeriksa lima tersangka terkait kasus Puput. Kelima tersangka itu merupakan calon kades yang memberikan suap kepada Puput selaku bupati.

Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, penyidik memperjelas keterlibatan dan peran suami bupati, Hasan Aminudin (HA) dalam perkara suap tersebut lewat pemeriksaan terhadap lima tersangka.

"Para saksi dikonfirmasi terkait dengan tahapan pengusulan nama untuk bisa menjadi pejabat kepala desa dan dugaan adanya pemberian uang untuk mendapatkan persetujuan dari tersangka PTS melalui tersangka HA," kata Ali Fikri di Jakarta, Kamis (9/9).

Adapun, kelima tersangka yang diminta kesaksiannya adalah Mawardi, Ali Wafa, Mashudi, Mohammad Bambang dan Jaelani. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Perkara bermula saat akan dilakukan pemilihan kades serentak tahap II di Kabupaten Probolinggo. Terdapat 252 kades dari 24 Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat.

Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut maka akan diisi oleh penjabat kades yang berasal dari para ASN di Kabupaten Probolinggo. Pengusulan nama-nama kades tersebut dilakukan melalui Camat.

Pemilihan itu memiliki syarat khusus , di mana usulan nama para pejabat kades harus mendapatkan persetujuan Hasan Aminuddin dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama. Para calon pejabat kades kemudian diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang.

Hasan Aminuddin kemudian meminta agar calon kepala desa tidak datang menemui dirinya secara perseorangan akan tetapi dikoordinir melalui camat. Selanjutnya, 12 pejabat kades menghadiri pertemuan yang diyakini telah ada kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang kepada Puput melalui Hasan Aminuddin dengan perantara Doddy Kurniawan. Pertemuan itu berlangsung pada 27 Agustus 2021 lalu.

ASN yang hadir dalam pertemuan itu sepakat agar masing-masing menyiapkan uang Rp 20 juta. Sehingga terkumpul sejumlah Rp 240 juta. Sedangkan, Muhamad Ridwan diduga telah mengumpulkan uang dari para ASN hingga berjumlah Rp 112.500.000 untuk diserahkan kepada Puput melalui Hasan Aminudin

Selain kelima tersangka itu, KPK telah menahan Sumarto, Maliha, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad Saifullah, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito dan Samsuddin. Mereka merupakan pemberi suap dalam perkara tersebut.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka penerima suap. Mereka adalah Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari; Anggota DPR RI sekaligus mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin; Camat Krejengan, Doddy Kurniawan dan Camat Paiton, Muhamad Ridwan.

In Picture: KPK Tetapkan Bupati Probolinggo Menjadi Tersangka

Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dihadirkan pada konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (31/8) dini hari. KPK menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suamiya Hasan Aminuddin serta 20 orang lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo, Jawa Timur Tahun 2021. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyesalkan masih adanya praktik jual beli jabatan. Pernyataan Tjahjo ini merujuk pada kasus yang menjerat Bupati Probolinggi Puput Tantriana Sari.

"Saya sesalkan hal itu terjadi. Padahal telah ada lembaga yang khusus mengawasi pengisian jabatan di instansi pemerintah yakni Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)," kata Tjahjo dalam keterangan pers, Rabu (1/9).

Tjahjo mengingatkan konsekuensi dari ASN yang terlibat kasus tindak pidana korupsi. Salah satunya akibat dari kasus jual beli jabatan, adalah sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagai ASN jika putusan pengadilan telah inkracht.

"Pemberhentian tidak dengan hormat bisa dijadikan sanksi kepada mereka," sebut Tjahjo.

Selain itu, Tjahjo menilai bahwa sistem pengisian jabatan di luar jabatan pimpinan tinggi (JPT) perlu dibenahi. Menurutnya, perlu adanya penguatan pengawasan yang dapat meminimalisir hal tersebut.

"Salah satunya dilakukan melalui manajemen talenta sehingga mereka yang bertalenta yang dapat menduduki jabatan tertentu," ujar Tjahjo.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdus Salam menanggapi terkait masih maraknya fenomena jual beli jabatan di daerah, khususnya Jawa Timur. Sepanjang 2021, KPK menangkap Bupati Nganjuk dan Probolinggo yang tersandung tindak pidana korupsi berupa jual beli jabatan kepala dan perangkat desa.

Surokim membeberkan, jual beli jabatan memang salah satu godaan yang kerap mengiming-imingi kepala daerah. Apalagi kesadaran pejabat publik untuk mengabdi masih cukup rendah.

"Belum ada kesadaran ke arah itu untuk menjaga ruang pengabdian publik dan masih mudah untuk tergoda dengan jual beli kekuasaan," ujarnya, Selasa (31/8).

Surokim menilai, kesadaran pejabat publik untuk bersikap mulia dan menjaga kehormatan atas amanah jabatan masih minimalis dan lips service. Mayoritas belum sampai pada tahap aksi untuk bisa memuliakan dan menjaga kehormatan jabatan. Sehingga masih mudah tergoda menggunakan jabatan untuk memperkaya materi.

"Situasi ini jelas menyedihkan kita semua bahwa etika jabatan masih belum terinternalisasi dalam sanubari pejabat publik kita. Situasi ini menunjukkan bahwa pejabat publik kita masih banyak yang belum bisa lulus ujian kehortamatan sehingga jebol lah pertahanan untuk memuliakan dan menjaga kehormatan jabatan," ujarnya.

Surokim juga menyoroti destinasi politik di Probolinggo, yang menurutnya sudah terlalu lama. Bupati Probolinggo, Puput Tantrian Sari sudah memasuki jabatan periode kedua. Dia meneruskan jejak suaminya Hasan Aminuddin yang sebelumnya merupakan Bupati Probolinggo dua periode.

"Sehingga bisa menjadi kuasa absolut tadi jadi mudah corrupt, tidak lagi ada pertahanan seolah-olah publik tidak akan mengawasinya karena kekuasaan yang sangat-sangat besar absolut tadi," kata dia.

Surokim menurutkan, penting bagi publik juga menyadari bahwa kekuasaan itu patut dibatasi. Artinya, tidak boleh dibuat turun temurun kendati itu absah melalui pemilu. Sebab, politik dinasti berpotensi memelihara politik kroni dan akan melemahkan fungsi kontrol dan keseimbangan.

"Dan kekuasaan cenderung menjadi transaksional dan dilakukan dengan sesukanya ugal-ugalan seolah publik tidak ada," kata dia.

Pasangan suami istri terjerat KPK - (republika)

 
Berita Terpopuler