Bencana Cuaca Meningkat Lima Kali dalam 50 Tahun Terakhir

Bencana akibat cuaca esktrem menimbulkan banyak kerugian.

EPA-EFE/JUSTIN LANE
Sebuah kereta golf menavigasi jalan yang banjir di Pusat Tenis Nasional Billie Jean King saat hujan lebat dari sisa-sisa Badai Ida melanda daerah itu di Flushing Meadows, New York, AS, 1 September 2021.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Dwi Murdaningsih

IHRAM.CO.ID, JENEWA -- Sebuah laporan baru yang dirilis pada Rabu (1/9) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan peristiwa cuaca ekstrem telah meningkat lima kali lipat selama 50 tahun terakhir. Di sisi lain, jumlah kematian yang terkait dengan peristiwa tersebut telah menurun.

Baca Juga

Pejabat dari badan cuaca dan iklim PBB, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), memperkenalkan laporan tersebut selama pengarahan dari kantor pusat badan tersebut di Jenewa. Dilansir dari VoA News, Kamis (2/9), laporan tersebut menunjukkan bencana yang berhubungan dengan cuaca telah terjadi rata-rata pada tingkat satu per hari selama lima dekade. Bencana menewaskan 115 orang dan menyebabkan kerugian 202 juta dolar Amerika Serikat setiap hari.

Mami Mizutori, perwakilan khusus PBB untuk pengurangan risiko bencana, mengatakan kepada wartawan bahwa dia menemukan laporan itu cukup mengkhawatirkan. Dia mencatat bahwa Juli lalu adalah Juli terpanas dalam catatan, ditandai dengan gelombang panas dan banjir di seluruh dunia.

Studi menunjukkan bahwa lebih banyak orang menderita karena peningkatan frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ini.

Mizutori mengatakan 31 juta orang mengungsi akibat bencana alam tahun lalu. Jumlah ini hampir melebihi jumlah pengungsi akibat konflik. Dia mengatakan rata-rata, 26 juta orang per tahun terdorong ke dalam kemiskinan oleh peristiwa cuaca ekstrem. Kini, pandemi Covid-19 menambah masalah.

“Kita hidup di dunia ini, apa yang kita sebut, dunia multi resiko dan ini menunjukkan bahwa kita benar-benar perlu berinvestasi lebih banyak dalam pengurangan dan pencegahan risiko bencana,” kata spesialis risiko bencana PBB.

 

 

Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan kabar baik dalam laporan tersebut adalah selama periode yang sama, kematian akibat bencana ini turun hampir tiga kali lipat. Hal ini didorong sistem peringatan dini dan manajemen bencana yang lebih baik.

Namun, penelitian ini juga menunjukkan lebih dari 91 persen kematian yang berlangsung terjadi di negara berkembang atau negara berpenghasilan rendah. Sebab, banyak yang tidak memiliki sistem peringatan dan manajemen yang sama.

 

Pejabat WMO mengatakan kerugian ekonomi yang terkait dengan bencana ini akan memburuk tanpa mitigasi perubahan iklim yang serius. Taalas mengatakan jika langkah-langkah yang tepat dilakukan, tren tersebut dapat dihentikan dalam 40 tahun ke depan. WMO meminta kelompok kekuatan ekonomi dunia G20 untuk menepati janji mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

 
Berita Terpopuler