Jepang Tarik Kembali Peredaran Vaksin Moderna

Sebanyak 2,6 juta dosis vaksin Moderna ditarik Jepang akibat kontaminasi

Antara/Wahyu Putro A
Vaksin Covid-19 Moderna, ilustrasi
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kontaminasi vaksin Covid-19 Moderna Inc di Jepang telah bertambah dengan satu juta dosis lainnya ditangguhkan sementara. Penangguhan itu usai zat asing ditemukan dalam lebih banyak batch dan dua orang meninggal setelah mendapatkan dosis dari tempat yang terkena dampak.

Baca Juga

Penangguhan pasokan vaksin Moderna itu memengaruhi lebih dari 2,6 juta dosis secara total. Laporan terbaru kontaminasi vaksin datang dari prefektur Gunma dekat Tokyo dan prefektur selatan Okinawa. 

Vaksin dari batch yang sama telah diberikan kepada 4.575 orang di Gunma. Namun, pejabat prefektur tersebut menyatakan tidak mendengar laporan tentang kesehatan yang buruk.

Sebanyak dua batch lagi ditangguhkan di samping 1,63 juta dosis yang dikirim ke 863 pusat vaksinasi nasional setelah distributor domestik, Takeda Pharmaceutical menerima laporan kontaminan di beberapa botol. Menteri yang bertanggung jawab atas vaksin, Taro Kono, menyatakan sekitar 500.000 orang menerima suntikan dari pasokan itu.

Menurut pejabat, zat hitam kecil ditemukan di botol vaksin Moderna di Gunma. Sementara di Okinawa, zat hitam terlihat di jarum suntik dan botol, serta bahan merah muda ditemukan di jarum suntik yang berbeda.

Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan, beberapa insiden mungkin disebabkan oleh jarum yang dimasukkan secara tidak benar ke dalam botol, mematahkan bagian sumbat karet. Lembaga itu pun menekankan, botol-botol lain dari batch dapat terus digunakan.

 

Kasus kontaminasi mengikuti laporan pemerintah pada pekan lalu bahwa dua orang meninggal setelah menerima dosis Moderna. Pemerintah telah mengatakan bahwa tidak ada masalah keamanan atau kemanjuran yang telah diidentifikasi dan penangguhan itu adalah tindakan pencegahan. Penyebab kematian sedang diselidiki.

"Menurut pendapat saya, kontaminasi zat asing tidak mungkin langsung menyebabkan kematian mendadak," kata dokter dan wakil ketua Cov-Navi, sebuah kelompok informasi vaksin, Takahiro Kinoshita.

Kinoshita menyatakan, jika zat yang terkontaminasi cukup berbahaya untuk menyebabkan kematian bagi sebagian orang, mungkin lebih banyak orang akan menderita beberapa gejala setelah vaksinasi. "Namun, penyelidikan lebih lanjut pasti diperlukan untuk mengevaluasi bahaya dari dosis tertentu yang dipertanyakan," katanya.

Jepang saat ini sedang menghadapi kasus Covid-19 yang mencapai rekor tertinggi. Kondisi ini membuat banyak orang memulihkan diri di rumah di tengah kekurangan tempat tidur perawatan kritis.

Hanya 44 persen dari populasinya yang telah divaksinasi lengkap, tertinggal dari tingkat vaksinasi di beberapa negara maju. Jepang sedang mencari kemungkinan pencampuran suntikan vaksin AstraZeneca dengan yang dikembangkan oleh pembuat obat lain untuk mempercepat vaksinasi. 

 
Berita Terpopuler