Pasang Surut Penggunaan Ivermectin-Remdesivir untuk Covid-19

Seperti remdesivir yang sempat populer, ivermectin juga dilarang penggunaannya di AS.

EPA
Obat ivermectin untuk manusia didistribusikan di Kota Quezon, Manila, Filipina. Ivermectin sedang diuji klinik di Indonesia oleh BPOM sebelum bisa dipastikan manfaatnya sebagai terapi Covid-19.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat sampai sekarang tetap menolak pemberian izin kepada ivermectin sebagai obat untuk menyembuhkan atau mencegah Covid-19 pada manusia. Administrasi Obat dan Makanan itu menegaskan bahwa obat antiparasit tersebut tidak dapat digunakan untuk mengobati virus.

Seperti dilansir Fox News, Kamis, peringatan itu kembali digaungkan menyusul maraknya penggunaan ivermectin secara mandiri oleh warga di Mississippi. Mereka bahkan mengonsumsi ivermectin untuk ternak.

Warga rupanya keliru menganggap ivermectin untuk hewan sama saja dengan yang diperuntukkan bagi manusia. Padahal, dosis obat hewan jauh berbeda hingga dapat menimbulkan keracunan obat jika dikonsumsi manusia.

Baca Juga

"Anda bukan seekor kuda, Anda bukan seekor sapi. Tolong semuanya, hentikan itu," ungkap FDA dalam peringatan kerasnya di Twitter.

Ivermectin merupakan obat antiparasit yang digunakan untuk mengobati infeksi akibat parasit seperti tikus, kutu, cacing, dan lainnya. Penggunaan ivermectin dalam kasus Covid-19 dimulai setelah peneliti Australia mempublikasikan sebuah studi yang menunjukkan efek ivermectin dalam membatasi penyebaran virus SARS-CoV-2 pada sel-sel hewan.

Sejak itu, banyak negara mulai meresepkan ivermectin sebagai bagian dari pengobatan Covid-19. Di India misalnya, ivermectin biasanya diresepkan bersamaan dengan obat antibiotik doxycycline dan tablet zinc.

Sementara itu, studi terbesar yang mendukung penggunaan ivermectin untuk mencegah dan mengobati Covid-19 telah dihapus dari platform pracetak Research Square karena masalah etika. Studi yang diunggah ke server pada November 2020 dihapus pada pertengahan Juli lalu.

Studi tersebut dipimpin oleh Dr Ahmed Elgazzar dari Benha University di Mesir. Publikasi itu dihapus setelah seorang mahasiswa kedokteran di London, Inggris bernama Jack Lawrence mengidentifikasi masalah serius tentang kesahihan makalah.

Dikutip dari Times Now News, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah berulang kali menekankan bahwa tak ada studi yang membuktikan bahwa Ivermectin dapat digunakan untuk mengobati Covid-19. WHO pun telah menganjurkan agar Ivermectin tidak digunakan dalam kasus Covid-19, kecuali pada partisipan yang terlibat dalam uji klinis.

Penggunaan obat yang tidak proporsional untuk kasus Covid-19 juga pernah terjadi pada obat antivirus Remdesivir. Pada April 2021, ketika India sedang melalui gelombang kedua pandemi Covid-19, Remdesivir diperlakukan sebagai obat ajaib.

Remdesivir dan Favipiravir untuk Pasien Covid-19 - (Republika)

Tingginya minat terhadap Remdesivir di India sampai memunculkan oknum-oknum yang melakukan penimbunan hingga penjualan gelap terhadap Remdesivir. Di saat yang sama, Direktur AIIMS Dr Randeep Guleria beserta banyak dokter lain mengkritik keras penggunaan Remdesivir yang tidak proporsional.

Dr Guleria mengingatkan bahwa Remdesivir bukanlah obat yang bisa serta-merta dapat menyelamatkan jiwa pada kasus Covid-19. Izin penggunaan Remdesivir juga masih berstatus izin penggunaan darurat.

Beberapa studi menunjukkan tak ada penurunan angka kematian Covid-19 terkait penggunaan Remdesivir. Remdesivir hanya berpotensi membantu menurunkan durasi perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit.

 
Berita Terpopuler