Presiden Ukraina ingin Pulihkan Semenanjung Krimea

Zelenskyy menuduh Rusia telah mengubah Krimea menjadi pangkalan militer.

AP Photo/Vadim Ghirda
Presiden terpilih Ukraina Volodymyr Zelenski.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berupaya keras
untuk memulihkan Semenanjung Krimea yang dicaplok Rusia. Dia mendesak sekutu internasional untuk mendukung upaya tersebut.

Zelenskyy mengatakan, Ukraina akan menggunakan semua kemungkinan politik, hukum dan sarana diplomatik untuk memulihkan Semenanjung Krimea. Sebagian besar negara di dunia menganggap perebutan Krimea oleh Rusia adalah ilegal. Hal ini membuat hubungan Rusia dengan negara Barat berada di titik terendah sejak Perang Dingin.
 
"Saya pribadi akan melakukan segala kemungkinan untuk mengembalikan Krimea sehingga menjadi bagian dari Eropa bersama dengan Ukraina," kata Zelenskyy, dilansir Aljazirah, Selasa (24/8).

Zelenskyy mengatakan, Kiev membutuhkan dukungan di tingkat internasional atas masalah Semenanjung Krimea. Zelenskyy mengungkapkan hal tersebut dalam sebuah pertemuan puncak, yang bertujuan untuk menjaga perhatian internasional fokus pada pencaplokan Rusia atas Krimea pada 2014.

Baca Juga

Konferensi yang digelar pada Senin (23/8) tersebut dihadiri oleh pejabat tinggi dari 46 negara, termasuk dari Amerika Serikat, Uni Eropa dan Turki.

Peserta konferensi tingkat tinggi menandatangani deklarasi bersama, yang menetapkan tidak diakuinya aneksasi ilegal Rusia atas Krimea. Deklarasi tersebut juga berisi komitmen untuk mempertimbangkan sanksi politik dan diplomatik tambahan terhadap Rusia.

"Pendudukan Krimea menimbulkan keraguan pada efektivitas seluruh sistem keamanan internasional. Tanpa memulihkan kepercayaan di dalamnya, tidak ada satu negara pun yang dapat memastikan bahwa mereka tidak akan menjadi korban pendudukan berikutnya," ujar Zelenskyy.

Zelenskyy menuduh Rusia telah mengubah Krimea menjadi pangkalan militer untuk meningkatkan pengaruhnya di wilayah Laut Hitam. Dia mengatakan Moskow telah melipatgandakan kehadiran militernya di Krimea.

Pada April, Rusia meningkatkan pasukan di dekat perbatasannya dengan Ukraina, termasuk di Krimea, yang menimbulkan kemarahan internasional. Dua bulan kemudian, tepatnya pada 23 Juni, Rusia mengatakan salah satu kapal perangnya di Laut Hitam melepaskan tembakan peringatan. Selain itu, pesawat tempur Rusia menjatuhkan bom di jalur kapal perusak Angkatan Laut Kerajaan Inggris, HMS Defender.

Serangan bom tersebut bertujuan untuk mengusir kapal Inggris dari daerah dekat Krimea yang diklaim sebagai perairan teritorial Moskow. Inggris, yang tidak mengakui pencaplokan Krimea, bersikeras bahwa HMS Defender tidak diserang, dan sedang berlayar di perairan Ukraina.

Pejabat tinggi Barat menyampaikan pesan dukungan untuk Ukraina. Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel mengatakan, Ukraina tidak akan pernah sendirian dalam memperjuangkan dan merebut kembali Krimea. Karena menurut Michel, Krimea adalah Ukraina.

“Sayangnya, Rusia terus bertindak dengan cara melipatgandakan dampak negatif aneksasi. Militerisasi di semenanjung yang terus berlanjut sangat mempengaruhi situasi keamanan di wilayah Laut Hitam," kata Michel.
 
Secara terpisah pada Senin, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut konferensi terkait Semenanjung Krimea sebagai acara anti-Rusia. Peskov mengkritik Kanselir Jerman Angela Merkel atas pernyataannya tentang konflik yang sedang berlangsung di wilayah Donetsk dan Lugansk Ukraina.

Pasukan pemerintah telah memerangi separatis yang didukung Rusia di daerah itu sejak April 2014. Peskov dengan tegas menolak klaim Merkel bahwa Rusia terlibat secara intensif dalam konflik tersebut. “Rusia tidak memiliki hubungan apa pun dengan pihak-pihak yang berkonflik,” kata Peskov. 


 
Berita Terpopuler