PPKM Turun Level tapi Kematian Akibat Covid Masih Tinggi

Perlu ada analisa mendalam tentang kematian akibat Covid-19.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas pemikul jenazah mengenakan alat pelindung diri (APD) memanjatkan doa usai memakamkan jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Kihafit, Leuwigajah, Kota Cimahi, Ahad (22/8). Petugas pemikul jenazah mengatakan, pada bulan ini pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Kihafit mengalami penurunan, dimana pada bulan lalu mencapai 5 hingga 10 jenazah per hari kini 1 hingga 2 jenazah per hari. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Penurunan kasus positif Covid-19 secara tren terus terjadi di Tanah Air. Didasari tren penurunan, Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga perlahan terus dilonggarkan. Di saat kasus positif menurun, angka kematian tapi belum menurun signifkan.

Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama memantau masih tingginya angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Ia memantau secara umum jumlah kasus baru harian Covid-19 turun, antara lain karena pelaksanaan PPKM sejak awal Juli 2021. Tetapi di sisi lain angka kematian malah masih tinggi.  

Prof Tjandra mendapati laporan pada 17 Agustus 2021 menunjukkan ada 1.180 warga Indonesia yang wafat dalam sehari. Bahkan angka rata-rata kematian tujuh hari dalam periode itu adalah 1.342 orang.

"Sesudah itu angkanya juga masih terus tinggi, 1.128 yang wafat di laporan 18 Agustus, meningkat lagi menjadi 1.492 yang meninggal di tanggal 19 Agustus dan menjadi 1.348 di 20 Agustus 2021, dengan angka kematian rata-rata 7 hari sejumlah 1.269 orang," kata Prof Tjandra dalam keterangan persnya, Selasa (24/8).

Prof Tjandra menyebut di awal PPKM darurat diberlakukan pada 3 Juli 2021 jumlah yang wafat hari itu adalah 493 orang. Adapun angka kematian rata-rata tujuh hari sejumlah 471 orang.

"Jadi angka kematian sesudah 17 Agustusan ini adalah setidaknya dua kali lebih tinggi dari saat PPKM darurat dimulai," ujar Mantan Direktur WHO Asia Tenggara tersebut.

Selain itu, Prof Tjandra menyebut Case Fatality Rate (CFR) Indonesia lebih tinggi dari kebanyakan negara tetangga ASEAN dan beberapa negara lain. Rinciannya Indonesia 3,2 persen, Malaysia  0,9 persen, Thailand 0,9 persen, Kamboja 2 persen, Vietnam 2,2 persen, Singapura 0,1 persen, Laos 0,1 persen, Myanmar 3,8 persen, Timor Leste 0,3 persen, Korea Selatan 0,9 persen, USA 1,7 persen dan India 1,3 persen.

Oleh karena itu, Prof Tjandra menganjurkan sebaiknya dibuat analisa mendalam tentang kematian dalam 2 aspek. "Yaitu pertama, pola kematian di masyarakat, di mana meninggalnya? Apakah sudah ke RS? apakah ada komorbid? Apakah dalam konsultasi dengan nakes? Dan kedua, dianalisa penyebab kematian di RS sesuai International Classification of Diseases (ICD)," ucap Prof Tjandra.

Prof Tjandra berharap dengan kedua analisa mendalam ini maka penanganan selanjutnya akan lebih baik atau sesuai prinsip evidence-based decision making process. "Semoga jumlah yang wafat akibat Covid-19  kematian di negara kita dapat segera ditekan, dan ini harus jadi prioritas utama sekarang ini," tutur Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.

Terkait angka kematian yang tinggi meski kasus positif sudah menurun, Prof Tjandra meminta pemantauan kondisi pasien isolasi mandiri atau isoman. Ia menduga, perburukan pasien isoman berkolerasi dengan tingginya angka kematian akibat Covid-19.

Prof Tjandra menganalisa mereka yang menjalani isoman bisa saja mengalami penurunan kondisi kesehatan karena penyakit penyerta (komorbid). Sehingga ia meminta mereka yang isoman memperhatikan komorbidnya.

"Pada yang isolasi mandiri di rumah atau fasilitas isoter maka bukan tidak mungkin perburukan terjadi bukan hanya karena Covid-19. Tapi juga adanya komorbid yang tidak terkontrol baik," kata dia.

Oleh karena itu, Prof Tjandra menyarankan sejumlah hal kepada mereka yang dirawat/diisolasi di luar rumah sakit. Pertama, mereka harus memeriksa gejala, suhu dan saturasi oksigen pagi dan sore. Kedua, melakukan pola hidup bersih sehat, termasuk makan bergizi, aktivitas fisik dan mengelola stress. Ketiga, melakukan komunikasi secara teratur dengan petugas kesehatan.

"Dan terakhir tentang obat, maka ada dua hal, yaitu obat untuk menangani ko-morbidnya kalau ada dan juga kalau memang diperlukan vitamin atau obat tertentu untuk Covid-19 ya," ujar mantan Direktur WHO Asia Tenggara tersebut.

Selain itu, Prof Tjandra meminta mereka yang menjalani isoman terus menjaga komunikasi dengan petugas kesehatan. Hal ini guna mencegah situasi darurat terjadi tanpa pantauan petugas kesehatan.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, kasus kematian akibat Covid bertambah sebanyak 842 orang pada Senin (23/8). Dengan penambahan ini, maka total kasus kematian mencapai 127.214 kasus.

Jika dibandingkan pada hari-hari sebelumnya, angka kasus kematian pada Senin lebih rendah dibandingkan Ahad (22/8) yang sebesar 1.030 kasus. Sedangkan pada Sabtu (21/8), kasus kematian mencapai 1.361.

Dari data Satgas, lima provinsi yang menyumbangkan kasus kematian harian tertinggi hari ini yakni Jawa Timur dengan 189 kasus meninggal. Disusul Jawa Tengah menambahkan 98 kasus meninggal, Bali melaporkan 66 kasus, Lampung 58 kasus meninggal, dan DI Yogyakarta 39 kasus.

Pemerintah mengeklaim pemberlakuan PPKM berhasil menurunkan kasus Covid-19 di Tanah Air. Penurunan kasus nasional namun belum konsisten. Menurut Kemenkes tidak konsistennya penurunan kasus karena masih ada penambahan kasus di luar Jawa dan Bali.

"Luar Jawa-Bali masih ada tren peningkatan kasus (Covid-19)," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, saat dihubungi Republika, Senin (23/8). Kasus Covid-19 di luar Jawa dan Bali yang masih belum turun membuat Kemenkes mengaku akan terus memantau ketat daerah.

Sejauh ini PPKM telah menurunkan 40-45 persen kasus Covid-19. Ini terbukti dengan angka positif (positivity rate) yang kini sebesar 19,25 persen. Kemenkes menilai, PPKM juga mengurangi laju penularan virus.






Baca Juga

Epidemiologi dari FKM UI Iwan Ariawan harap masyarakat tidak kebablasan merespons penurunan level PPKM. "Kita tidak bisa mencapai herd immunity dengan Covid-19 yang selalu bermutasi, dan efektifivas vaksin yang kita miliki sekarang. Jadi meskipun kasus sudah turun, harus sangat berhati-hati," kata Iwan, dikonfirmasi wartawan, Selasa.

Pemerintah memperpanjang PPKM di Jawa-Bali hingga 30 Agustus 2021. Status PPKM di beberapa daerah turun dari level 4 menjadi level 3.

Penurunan status menjadi level 3 untuk daerah aglomerasi Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, dan beberapa wilayah kabupaten/kota lainnya. Pertimbangannya, tren kasus Covid-19 di daerah itu terus menurun dan kesembuhan pasien meningkat.

Iwan mengatakan, masyarakat harus selalu menerapkan protokol kesehatan. Kemudian, kata dia, 3T atau testing, tracing dan treatment serta vaksinasi cakupan tinggi tetap harus dipertahankan. "Pelonggaran ini harus disertai ketaatan terhadap prosedur yang sudah dibuat, seperti penggunaan aplikasi Peduli Lindungi untuk mencegah orang yang terinfeksi Covid-19 atau kontak erat masuk ke tempat umum dan menjadi sumber penularan," tuturnya.

Iwan sepakat dengan keputusan pemerintah yang menurunkan status PPKM di beberapa daerah itu dari level 4 menjadi level 3. "Saya setuju penurunan level tersebut karena sudah sesuai dengan indikator PPKM. Hanya pelonggaran kegiatan harus dilakukan secara hati-hati supaya kasus tidak naik kembali," ucap dia.

Menurut dia, dunia usaha mestinya sudah diajak rapat membahas pelonggaran PPKM dan syarat-syaratnya. Jadi mereka, lanjut Iwan sudah mengerti dan bersedia menjalankan prosedur-prosedur tersebut, supaya masyarakat aman dan ekonomi juga bisa berjalan.Iwan mendorong agar pemerintah daerah menjatuhkan sanksi berat jika masyarakat tidak mematuhi aturan PPKM.

"Penutupan sementara mal atau tempat usaha jika mereka melanggar atau menjadi klaster penularan," ujarnya.

Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menilai, langkah perpanjangan PPKM sudah tepat guna memutus mata rantai penularan Covid-19. Kendati demikian, ia mengingatkan pemerintah harus memastikan kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti sampai pada level terbawah secara tegas namun tetap humanis.

Syarief Hasan sejak awal mendorong pemerintah mengambil kebijakan pembatasan secara tegas. "Sejak awal kami mendorong pemerintah untuk tegas dan berani melakukan karantina pada wilayah zona merah yang menjadi episentrum Covid-19," ucap dia.

Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 total kasus positif Covid-19 di Indonesia sejak pertama kali diumumkan pada Maret 2020, hingga saat ini hampir empat juta jiwa orang sudah terpapar. Sementara itu, kasus meninggal dunia akibat Covid-19 sudah mencapai 126 ribu jiwa.

Positivity rate harian 12,92 persen dan positivity rate polymerase chain reaction (PCR) 25,20 persen. Dari data-data tersebut, ia mendesak pemerintah untuk memperbanyak testing agar dapat mendeteksi Covid-19 di Indonesia.

Ia mendorong pemangku kepentingan terkait agar memerhatikan positivity rate di Indonesia. Sebab, positivity rate Covid-19 di Tanah Air masih di atas standar maksimum yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO) maksimal lima persen.

Daftar Harga Tes PCR di Asia Tenggara - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler