Khofifah Klaim Covid Terkendali, Tapi Angka Kematian Tinggi

Jokowi mengingatkan angka kematian Covid-19 di Jatim masih tinggi sekali, 7,1 persen.

Antara/Didik Suhartono
Tenaga kesehatan berdiri di depan tenda
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Dessy Suciati Saputri

Pada hari ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengklaim, kondisi dan penanganan Covid-19 di Jatim mulai kondusif dan terkendali berdasarkan beberapa indikator yang ada. Di antaranya, menurunnya tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di RS rujukan, serta menurunnya jumlah PPKM level 4 dari 30 menjadi 17 daerah.

Baca Juga

"Dengan adanya pemberlakuan PPKM berlevel terbukti efektif menurunkan angka penyebaran Covid-19. Hal ini dilihat berdasarkan indikator-indikator di antaranya tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan Covid-19 yang telah mengalami penurunan signifikan," kata Khofifah, Jumat (20/8).

Khofifah menjelaskan, berdasarkan data 18 Agustus 2021, jika dibandingkan data 3 Juli 2021, BOR RS Rujukan Covid-19 di Jatim menunjukkan penurunan signifikan dan sudah di bawah standar WHO 60 persen. Perinciannya, untuk BOR ICU dari 78 persen turun menjadi 59 persen, BOR isolasi biasa dari 81 persen turun menjadi 42 persen, BOR RS Lapangan dari 69 persen turun menjadi 30 persen, dan BOR Rumah Karantina dari 50 persen menjadi 22 persen.

Selain itu, untuk tracing dan testing di Jatim juga mengalami kenaikan cukup signifikan dari 1,2 persen menjadi 9,4 persen. "Alhamdulillah sudah 9,4 persen untuk tracing dan kami akan terus meningkatkan terutama untuk testingnya," ujar Khofifah.

Dalam dua pekan terakhir, kata Khofifah, jumlah zona merah Covid-19 di wilayah yang dipimpinnya juga terus mengalami penurunan. Semula zona merah Covid-19 di Jatim sejumlah 34 daerah. Sedangkan per Selasa (17/8), jumlah zona merah menurun menjadi 15 daerah.

Selain itu, lanjut Khofifah, untuk posisi rate of transmission (RT) di Jatim juga sudah berada di bawah angka 1. Khofifah menjelaskan, pada Rabu (18/8) angka RT Covid-19 di Jatim berada di angka 0,45.

"Hal ini menandakan bahwa penyebaran Covid-19 di Jawa Timur mulai landai dan terkendali," ujar Khofifah.

Terkait vaksinasi di Jatim, Khofifah mengungkapkan, 8,42 juta masyarakat di wilayah setempat telah menjalani vaksinasi Covid-19 dosis pertama, atau setara 26,46 persen. Sedangkan untuk vaksin dosis kedua, jumlah masyarakat yang sudah tervaskin mencapai 4,53 juta orang atau setara 14,26 persen.

Terkait harga tes swab PCR, Khofifah menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan ke lapangan dan hasilnya harga sudah turun sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Tes PCR di Jatim pun sudah di atas standar WHO yaitu 40.479 tes per minggu. Sementara pada  seminggu  terakhir testing di  Jatim mencapai 74.245 tes per minggu.

Khofifah menyampaikan, ia bersama Forkopimda Jatim akan terus berupaya keras dan bersinergi dalam penanganan Covid-19. Upaya yang dilakukan diharapkannya akan berimbas pada berbagai sektor di Jawa Timur.

"Kami memang harus bergerak bersama, membangun suasana yang sangat solid dan memastikan semuanya bisa diukur capaiannya dari berbagai kinerja utamanya dalam menjaga  pengendalian Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi di Jatim," kata dia.

In Picture: RS Darurat Covid-19 di Lanmar Surabaya

Tenaga kesehatan berdiri di depan tenda screening pasien di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Karang Pucung, Pangkalan Korps Marinir (Lanmar) Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (20/8/2021). Rumah sakit darurat yang diperuntukkan bagi pasien COVID-19 bergejala ringan tersebut memiliki daya tampung 800 tempat tidur pasien. - (Antara/Didik Suhartono)

Jika Khofifah menyebut bahwa pandemi Covid-19 di provinsinya saat ini sudah terkendali, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan peringatan akan masih tingginya angka kematian Covid-19 di Jatim. Hal ini disampaikannya saat memberikan pengarahan kepada Forkopimda se-Provinsi Jawa Timur di Pendopo Ronggo Djoemeno, Madiun, Kamis (19/8) kemarin.

“Yang berkaitan dengan angka kematian, hati-hati di Jawa Timur tinggi sekali 7,1 persen. Hati-hati ini tinggi sekali, tinggi sekali,” kata Jokowi dalam arahannya yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (20/8).

Jokowi menilai, penyebab tingginya angka kematian di provinsi ini kemungkinan karena adanya pasien isolasi mandiri yang tak segera dibawa ke isolasi terpusat. Sehingga kondisi pasien menjadi berat ketika dibawa ke rumah sakit dan terlambat mendapatkan penanganan.

“Saturasinya sudah turun baru dibawa ke rumah sakit, terlambat. Banyak di situ,” tambahnya.

Selain itu, tingginya angka kematian juga disebabkan karena faktor adanya komorbid pasien. Karena itu, Jokowi menekankan bahwa isolasi terpusat menjadi kunci utama untuk mencegah terjadinya penyebaran kasus dan menekan angka kematian.

Presiden pun meminta seluruh pemimpin daerah hingga Pangdam dan Kapolda agar mengetahui secara detil kondisi perkembangan kasus di daerahnya. Ia juga menekankan diperlukannya kepemimpinan lapangan untuk mengantisipasi penyebaran yang semakin meluas di masing-masing daerahnya.

“Bapak ibu semuanya harus tahu posisi oksigen kota saya, kabupaten saya habis berapa minggu lagi, misalnya. Obat-obatan yang gak siap apa harus tahu hariannya, jangan sampai itu habis atau terlambat,” ujar Jokowi.

Saat meninjau beberapa lokasi penanganan Covid-19 di Malang Raya pada pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI, Luhut Binsar Pandjaitan juga menyoroti masih tingginya angka kematian Covid-19 di Jatim.

Luhut pun menekankan, isolasi terpusat (isoter) saat ini menjadi sangat penting dilakukan di daerah. Jika ada masyarakat yang terpapar Covid-19, maka diharapakan bisa segera dibawa ke fasilitas isoter.

"Di sini ada dokternya, ada makannya, ada obatnya, pengecekannya, ada semua dan tidak menularkan ke keluarga kita," kata Luhut saat berkunjung ke gedung Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) di Kota Malang yang menjadi salah satu fasilitas isoter.

Penekanan yang diuraikan Luhut tidak lepas dari keberadaan varian Delta. Varian ini dinilai sangat berbahaya karena bisa menyerang pernapasan. Jika saturasi oksigen seseorang sudah mendekati angka 80, maka akan sulit ditolong nantinya.

"Kalau di rumah obatnya belum tentu ada, dokter enggak ada, Nakes ndak ada, ngurus saturasi oksigen tidak ada, oksigen sendiri kalau diperlukan tidak ada. Di sini semua ada," ucap dia.

Luhut juga meminta daerah tidak menutupi angka kasus Covid-19 yang sebenarnya. Daerah lebih baik terbuka terkait data tersebut secara keseluruhan.

"Enggak ada yang salah. Yang salah kalau kita tutupin. Kalau kita buka kalau kita tarik patuh dengan protokol itu pasti turun," kata Luhut.

 

Jaga Mental Saat Isolasi Mandiri - (UGM)

 
Berita Terpopuler