Antivaksin Garis Keras, Ibu 6 Anak Berubah Pikiran

Seorang ibu 6 anak yang semula antivaksin berubah pikiran sejak pandemi.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksin Covid-19. Pandemi Covid-19 membuat seorang ibu yang antivaksin berubah pikiran.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ibu dari enam anak bernama Alyssa Ruben selama ini memiliki pandangan anti terhadap vaksinasi. Anti-vaxxer, begitu julukan kelompok tersebut.

Bertahun-tahun, Alyssa memilih untuk tidak mendapatkan vaksin apapun. Ia juga mengajak orang lain untuk mengikuti jejaknya.

Baca Juga

Setelah adanya virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) sebagai penyebab Covid-19, penyakit infeksi yang menjadi pandemi dunia sejak tahun lalu, pemikiran dari perempuan berusia 38 tahun ini pun berubah. Apa yang membuatnya berubah pikiran?

"Setelah Covid-19 terjadi, saya sadar bahwa pandangan saya tidak didasarkan pada sains atau fakta. Sekarang saya melakukan semua yang saya bisa untuk memperbaiki kesalahan yang telah saya buat," ujar Alyssa, dilansir Insider, Jumat (13/8).

Alyssa kemudian menceritakan bagaimana dirinya pertama kali bisa menjadi seorang anti-vaxxer garis keras. Saat itu, melalui internet, ia menemukan komunitas parenting dan bersamaan juga melihat komunitas antivaksin.

Karena kedekatan dengan orang-orang dalam komunitas tersebut, Alyssa mulai merasakan keraguan terhadap vaksin. Saat hamil anak pertamanya, ia berkonsultasi dengan seorang dokter bernama Mayer Eisenstein. Dokter peraih gelar master di bidang kesehatan masyarakat itu menganut paham natural dan sangat anti terhadap vaksinasi.

"Ketika saya bertanya tentang vaksin, ia meyakinkan dan memberi tahu bahwa vaksin tidak aman dan tidak perlu," jelas Alyssa yang merupakan salah satu pendiri kelompok natural-parenting, MommyCon.

Sejak itu, Alyssa semakin merasa bahwa keputusan untuk tidak memberikan vaksin kepada anak-anaknya kelak adalah hal yang tepat. Banyak teman-teman dalam komunitas pengasuhan yang diikutinya juga mendukung hingga dirinya semakin blak-blakan menentang vaksinasi.

Saat Covid-19 melanda AS dengan parah, Alyssa melihat keluarganya terkena penyakit wabah ini. Pamannya bahkan sampai bergantung dengan ventilator saat berjuang sembuh dari Covid-19 dan teman-temannya juga banyak yang positif Covid-19.

Alyssa juga menyaksikan betapa unit perawatan intensif (ICU) di rumah sakit di kota tempat tinggalnya di Amerika Serikat penuh, kewalahan menangani pasien Covid-19. Perawat dari kota lain pun berdatangan untuk membantu penanganan wabah di sana.

Sementara itu, teman-teman dalam komunitas daring yang diikutinya tetap mengatakan bahwa itu adalah sebuah kebohongan dan sebenarnya virus corona tak pernah ada. Mereka bahkan membahas teori konspirasi soal pandemi.

Kontradiksi itu kemudian memantik tumbuhnya keraguan terhadap kelompok yang diikuti Alyssa. Ia jadi mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri dan mencari tahu lebih banyak tentang vaksin. Ia kemudian menyadari bahwa apa yang telah dipikirkan selama ini adalah salah.

"Kalau tidak ada pandemi, mungkin saya tetap antivaksin," katanya.

Dari sana, Alyssa sadar pentingnya vaksin. Ia sangat ingin orang-orang terlindungi, terutama anak-anaknya.

Alyssa kemudian mendatangi dokter anak. Ia bermaksud memvaksinasi semua anaknya, termasuk dengan vaksin Covid-19.

"Anak saya yang sudah berusia 17 tahun sudah dapat menjalani vaksinasi Covid-19," ungkapnya.

Vaksinasi Covid-19 anak usia 12-17 tahun. - (Republika)


Alyssa yang selama ini vokal dalam gerakan antivaksin menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada banyak orang. Ia kemudian menggunakan platform daring di komunitas parenting untuk berbagi pengalaman dan mendorong orang lain untuk divaksinasi.

"Jika Anda adalah bagian dari komunitas anti-vax atau Anda ragu terhadap vaksin, saya harap Anda tahu bahwa tidak masalah untuk berubah," kata Alyssa.

Alyssa mengatakan bahwa penting agar semua orang, terutama mereka yang memiliki pandangan antivaksin untuk terus belajar dan mencoba melakukan hal yang benar. Ia juga kembali meminta maaf karena pernah membuat orang lain mungkin merasa khawatir terhadap vaksin.

"Jika cerita saya sekarang membuat setidaknya satu orang tua memutuskan untuk memvaksinasi anak-anak mereka, artinya saya menebus kesalahan saya," kata Alyssa.

 
Berita Terpopuler