6 Negara Minta Eropa Terus Deportasi Pengungsi Afghanistan

Perkembangan di Afghanistan dinilai bisa memicu kembali krisis imigrasi 2015/2016.

AP/Hamed Sarfarazi
Petugas keamanan Afghanistan berpatroli setelah mereka mengambil kembali kendali atas beberapa bagian kota Herat menyusul pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di pinggiran Herat, 640 kilometer (397 mil) barat Kabul, Afghanistan, Minggu, 8 Agustus 2021.
Rep: Lintar Satria Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Enam negara anggota Uni Eropa menolak usulan untuk menghentikan sementara deportasi pengungsi Afghanistan yang ditolak masuk. Para pengungsi itu akan menghadapi pemberontak Taliban yang menguasai semakin banyak wilayah di negara itu.

Taliban berusaha menerapkan kembali hukum Islam kaku yang mereka terapkan sebelum digulingkan pasukan Amerika Serikat (AS) pada 2001. Kini mereka telah berhasil mengalahkan banyak pasukan pemerintah setelah AS menarik mundur pasukannya.

Baca Juga

"Berhenti memulangkan akan mengirim sinyal yang salah dan memotivasi lebih banyak masyarakat Afghanistan meninggalkan rumah mereka untuk datang ke Uni Eropa," kata Austria, Denmark, Belgia, Belanda, Yunani dan Jerman dalam surat mereka ke Komisi Eropa pada tanggal 5 Agustus.

"Karena hal itu kami mendesak anda dan tim anda di Komisi untuk mengintensifkan perundingan dengan pemerintah Afghanistan tentang bagaimana warga Afghanistan bisa pulang dan akan terus pulang dalam beberapa bulan ke depan," kata mereka dalam surat tersebut.

 
Banyak negara anggota Uni Eropa yang khawatir perkembangan di Afghanistan dapat memicu kembali krisis imigrasi 2015/2016. Ketika jutaan pengungusi dari Timur Tengah tiba di Eropa hingga negara-negara blok itu harus memperketat keamanan, sistem kesejahteraan.

Krisis imigrasi yang juga picu dukungan terhadap kelompok-kelompok ekstrem kanan. Komisi Eropa mengatakan mereka menerima surat tersebut dan akan membalasnya ketika sudah siap.

Juru bicara Komisi Eropa mengatakan negara anggota Uni Eropa yang dapat menentukan apakah Afghanistan negara yang aman untuk memulangkan kembali para pengungsi. Isu ini diperkirakan akan muncul dalam pertemuan menteri-menteri Uni Eropa pada 18 Agustus mendatang.

Pertemuan itu dijadwalkan fokus membahas perbatasan ilegal dari Belarusia ke negara-negara Uni Eropa, yakni Lithuania, Polandia dan Latvia.

Surat dari enam negara anggota mencatat sejak 2015 lalu sudah sekitar 570 ribu pengungsi Afghanistan yang mengajukan suaka ke Uni Eropa. Pada tahun 2020 saja sebanyak 44 ribu.

"Kami sepenuhnya menyadari sensitifnya situasi di Afghanistan sehubungan ditariknya pasukan internasional," kata enam negara Uni Eropa.

Mereka menambahkan sudah sekitar 4,6 juta warga Afghanistan yang mengungsi. Sebagian di kawasan Timur Tengah. Enam negara itu mendesak Uni Eropa untuk memberi bantuan terbaik ke pengungusi dengan meningkatkan kerja sama dengan Afghanistan, Pakistan dan Iran.

Menteri Negara untuk Imigrasi dan Suaka Belgia Sammy Mahdi membela inisiatif tersebut. Walaupun banyak dikritik.

"Wilayah negara tidak aman tidak berarti setiap warga negaranya otomatis berhak mendapat perlindungan," cicitnya di Twitter.

Pejabat senior Uni Eropa mengatakan beberapa bulan terakhir sudah sekitar 400 ribu warga Afghanistan yang terpaksa mengungsi di dalam negeri. Dalam beberapa hari terakhir jumlah orang yang mengungsi ke Iran semakin bertambah.

Ia mengatakan situasinya tidak sedramatik krisis Suriah dan Irak. Karena Kabul masih memiliki pemerintah solid yang bisa diajak bekerja sama Uni Eropa. Namun sulit untuk memulangkan pencari suaka.

"Mengingat konteksnya, sulit membayangkan  kami akan memaksakan operasi pemulangan," katanya. 

 
Berita Terpopuler