Minta Divonis Bebas, Juliari: Akhirilah Penderitaan Kami

Jaksa KPK menuntut Juliari 11 tahun penjara dalam perkara kasus bansos Covid-19.

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pewarta memotret terdakwa kasus dugaan korupsi bansos Juliari Batubara melalui layar saat menjalani sidang lanjutan secara virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (9/8/2021). Sidang mantan Menteri Sosial itu beragenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara

Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara memohon untuk mendapat vonis bebas dari majelis hakim. Hal itu diungkapkannya saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) atas tuntutan 11 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dari jaksa KPK.

"Oleh karena itu permohonan saya, permohonan istri saya, permohonan kedua anak saya yang masih kecil-kecil serta permohonan keluarga besar saya kepada majelis hakim yang mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan," kata Juliari di gedung KPK Jakarta, Senin (9/8).

Sidang pembacaan pleidoi dilakukan secara video conference. Di mana, Juliari dan sebagian penasihat hukum ada di gedung KPK sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum Juliari ada di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Putusan majelis yang mulia akan teramat besar dampaknya bagi keluarga saya, terutama anak-anak saya yang masih di bawah umur dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai ayah mereka," ucap Juliari.

Juliari meyakini bahwa hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarganya yang sudah menderita. "Tidak hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan akan berakhir tergantung dengan putusan dari majelis hakim," ujar Juliari menambahkan.

Ia pun mengaku menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat perkara yang menjerat-nya tersebut. "Sebagai seorang anak yang lahir saya dibesarkan di tengah keluarga yang menjunjung tinggi integritas dan kehormatan dan tidak pernah sedikit pun saya memiliki niat atau terlintas saya untuk korupsi," kata Juliari.

Baca juga : Ini Video Viral Suntik Vaksin Kosong

Juliari menyebut beberapa anggota dari keluarga besarnya pernah mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Dan menurutnya, tidak pernah ada satu pun yang pernah berurusan dengan hukum.

"Keluarga saya juga sejak dulu aktif di bidang pendidikan, khususnya pendidikan menengah. Keluarga saya salah satu pendiri yayasan pendidikan menengah yang sudah berusia puluhan tahun di Jakarta dan sudah menghasilkan ribuan alumni," kata Juliari menjelaskan.

Ia pun mengaku pernah menjadi ketua yayasannya selama 5 tahun dan sebagian besar siswa yang bersekolah di sekolah tersebut berasal dari status ekonomi menengah ke bawah. "Latar belakang ini yang membuat saya dengan penuh kesadaran menyerahkan diri ke KPK untuk menunjukkan sikap kooperatif saya terhadap perkara ini," ucap Juliari.

Dalam surat tuntutannya, JPU KPK sebelumnya menyebut Juliari dinilai terbukti menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek. Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

Uang suap itu menurut jaksa diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode Oktober-Desember 2020. Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan fee tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes swab, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.

Baca Juga

Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. JPU KPK juga meminta agar Juliari juga dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti.

"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 14.557.450.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," ujar jaksa Ikhsan Fernandi dalam persidangan sebelumnya.

Baca juga : Ini Aturan Pembukaan Mal di DKI Jakarta

JPU KPK juga meminta pencabutan hak politik Juliari dalam periode tertentu. "Menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap jaksa.

Kubu Juliari Peter Batubara menegaskan, tidak pernah menerima aliran duit terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 ini memang murni kasus suap. Kuasa Hukum Juliari, Maqdir Ismail mengklaim  tidak ada uang suap yang disita dari kliennya, ia juga meyakini tidak ada harta milil Eks Menteri Sosial itu yang diduga dibeli dari uang suap yang disita.

"Bahwa yang sudah pasti menerima uang itu adalah Matheus Joko Santoso (Eks Pejabat PPK Kemensos) seperti diterangkan Harry Van Sidabukke dan Adrian Maddanatja, misalnya  membeli rumah untuk istri mudanya di Cakung," kata Maqdir dalam keterangannya, Senin (9/8).

Maqdir menjelaskan, pernyataan di atas bukan berdasarkan asumsi. Sebab uang senilai Rp 14,5 miliar disita dari rumah istri Matheus Joko Santoso yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Dia juga menduga, uang itu di dapat dari rumah teman kencan Matheus Joko, Daning Saraswati di Jakarta.

"Sebagaimana diterangkan oleh Saksi Sanjaya dan Saksi Wan M. Guntar dan Matheus Joko Santoso, dari jumlah uang yang disita tersebut berasal dari pengambilan uang dari rekening PT. Rajawali Prama Indonesia di BRI KC Kramat pada tanggal 3 Desember Rp 5.700.000.000 dan tanggal 4 Desember 2020 sebesar Rp 2.360.000.000," kata Maqdir.

Akan tetapi dalam surat tuntutan, lanjut Maqdir, uang tersebut sebagai barang bukti untuk membenarkan fakta hukum. Tetapi uang itu diterima Matheus Joko Santoso dari sejumlah vendor.

Kemudian dalam fakta hukum tersebut, lanjut Maqdir, tidak pernah dinyatakan adanya uang sebesar Rp 8.060.000.000 yang berasal dari pengambilan uang dari rekening PT. Rajawali Prama Indonesia di BRI KC Kramat pada tanggal 3 Desember  2020 dan tanggal 4 Desember 2020.

Baca juga : PPKM Diperpanjang Lagi, Mendagri Terbitkan Tiga Instruksi

"Dengan demikian menurut hemat kami sebenarnya tidak ada uang yang nilainya mencapai Rp 29.252.000.000,00  dari beberapa vendor," tegas Maqdir.

Maqdir menegaskan, adanya penerimaan uang sebesar Rp 29.252.000.000 adalah tidak benar. Dia menilai, hal ini hanya berdasarkan keterangan tunggal dari Matheus Joko Santoso.

"Diperlukannya fakta hukum bahwa ada  uang yang diterima oleh Matheus Joko  Santoso mencapai Rp 29.252.000.000 dari beberapa vendor ini, tentu maksudnya untuk membenarkan keterangan yang pernah dia sampaikan dihadapan penyidik bahwa ada uang sebesar  Rp 14.700.000.000 diserahkan oleh Adi Wahyono melalui Saksi Selvy Nurbaity, Kukuh Ary Wibowo, dan Eko Budi Santoso kepada Terdakwa Juliari P. Batubara," tegas Maqdir.

"Akan tetapi faktanya tidak ada uang yang diterima oleh Terdakwa Juliari P. Batubara sebesar Rp 14.700.000.000,00 yang diserahkan oleh Adi Wahyono melalui Saksi Selvy Nurbaity, Kukuh Ary Wibowo dan Eko Budi Santoso," tambahnya.

Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler