Asmah Syahruni Muslimah Penggerak Perubahan (III-Habis)

Asmah tampil memimpin demonstrasi besar yang diikuti puluhan perempuan di Jakarta.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Warga menghadiri acara silaturahmi dengan Muslimat NU di Pondok Pesantren Al-Ittihad, Cianjur, Jumat (8/2).
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,   Selama dipimpin Asmah Syahruni, Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) terus berderap maju. Perempuan pemimpin itu terbilang andal. Dia mampu membawa organisasi ini kian berkembang.

Baca Juga

 

Dalam buku 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Bangsa dan Negara dijelaskan, sosok kelahiran Rantau, Kalimantan Selatan, itu termasuk vokal dan kritis. Pada zaman Orde Lama, di antara lain mendesak agar Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan. Sebab, partai berlambang palu-arit itu dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Banyak dari kalangan Muslimat NU yang menyatakan, model kepemimpinan Asmah sangat responsif. Sikapnya juga tegas dan selalu berorientasi pada pema haman fikih dan tradisi keilmuan ulama ahlus sunnah wa al-jama'ah dalam menanggapi tiap persoalan bangsa.

Sebagai organisasi otonom yang berada dalam tubuh NU, sikap itu wajar. Hampir semua kebijakan Muslimat NU selalu berpedoman pada fatwa ulama syuriah NU. Ketika NU menuntut pembubaran PKI pada 1965, Asmah tampil memimpin demonstrasi besar yang diikuti puluhan perempuan di Jakarta.

 

Peristiwa G30S/PKI membuat situasi politik kacau-balau. Ibu Asmah sering kali melakukan rapat dan menghubungi banyak tokoh untuk mencari solusi terbaik bagi bangsa dan negara. NU menghendaki agar Bung Karno saat itu ikut bertanggung jawab atas kejadian ini, tutur Ketua I Muslimat NU Sri Mulyati kepada Republika, belum lama ini.

Sidang Istimewa digelar pada 7-11 Maret 1967. Menurut Sri, Fraksi NU menunjuk Asmah dan Kiai Hamid Widjaja sebagai delegasi juru bicara. Pidato yang disampaikan Asmah antara lain meminta pertanggungjawaban Sukarno atas peristiwa kelabu pada 30 September 1965 itu.

Dalam penyusunan pidato tersebut ikut andil pula HM Subchan ZE. Posisi NU yang berada di garda depan merupakan kelanjutan sikap, mengusulkan adanya SI MPRS (Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dalam forum rapat DPR-Gotong Royong sebelumnya, yang juga merupakan ide dari KH Achmad Sjaichu, cerita Sri. 

Menurut Sri, sosok Asmah selalu memberi contoh baik kepada rekanrekan dan kader seluruhnya. Tokoh yang wafat pada 2014 lalu itu selalu menaruh rasa hormat kepada yang lebih tua dan mencintai kawan-kawannya yang lebih muda. Konsistensinya dalam dunia politik demi kemaslahatan agama dan bangsa pun tidak dimungkiri lagi.

 

 

 

 

Kekuatan dan kiprah Asmah sebagai PP Muslimat NU tecermin dalam pidatonya dalam Kongres Muslimat NU ke-12 di Yogyakarta. Dalam sambutannya, Asmah menekankan, pentingnya peran an kaum perempuan dalam kancah perjuangan membangun bangsa dan negara.

Dia memberi contoh agar perempuan dapat bangkit dari kelemahan dan kebodohan. Ia berkaca pada pengalaman- pengalaman kaum hawa di luar negeri. Sebut saja, sosok Benazir Bhutto, perempuan yang pernah menjabat sebagai perdana menteri di Pakistan. Begitu pula Cori Aquino, presiden Filipina 1986-1992. 

 

Asmah juga menekankan akan pentingnya format organisasi sebagai wadah aspirasi kaum perempuan dalam menerapkan langkah-langkah perjuangannya. Kekuatan yang dimilikinya sebagai seorang ketua telah membawa Muslimat NU mampu bersinergi dengan organisasi-organisasi lainnya pada masa itu. 

 
Berita Terpopuler