Pendapat UAS Tentang EDCCSH dan Crypto

UAS jelaskan soal EDCCSH dan Crypto.

Republika/Mahmud Muhyidin
Pendapat UAS Tentang EDCCSH dan Crypto. Foto: Ustadz Abdul Somad memberikan tausiyahnya saat acara MPR-RI Bersholawat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/8). Majellis Permusyawaratan Masyarakat (MPR) menggelar syukuran dan doa bersama tersebut dalam rangka mensyukuri 73 tahun kemerdekaan Indonesia dan HUT ke 73 tahun MPR dan DPR RI
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--E-Dinar Coin Cash (EDCCash) dan Money Crypto sedang digandrungi sebagian komunitas masyarakat Indonesia sebagai ladang usaha. Bahkan peminat menambang uang di EDCCas, Crypto melebihi jual beli saham.

Baca Juga

Bagaimana pendapat ulama apakah bertransaksi jual beli dengan EDCCas, atau Crypto itu haram atau halal? 

Dai kondang Ustadz Abdul Somad atau yang akrab disapa UAS menegaskan tidak ada masalah jika EDCCas atau Crypto dijadikan alat barter antara sesama komunitas. Yang penting ada kesepakatan di antara para pihak.

"Kesimpulannya money crypto uang digital sebagai alat tukar boleh tetapi sebagai investasi tidak. Beberapa pemain crypto ada artis terkenal kehilangan uang digital karena dianggap sebagai investasi. Paham?" jawab UAS saat ditanya jamaah tentang bagaimana investasi tentang EDCCas.

Untuk memperjelas jawabanya, UAS menceritakan bagaimana model transaksi jual beli sehari-hari di masyarakat. Jawaban lengkap UAS ini disiarkan oleh Accun YouTube Dakwah Singkat Padat yang memiliki 24,1 ribu subscriber. 

Video UAS menjawab tentang EDCCas ini diberi judul "Hukum bitcoin atau cryptocurrency dalam agama". Video UAS yang disiarkan ini mendapat 1,6 ribu komentar. 

Berikut jawan UAS selengkapnya:

Dulu awal-awal jual belinya bapak punya padi saya punya ikan, ikannya ditukar dengan padi. Kamu mau ikan ini ditukar dengan padi? 

"Mau mau mau. "

"Karena tidak mungkin dia makan beras tidak pakai ikan. Saya pun tidak mungkin makan ikan nasi, maka tukar-tukaran. Ikan saya bagi dua, beras kamu bagi. Akhirnya setuju maka jual-beli ini disebut dengan barter," tuturnya.

Kemudian maju lagi dari Yunani ada logam yang dicetak bulat-bulat namanya Dinar. "Orang yang Yunani menyebutnya Dinar,  sampai ke kota Makkah sampai ke kota Madinah dia disebut sebagai Dinar tiga tidak lagi pakai barter."

"Saya punya Dinar saya bisa beli apapun dengan Dinar itu. Bisa beli tanah, bisa beli onta, bisa beli gandum dulu pakai Dinar. 1 Dinar itu 4,5 gram emas. Nah meningkatkan dari barter pakaian Dirham," katanya.

Lalu meningkat yang ketiga, tidak lagi pakai Dinar. Dinar tidak bisa lagi dibawa karena kalau sampai saya bawa Dinar sekarang habis saya dikejar maling. 

"Nah itu dia ada Dinar, ada Dinar, pakai cincin emas aja bisa sampai dirampok orang, bukan di ambil emasnya tapi sama jari-jarinya dipotong," katanya.

Jadi model transaksi jual beli itu berubah dari masa kemasa mengikuti perkembangan zaman. Pertama tingkatannya yang disebut dengan barter di atas barter dikenal dengan Dinar.

"Di atas Dinar ini yang ketiga keluarlah apa yang disebut dengan uang kertas. Uang kertas dicetak oleh negara supaya emas tidak berkeliaran di jalan," katanya.

UAS mencontohkan, di Indonesia ada berapa emas, sebut saja satu ton maka satu ton emas dikeluarkan kertas senilai satu ton emas itu.  Jadi megara hanya boleh mencetak kertas sebanyak emas di negaranya.

"Jadi di negara itu emasnya cuman 50 kg maka boleh dicetak uang kertas senilai 50 kg. Jadi seluruh dunia ini yang paling banyak boleh mencetak kertas adalah di pulau Jawa karena disitulah "mas" yang paling banyak," katanya.

Lalu kemudian kata UAS, Amerika mencetak kertas lebih banyak daripada emas yang ada di negaranya. Jadi Amerika yang pertama kali melanggar ketentuan ini.

" Amerika dia cetak kertas ternyata nilai emasnya tidak sesuai sebanyak itu di Amerika mas tidak terlalu banyak. Kenapa emas sekarang paling banyak di Amerika, bukan dari tanah Amerika tetapi emas itu dibawa dari Papua ke Amerika karena dia punya perusahaan di Papua, dia sedot emas di situ dibawa ke Amerika," katanya.

Lalu kemudian Amerika melanggar itu dia cetak uang kertas tidak sesuai dengan itu. Akan tetapi karena dia punya kekuasaan dia menguasai dunia akhirnya boleh negara mencetak uang kertas walaupun tidak senilai dengan emas yang ada di situ.

 

Jadi kata UAS dia telah menjelaskan tiga model transaksi jual beli yaitu barter, Dinar atau Dirham dan Uang Kertas. Nah sekarang ini sebagai puncaknya transaksi jual beli yang keempat disebut dengan duit digital. 

"Digital money produknya banyak macam-macam. Sama dengan uang kertas tapi ada riyal ada ringgit ada rupiah. Nah sekarang yang keempat ini digital money, money criypto jadi maca-macam dia," katanya.

UAS menuturkan duit dalam bentuk digital ini tida ada wujudnya, berbeda dengan uang kertas yang ada wujudnya. Saat ini sudah masuk era digital dan semua transaksi menarima pembayaran digital.

"Digital money uangnya di alam ghaib nggak ada, tapi dia punya. Adanya cuman di handphone, disimpan di laptop disunahkan di satu tempat," katanya.

Terkait adanya hal ini, maka kata UAS dibuat kesepakatan dalam sebuah forum pertemuan ulama di Universitas Darussalam Gontor Ponorogo. Di tempat itu bertemulah para pakar-pakar ekonomi Islam dengan mengambil dua kesepakatan. 

"Pertama sebagai alat tukar bisa," katanya.

Misalnya kata UAS, seseorang jamaah di Masjid Jami Al Mukaromah tempat UAS memberi jawaban datang mau beli mobil UAS. 

"Ustadz Somad saya mau beli mobil ustad! Mana uangnya? Uangnya di alam ghaib, saya pakai uang digital sebagai alat tukar kalau saya mau boleh saya terima uang digital kamu ini kirim ke sini, disimpan dia coding boleh. Sebagai alat tukar tetapi sebagai investasi sebaiknya tidak," katanya.

Kenapa sebaiknya tidak? karena kata UAS nilainya tidak stabil. Uang kertas saja pun tidak stabil. Uang kertas masih mengalami resesi. 

"Uang kertas mengalami yang disebut nilai tak sama alias jatuh," katanya.

Kata UAS harga kambing zaman Nabi dengan harga kambing zaman sekarang pakai uang Dinar sama. Karena emas itu stabil makanya orang sekarang berbondong-bondong menyimpan emas.

Emas cepat naik, emas dulu satu gram Rp 500.000 sekarang emas sudah Rp 1 juta. Jadi uang berganti zaman berganti.

"Makanya kalau ada orang pinjam uang misalnya saya pinjem uang kamu Rp 100 ribu tahun 2020 dibayar tahun 2030 dengan 100 ribu mau apa nggak. ? Kalau saya tidak mau karena dalam 10 tahun itu terjadi inflasi nilai uang itu jatuh tapi dengan emas emas tidak jatuh emas stabil," katanya.

Jadi ini ada satu usaha mengembalika Umat Islam Ini menggunakan emas, mata uang emas. Kalau Eropa bisa pakai satu mata uang mata uang Euro, maka umat Islam juga bisa pakai uang emas, Dinar. 

"Bisa atau tidak bisa? Bisa," kata UAS.

Karena yang paling bisa disatukan itu umat Islam. Karena Tuhannya satu, "Qul huwallahu Ahad. Nabinya berap satu Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah kiblatnya pun satu orang Islam arahnya di dunia ini cuman satu.

"Tapi yang paling sulit disatukan umat Islam Subuh aja sudah berbeda satu pakai qunut satu tidak pakai qunut satu pakai "husolli' satu tidak, yang satu (attahiyat) telunjuknya begini(tidak bergerak) yang satu begini (bergerak)."

" Makanya jaga persatuan kalau sepele sepele ini jangan sampai merusak persatuan kesimpulannya money crypto uang digital sebagai alat tukar boleh tetapi sebagai investasi beberapa pemain crypto bilang artis terkenal kehilangan uang digital sebagai investasi. Paham?"

 

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler