Pemeliharaan Allah Terhadap Alquran Agar tidak Berubah

Allah memelihara Alquran sehingga tidak terjadi kerancuan.

Wihdan Hidayat / Republika
Pemeliharaan Allah Terhadap Alquran Agar tidak Berubah. Dua orang santri difabel rungu belajar menghafal di Pondok Pesantren Tuli Darul Ashom, Sleman Yogyakarta. Ada 47 santri difabel rungu yang mondok belajar menghafal alquran di Ponpes ini.
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahyu Alquran yang diterima Nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada umat manusia sejatinya adalah wahyu yang orisinil. Alquran adalah sesuatu yang valid yang tak berubah dari Sang Pemberi Wahyu tersebut, yakni Allah SWT.

Baca Juga

Dalam Alquran Surah Al-Hajj ayat 26- Allah SWT berfirman: “Alimul-ghaibi falaa yuzhiru ala ghaibihi ahada, illa manirtadha min Rasulill fa-innahu yasluka min baini yadaihi wa min khalfihi rashada, liya’lama an qad ablaghuu risaalaati Rabbihim wa ahaatha bimaa ladaihim wa ahshaa kulla syai’in adada,”.

Yang artinya: “(Dia adalah Tuhan) Yang Mahamengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya. Agar Dia mengetahui bahwa rasul-rasul itu sungguh telah menyampaikan risalah Tuhannya, sedang (ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu,”.

Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah Jilid 9 menjelaskan pengetahuan-Nya tentang apa yang di hadapan dan di belakang para rasul menunjukkan Allah mengawasi jalur yang dilalui oleh wahyu sepanjang perjalanan. Yakni sepanjang perjalanan wahtu itu antara diri-Nya hingga sampai ke manusia.

Allah-lah yang memeliharanya sehingga tidak terjadi kerancuan atas wahyu tersebut, baik yang diakibatkan oleh kelupaan, pengubahan, maupun penyimpangan makna akibat ulah dan tipu daya setan. Hal itu disebabkan para pembawa wahyu, kata Prof Quraish, yang merupakan para rasul-Nya selalu dalam pemeliharaan Allah dan secara langsung disaksikan oleh-Nya pula.

Allah menyaksikan menyangkut apa yang ada di hadapan dan apa yang ada di belakang mereka. Thatathaba’i memahami kata ‘maa baina aidihim’ dalam arti antara mereka dengan siapa yang kepadanya mereka sampaikan wahyu itu.

 

 

Dalam hal rasul yang dimaksud adalah malaikat, maka pengawasan dan pemeliharaan Allah adalah dalam konteks penyampaian rasul dari jenis malaikat itu kepada rasul yang dari jenis manusia, adalah antara para rasul manusia itu dengan masyarakat manusia.

Adapun yang dimaksud dari kata ‘maa khalfahum’ menurut Thabathaba’i, maka ia adalah antara mereka yakni para rasul kedua jenis itu dengan Allah SWT dan kesemuanya bertolak dari sisi Allah menuju semua manusia. Selanjutnya dijelaskan Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka, yakni para rasul itu dan apa yang di belakang mereka yakni pengetahuan Allah mencakup apa yang para rasul itu ketahui dan apa yang mereka tidak ketahui, maka mereka tidak melakukan sesuatu kecuali atas izin-Nya.

Dan Allah mengadakan penjagaan di muka dan di belakang mereka supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya mereka (rasul-rasul itu) telah menyampaikan risalah-risalah Tuhan mereka walaupun orang-orang bodoh tidak mengetahui tentang hal tersebut. Al-Biqai, dikutip Prof Quraish, juga menggarisbawahi penjagaan Allah itu menjadikan para rasul terpelihara sehingga mereka tidak mungkin menyampaikan sesuatu yang tidak diperintahkan-Nya.

Tidak juga setan atau selainnya dapat menyampaikan sesuatu melalui lidah para rasul. Bahkan setiap orang di antara mereka terpelihara dari dirinya sendiri.

 

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Najm ayat 3-4, “Wa maa yanthiqu anil-hawa in huwa illa wahyun yuwha,”. Yang artinya, “Dia tidak berucap menurut kemauan nafsunya, ia tidak lain kecuali wahyu yang diwahyukan (kepadanya),”.

 
Berita Terpopuler