Alasan Masjid di Amerika Kini Padukan Berbagai Mazhab Islam

Masjid Amerika menghidupkan kepemimpinan tertentu bagi wanita di masjid.

Wfyi
Alasan Masjid di Amerika Kini Padukan Berbagai Mazhab Islam. Masjid baru di Indiana tengah, Amerika Serikat
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah survei dilakukan Institute for Social Policy and Understanding terhadap perkembangan masjid-masjid di Amerika Serikat. Survei yang dilakukan setiap 10 tahun itu menemukan, masjid-masjid di Amerika banyak yang memadukan berbagai mazhab Islam, Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hambali.

Baca Juga

Dilansir dari Religion News Service (RNS), masjid Amerika kini menjadi lebih Amerika. Begitulah menurut Ihsan Bagby, yang telah menulis laporan untuk Institute for Social Policy and Understanding berdasarkan survei baru terhadap masjid di Amerika. Laporan tersebut menemukan masjid-masjid Sunni Amerika semakin menjadi tempat meleburnya tradisi, memadukan berbagai mazhab Islam.

Dalam banyak hal, pendekatan pluralistik ini menunjukkan kembalinya tradisi, misalnya mengenai peran laki-laki dan perempuan. Temuan dalam laporan tersebut menunjukkan masjid Amerika menghidupkan kembali posisi kepemimpinan tertentu bagi wanita di masjid, meskipun umum pada masa awal Islam, telah ditinggalkan.

"Para pemimpin masjid Amerika condong ke arah pemahaman Islam yang menganut dasar, sumber tekstual Islam (Qur'an dan Hadits) tetapi terbuka untuk interpretasi dengan melihat ke tujuan hukum Islam dan keadaan modern,” kata laporan itu, dilansir dari RNS, Rabu (4/8).

Studi ISPU dibangun berdasarkan wawancara langsung dan kuesioner standar. Penulis laporan tersebut berbicara langsung dengan ratusan pemimpin masjid dalam melakukan penelitian untuk laporan tersebut. 

 

 

Di banyak negara di dunia Islam, satu mazhab akan mendominasi dan sementara imigran Amerika dari negara-negara tersebut mempertahankan praktik tersebut, masjid mereka sering mencampurkan tradisi untuk menarik banyak jamaah yang potensial. Prinsip khusus dari mazhab dapat bervariasi, mulai dari detail tentang tata cara sholat, hingga tata cara kepemilikan hewan peliharaan.

Daya tarik yang kuat terhadap perspektif mazhab tunggal, terutama di komunitas imigran campuran, dapat mematikan bagian dari jamaah. Sedangkan pendekatan pan-mazhab memungkinkan tren yang berbeda berbaur bersama dalam kehidupan sehari-hari masjid.

“Anekdotnya, saya kenal seseorang yang menjadi pengurus sebuah masjid di Atlanta yang merasa harus mengingatkan semua orang bahwa itu bukan masjid Hanafi,” kata Bagby.

Menurut Bagby, masjid Hanafi dan Syafi'i adalah yang paling umum di Amerika. Namun, masjid-masjid yang mengikuti mazhab Maliki sedang meningkat karena migrasi baru-baru ini dari Afrika dan karena banyak mualaf Amerika tertarik pada interpretasi yang lebih fleksibel dari sejumlah praktik Islam. 

Dalam praktik Islam tradisional, individu dapat memadukan tradisi sampai batas tertentu, tetapi dalam beberapa generasi terakhir, karena masjid telah berubah menjadi lembaga negara di banyak negara mayoritas Muslim, kepatuhan terhadap mazhab tertentu menjadi lebih ketat. Di Amerika, sejumlah faktor kemungkinan telah memengaruhi praktik masjid.

 

Laporan baru mencatat khususnya keterlibatan dalam politik serta peningkatan penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari dan praktik masyarakat. Dalam survei institut tahun 2000, 53 persen masjid Amerika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama untuk khutbah Jumat; yang dibandingkan dengan 72 persen hari ini.

Laporan itu juga mencatat 51 persen dari masjid yang disurvei menjadi tuan rumah seorang politikus untuk kunjungan atau pembicaraan. Menurut Bagby, ini adalah tingkat keterlibatan politik yang lebih tinggi daripada gereja.

“Sejumlah besar masjid mendukung upaya seperti ini bukan karena alasan politik, melainkan karena mereka percaya mereka memajukan hubungan antara Muslim dan non-Muslim. Ini angka yang cukup besar dan mencerminkan perubahan itu,” katanya.

Studi ini menemukan sejumlah besar masjid terlibat dalam upaya lintas agama yang dirancang untuk membangun ikatan antara komunitas Muslim dan anggota kelompok agama lain. Laporan itu juga mencatat 67 persen masjid di Amerika Serikat memiliki perempuan yang bertugas di dewan mereka. 

Ini menandai peningkatan yang patut dicatat dari edisi-edisi laporan sebelumnya yang menemukan hanya 50 persen masjid yang memiliki anggota dewan perempuan pada 2000 dan 59 persen pada 2010. “Masjid Amerika lebih terintegrasi dari perspektif gender daripada masjid di tempat lain, seperti tidak memiliki pemisah antara area di mana Muslim dan Muslimah sholat. Masjid-masjid ini akan berpendapat praktik ini bukan inovasi melainkan kembali ke praktik yang berakar pada praktik Muslim paling awal,” kata Bagby.

 
Berita Terpopuler