Setahun Tragedi Pelabuhan Beirut, Belum Ada Titik Terang

Setahun ledakan di Pelabuhan Beirut, keluarga korban ragu ada keadilan

AP / Thibault Camus
Seorang tentara berjalan di lokasi ledakan yang hancur di pelabuhan Beirut, Lebanon, Kamis 6 Agustus 2020.
Rep: Lintar Satria Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Penyintas dan keluarga korban ledakan Beirut 4 Agustus 2020 lalu tidak yakin keadilan dapat ditegakan. Bulan lalu hakim yang memimpin penyelidikan ledakan Lebanon, Tarek Bitar, mengumumkan akan meminta pertanggungjawaban politisi senior, pejabat, dan mantan pejabat keamanan atas kasus ini.

Sejauh ini nama-nama yang masuk dalam penyelidikannya seperti calon mantan perdana menteri, para anggota parlemen, dan para jenderal belum pernah memenuhi undangan ke kantor kejaksaan. Mereka mengaku memiliki kekebalan hukum atau harus ada izin khusus dari perdana menteri atau menteri dalam negeri untuk datang ke kejaksaan.

Keluarga korban ledakan Lebanon mengatakan pemerintah sengaja menghalangi penyelidikan Bitar. Februari lalu pengadilan Lebanon menyingkirkan hakim sebelumnya, Hakim Fadi Sawwan, setelah ia mendakwa para menteri dan Perdana Menteri Diab atas kelalaian.

"Kami percaya pada hakim-hakim Lebanon akan melakukan penyelidikan dengan integritas. Hakim Bitar membuktikan integritasnya, tapi masalahnya kami tidak memiliki politisi yang terhormat," kata Ibrahim Hoteit yang saudara laki-lakinya tewas dalam ledakan Lebanon dikutip dari Daily Sabah, Rabu (4/8).

Satu-satunya bagian tubuh yang berhasil diidentifikasi dari saudara Hoteit adalah kulit kepalanya. Saudaranya bertubuh besar, seorang pemadam kebakaran, dan juara bela diri. Akan tetapi Hoteit hanya menguburkan saudaranya dengan kotak sebesar kotak sepatu.

Sejak itu Hoteit menjual bisnisnya dan hanya tidur beberapa jam setiap malam. Satu hal yang menjadi motivasinya, mendapatkan keadilan bagi para korban dan menghukum elite politik Lebanon yang bertanggung jawab atas bencana yang terjadi karena korupsi dan kegagalan mereka dalam mengelola negara.

"Saya tidak melihat seorang menteri atau presiden atau ketua parlemen. Saya melihat orang yang membunuh saudara saya dan orang-orang lain," kata Hoteit.

Baca Juga

Bersama istrinya, Hanan, kini Hoteit telah membangun asosiasi lebih dari 100 keluarga korban ledakan Lebanon. Mereka menggelar unjuk rasa meminta politisi untuk mengungkapkan kebenaran. Satu tahun kemudian, kritikus mengatakan pemimpin politik berhasil menghalangi penyelidikan yudisial yang dilakukan untuk menutupi siapa yang bertanggung jawab.

Demi mengatasi halangan, kelompok keluarga korban lainnya menuntut Dewan Hak Asasi Manusia PBB menggelar misi pencari fakta. Presiden Michel Aoun mengatakan tidak ada yang dapat perlindungan politik jika terbukti bersalah tapi ia tidak menyinggung tuduhan pejabat pemerintah menghalangi penyelidikan.  

Hoteit dan keluarga korban ledakan Lebanon lainnya mengatakan mereka tidak hanya melawan pemerintah tapi sistem politik yang sudah berkuasa di Lebanon selama lebih dari 30 tahun. Sistem ini melindungi politisi dengan sangat kuat sehingga mereka hampir kebal hukum.

Menurut banyak masyarakat Lebanon, sistem ini yang membawa negara itu pada kehancuran. Tidak hanya ledakan, Lebanon juga mengalami krisis ekonomi terburuk di dunia selama 150 tahun

 
Berita Terpopuler