China Pakai Teknologi Rudal Balistik Latih Atlet Olimpiade

China Aerospace Science and Technology Corporation ambil bagian dalam pelatihan atlet

EPA-EFE/NIC BOTHMA
Tim China Junxuan Yang, Muhan Tang, Yufei Zhang dan Bingjie Li merayakan dengan medali emas mereka setelah Final Estafet Gaya Bebas 4 x 200m Putri selama acara Renang Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo Aquatics Center di Tokyo, Jepang, 29 Juli 2021
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Teknologi dan inovasi adalah akar dari kemajuan pesat China di semua bidang. Peran teknologi dan inovasi pun kini muncul sebagai hasil nyata China memborong medali emas di Olimpiade Tokyo yang masih berlangsung.

China memimpin perolehan medali emas terbanyak, diikuti Amerika Serikat (AS), dan negara tuan rumah, Jepang. Atlet China sejauh ini memang mendominasi di hampir semua cabang olahraga.

Perenang China memenangkan enam medali yang meliputi tiga emas, dua perak, dan satu perunggu. Cabang olahraga ini adalah penampilan terbaik China pada ajang Olimpiade terbesar 2020 yang sempat tertunda karena pandemi itu.

Perenang China bernama Zhang Yufei memenangkan "emas ganda" pada perlombaan 200 meter individu dan dia juga turut sebagai bagian dari tim estafet China. Mengungguli juara dari AS dan Australia, Wang Shun juga berhasil meraih emas, gelar individu putra pertama China di Olimpiade 2020.

Menurut sebuah laporan oleh media milik negara Global Times yang dilansir laman Eurasian Times pada Selasa (3/8), China Academy of Aerospace Electronics Technology (CAAET) memainkan peran penting dalam melatih tim renang China. Menggunakan peralatan pengukuran kedirgantaraan dan data pelatihan simulasi, CAAET melakukan tes pada enam juara renang dunia.

Berdasarkan tes, rencana pelatihan ilmiah terperinci dibuat untuk setiap atlet yang diimplementasikan bersama dengan dukungan ilmiah. Hal itu membantu perenang meningkatkan penampilan mereka berlipat ganda.

Menurut laporan, subsistem navigasi inersia (INS) juga digunakan untuk melacak struktur teknis seperti waktu, frekuensi gaya renang, panjang gaya renang, serta frekuensi pernapasan. Sistem ini menggunakan perangkat seperti akselerometer, giroskop, dan magnetometer untuk mengukur ketinggian dan posisi suatu objek dan mengarahkannya ke targetnya.

China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC) juga mengembangkan versi miniatur INS, yang umumnya digunakan oleh rudal balistik antarbenua, dalam melatih perenangnya. Sistem ini membantu para perenang untuk memperbaiki teknik mereka dan mengurangi hambatan.

Baca Juga

CASC mengecilkan seluruh sistem yang beratnya hanya beberapa gram. Para perenang China kemudian disuruh memakainya dan duduk di terowongan angin dan berlatih berenang melawan angin. Hasil simulasi ini membantu dalam mengembangkan rekomendasi untuk perenang, sehingga memungkinkan mereka lebih meningkatkan gaya dan teknik mereka.

Diyakini bahwa teknologi kedirgantaraan telah digunakan untuk melatih para atlet China yang berkompetisi dalam mendayung juga. Banyak pendayung China diyakini telah dilatih oleh CASC.

CASC dilaporkan mengembangkan platform pengukur gaya tiga dimensi. Platform ini membantu dalam mengukur hambatan aerodinamis para pendayung China yang menggunakan kombinasi pemain yang berbeda serta kombinasi gerakan.

Pelatihan dengan bantuan teknologi aerodinamis ini tampaknya telah membantu tim dayung China di Olimpiade. Sebab tim quadruple putri mengantongi emas, sementara tim sculls ganda putra meraih perunggu.

Teknologi kedirgantaraan sebenarnya telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat China selama hampir 50 tahun, termasuk aplikasi satelit, konservasi energi dan peralatan perlindungan lingkungan, material canggih, dan produk informasi elektronik. Pernyataan itu dilontarkan pakar kedirgantaraan China kepada Global Times.

China bukan negara pertama yang menggunakan teknologi dalam melatih perenangnya. AS juga telah menggunakan berbagai jenis teknologi untuk membantu meningkatkan kinerja perenangnya di Olimpiade.

Menjelang Olimpiade Beijing 2008, tim renang AS berlatih menggunakan peralatan dan teknik matematika yang sangat rahasia dan canggih yang dikembangkan oleh profesor Timothy Wei dari Departemen Teknik Mesin, Dirgantara, dan Nuklir Rensselaer.

 
Berita Terpopuler