Duet Varian Covid-19 Delta-Beta Bisa 30 Kali Lebih Mematikan

Laporan SAGE menyebut bergabungnya dua varian bisa membuat Covid-19 kian mematikan.

EPA-EFE/ANDY RAIN
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Peneliti di Inggris menyebut Covid-19 dapat lebih mematikan ketika varian delta dan beta menjadi rekombinan.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekhawatiran bahwa SARS-CoV-2 dapat terus berkembang menjadi berbagai jenis varian kian mencuat. Terlebih, menurut laporan Scientific Advisory Group for Emergencies (SAGE), varian delta yang bergabung dengan beta bisa meningkatkan risiko gejala berat Covid-19 hingga 30 kali lebih mematikan.

Saat ini, tingkat kematian akibat Covid-19 di Inggris diestimasikan sekitar satu hingga tiga persen. Ini artinya, kurang dari lima dari setiap 100 orang yang positif Covid-19 kemudian meninggal adalah mereka yang belum mendapatkan vaksinasi.

Para ahli SAGE mengatakan, tingkat kematian tersebut dapat meningkat, bahkan mungkin menjadi mirip dengan sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS). Keduanya merupakan penyakit wabah yang juga berasal dari virus corona, yang masing-masing muncul pada 2000 dan 2012.

SARS dan MERS saat ini memang sudah tidak lagi menyebar, namun sekitar 10 hingga 30 persen orang yang tertular meninggal. Studi terbaru SAGE menyebutkan bahwa Covid-19 bisa menjadi sama mematikannya dengan dua penyakit yang berasal dari virus corona ini ketika dua variant of concern bergabung jadi satu.

Dilansir The Sun, delta sebagai varian yang pertama kali ditemukan di India memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi. Tak hanya jika digabungkan dengan beta, Covid-19 bisa jauh lebih mematikan dan dengan mudah menyebar juga ketika tergabung dengan alpha.

Simon Clarke, seorang profesor mikrobiologi seluler dari University of Reading, mengatakan bahwa studi tersebut sangat masuk akal. Hal ini di antaranya adalah karena virus masih menyebar pada tingkat yang begitu tinggi.

"Meski dua varian jarang dapat bergabung, tapi ini mungkin terjadi yang disebut sebagai peristiwa rekombinasi," ujar Clarke.

Rekombinasi, menurut Clarke, terjadi secara alami. Fenomena itu juga pernah terjadi pada flu, seperti juga Covid-19 ketika varian Kent dan California ditemukan menginfeksi satu orang di saat bersamaan.

"Hasil yang berpotensi muncul dari rekombinasi seperti ini ada banyak dan kemungkinan terciptanya varian yang lebih mematikan tidak bisa dikesampingkan," ujar Clarke.

Menurut Clarke, hal tersebut bukan sesuatu yang niscaya terjadi, tetapi mungkin terjadi. Sebagian besar perubahan akan menjadi pergeseran yang jauh lebih halus dalam kode genetik.

Infografis Uni Eropa Diprediksi Dikepung Varian Delta - (Republika)

Laporan SAGE memprediksi kemungkinan dampaknya lebih besar dan pada akhirnya lebih mematikan. Namun, laporan itu berdasarkan pada tingkat kematian dengan situasi ketiadaan vaksin.

Clarke menggarisbawahi perlu diketahui bahwa mengacu pada tingkat kematian akibat Covid-19, vaksin tetap membantu menurunkan risiko untuk berbagai jenis varian. Vaksinasi sejauh ini tercatat mencegah gejala berat ratusan ribu kasus di Inggris.

Meski demikian, selain tidak 100 persen efektif, kekebalan yang dihasilkan vaksin juga akan berkurang seiring waktu. Imunitas yang didapat dari vaksinasi mungkin akan menjadi kurang efektif karena virus berubah dari waktu ke waktu dan menjadi tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan tubuh.

Lebih lanjut, para ilmuwan SAGE membahas bagaimana virus dapat berevolusi dari waktu ke waktu dan pada akhirnya menghindari vaksin dan obat yang telah diciptakan. Mereka mencatat bahwa virus corona jenis baru mungkin akan terus bermutasi dan membuat seseorang bisa terinfeksi virus ini berkali-kali sepanjang hidup mereka, seperti halnya flu.

Para ahli mencatat bahwa Covid-19 akan menjadi endemik, yang pada akhirnya dihadapi oleh manusia seperti flu. Namun, ini mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Karena itu, vaksinasi secara berulang akan menjadi cara paling penting untuk menghindari risiko penyakit dengan gejala berat.

 
Berita Terpopuler