KLHK Minta Pemda Perhatikan Pengolahan Limbah Medis Covid-19

Pemerintah pusat mengaggarkan Rp 1,3 triliun untuk pengelolaan limbah medis Covid-19

ANTARA/M Ibnu Chazar
Petugas bersiap melakukan proses pembakaran limbah medis dengan menggunakan mesin incinerator, (ilustrasi).
Rep: Amri Amrullah Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi perhatian kepada pemerintah daerah soal pengelolaan limbah medis, khususnya terkait penanganan Covid-19. Pemerintah pusat telah mengaggarkan hingga Rp 1,3 triliun agar pengelolaan limbah medis terkait Covid-19 ini bisa ditangani secara baik.

Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan pemerintah pusat tengah menyiapkan semua instrumen untuk pengelolaan limbah medis infeksius agar dapat segera teratasi. Pemerintah akan memberikan dukungan fasilitas dan anggaran, baik yang berasal dari Satgas Covid-19, dana transfer ke daerah, maupun sumber pendanaan lainnya, serta usaha swasta.

Siti Nurbaya menjelaskan ada tiga langkah utama KLHK dalam penanganan limbah B3 medis. Pertama, KLHK memberikan dukungan relaksasi kebijakan terutama untuk fasyankes yang belum memiliki izin. Mereka diberikan dispensasi operasi dengan syarat insenerator suhu 800 derajat Celcius, dan diberikan supervisi.

“Jadi sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang juga sudah membuat lebih sederhana persetujuan (sebelumnya izin) dan diberikan utuh, bukan lagi satu persatu izin per tahapan seperti sebelumnya,” jelasnya, saat konferensi pers virtual rapat terbatas Kabinet yang dipimpin Presiden, Rabu (28/7).

Kedua, KLHK memberikan dukungan sarana, mengingat kapasitas untuk memusnahkan limbah medis masih sangat terbatas. Sarana pengelolaan limbah medis yang ada saat ini masih terpusat di Jawa, yakni lebih kurang 78 persen.

KLHK sejak 2019 telah membantu sebanyak 10 unit insenerator kapasitas 150 kg/jam dan 300 kg/jam seperti di Sulsel, Aceh, Sulbar, NTB, NTT, Aceh, Sumbar, Papua Barat, dan Kalsel. “Dalam kaitan ini, maka arahan Bapak Presiden hal ini agar dipercepat pembangunan sarananya seperti insinerator,” kata Menteri Siti.

Kepada warga yang sedang Isoman, Menteri Siti meminta Pemda menyiapkan drop box dan kantong plastik besar untuk pengumpulan limbah. Untuk sarana ini, Menteri Siti mengungkapkan agar daerah juga harusnya bisa memenuhi dari DAK dan sumber anggaran lainnya.

“Terhadap pengelolaan limbah medis ini, KLHK juga melakukan langkah ketiga yaitu kegiatan pengawasan, dimana saat ini masih dalam fase pengawasan untuk pembinaan belum ke penegakan hukum pidana, misalnya. Pesan utamanya tidak boleh membuang limbah medis ke TPA,“ tegasnya.

Pada Ratas Kabinet tersebut, Presiden juga meminta untuk ada sistem penanganan yang baik, tertata dan tertib serta data yang terintegrasi. Sistem yang ada di KLHK, baru berupa collect data yang disusun beberapa bulan terakhir ini, dan mulai ada data sejak Maret 2021.

“Data yang ada saat ini masih belum lengkap, dan harus diisi oleh Pemda. KLHK akan terus mengembangkan dan menyempurnakan sistem serta secara intensif berkoordinasi dengan Pemda,” ujar Menteri Siti.

Baca Juga

Manager Advokasi Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) Nasional, Fatmata Juliansyah menegaskabpemerintah harus mencari solusi cepat terkait limbah B3 infeksius Covid-19. Ia mengingatkan jangan sampai ada pengelolaan yang mencampur limbah B3 infrksius Covid-19 dengan sampah lain, seperti dari rumah tangga.

Karena ia melihat masa-masa warga yang isolasi mandiri seperti sekarang, rawan terjadinya pencampuran limbah tersebut. Dikala isolasi mandiri artinya terdapat limbah infeksius yang dihasilkan dari kegiatan tsb, seperti bekas tissue, masker, sarung tangan, dan hal serupa lainnya yang mengandung cairan (droplet).

"Limbah infeksius tergolong kedalam limbah B3 tidak boleh sampai ke TPA, dan apabila pengelolaannya tidak dilakukan sesuai prosedur maka akan berpotensi membahayakan komunitas masyarakat dan membahayakan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan," kata Fatmata.

Hal ini sesuai Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.2/MenLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020, yang menjelaskan prosedur pemilahan limbah infeksius yg berasal dari rumah tangga. Dimana pengelolaannya dengan mengemas sendiri limbah tersebut menggunakan wadah tertutup bertuliskan limbah infeksius.

Namun kenyataannya di lapangan, tetap ditemukan limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga di TPA bercampur dengan sampah rumah tangga lainnya. Hal ini perlu diperhatikan dengan serius oleh pemerintah dalam upaya pemberantasan Covid-19 ini.

Ia melihat masih banyaknya bertebarannya limbah infeksius di TPA akan mengancam keselamatan dan kesehatan para penduduk/masyarakat di sekitar lokasi pembuangan. Jika hal ini tetap terus terjadi, maka pemberantasan Covid-19 akan semakin sulit dan kasus postif Covid-19 dapat terus meningkat.

Karena itu, KAWALI menegaskan kepada pemerintah atau pemda, limbah medis Covid-19 ini harus betul-betul diperhatikan serius. "Ini sebagai sikap keseriusan pemerintah menangani dan memberantas pandemi Covid-19 untuk kesejahteraan setiap makhluk hidup," tegas Fatmata.

 
Berita Terpopuler