KH Saleh Darat, Guru Pesantren-Pesantren (II-Habis)

KH Saleh Darat dijuluki sebagai guru pesantren-pesantren.

Republika/ Wihdan
Ilustrasi Pesantren
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Suatu hari, KH Saleh Darat berjumpa dengan Mbah Hadi Girikusumo di Mekkah. Sosok ini merupakan pendiri Pesantren Girikusumo yang berlokasi di Demak, Jawa Tengah. Betapa bangganya Mbah Hadi melihat pencapaian yang telah diraih KH Saleh selama di Tanah Suci.

Baca Juga

KH Saleh pun diajaknya untuk pulang demi mengembangkan dakwah dan pendidikan agama di Tanah Air. Sayang sekali, yang diajaknya ini masih terikat kontrak mengajar di Masjid al-Haram sehingga hampir tidak mungkin diizinkan pergi oleh penguasa Haramain.

Mbah Hadi ternyata tidak menyerah. Dia kemudian menculik" KH Saleh untuk ke mudian disertainya keluar dari Arab dengan jalan sembunyi-sembunyi. Tokoh Girikusumo ini mengambil paksa seorang pengajar Masjid al-Haram. Dalam perjalanan, Mbah Hadi dan KH Saleh agaknya baik-baik saja.

Namun, sesampainya di kota transit, Singapura, keadaan mulai gawat. Mbah Hadi ketahuan membawa seseorang tanpa izin resmi. Untung saja, ada para murid Mbah Hadi yang berada di Singapura. Mereka lantas mengumpulkan sejumlah uang untuk menjadi tebusan bagi hak lewat Mbah Hadi dan KH Saleh. Akhirnya, keduanya dapat memasuki wilayah Nusantara dan tiba di Jawa dengan selamat pada 1870 (sumber lain menyebut: 1880).

Sejak saat itu, nama KH Saleh begitu masyhur sebagai mahaguru. Banyak para muridnya yang di kemudian hari menjadi ulama besar. Mereka antara lain KH Hasyim Asy'ari (pendiri Nahdlatul Ulama), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Idris (pendiri Pesantren Jamsaren Solo), KH Sya'ban (pakar ilmu falak asal Semarang), KH Munawir (penga suh Pesantren Krapyak Yogyakarta), KH Abdul Wahab Chasbullah (Pesantren Tambakberas Jombang), dan KH Raden Asnawi (Kudus).

Reputasi keilmuan KH Saleh Darat memang luas. Kiprahnya dalam mengembangkan begitu banyak pesantren telah membuatnya menjadi poros ulama di Jawa Tengah. Di luar aktivitas mengajar, dia menulis banyak kitab. Karya-karyanya mengulas beragam topik, terutama tasawuf, kalam, fiqih, dan ilmu falak. 

KH Saleh Darat dijuluki sebagai guru pesantren-pesantren. Pasalnya, dia suka menolong perkembangan pesantren-pesantren yang didirikan orang-orang.

Sosok Raden Ajeng Kartini juga sempat berguru dengannya. Kisah mahaguru dan murid perempuan ini menunjukkan satu contoh peleburan budaya lokal Jawa dan Islam. Pada mulanya, KH Saleh Darat mengajarkan tafsir Alquran di beberapa kota-kota pesisir utara Jawa, termasuk Demak. Bupati Demak saat itu merupakan paman RA Kartini.

Dalam suatu pengajian bulanan, putri kelahiran Jepara ini menjadi peserta. Dia turut bersama dengan para priyayi wanita yang duduk di belakang tirai, menyimak pemaparan dari sang kiai. Ternyata, penjelasan KH Saleh Darat tentang tafsir Surah al-Fatihah amat menarik hatinya.

Usai pengajian, Kartini lantas membujuk pamannya agar menemaninya untuk menemui KH Saleh Darat. Dengan kata-kata yang sopan tetapi tegas, Kartini meminta kepada sang kiai agar bersedia menerjemahkan al-Fatihah ke dalam bahasa Jawa. Kiai lain tidak berani berbuat seperti itu. Sebab, kata mereka, Alquran tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain, keluh Kartini kepada KH Saleh Darat.

Kepadanya, Kartini mengaku belum pernah mengerti arti dari surah al-Fatihah sebelum mengikuti kajian di Pendopo Demak ini. Betapa sayangnya, kata Kartini, bila membaca suatu kitab yang sedemikian indah tetapi dia sendiri tidak memahami sama sekali isinya.

Bagaimana mungkin beramal tanpa ilmu?

 

Tergugahlah hati KH Saleh Darat. Sang kiai lantas berupaya menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jawa dengan aksara Pegon. Dari kerja kerasnya, lahirnya kitab tafsir Alquran Faidhur Rahman.

Pada sampul buku ini, dia meng gunakan nama Abu Ibrahim untuk me ngenang anaknya (Ibrahim) yang telah wa fat. Sampai saat itu, kitab tersebut merupakan teks terjemahan pertama Alquran dalam ba hasa Jawa. Isinya meliputi surah al-Fatihah hingga surah Ibrahim. Penulisnya lebih dahulu wafat sebelum dapat menuntaskan kitab ini.

 

Sejak membaca karya KH Saleh Darat, pandangan Kartini mulai meninggalkan kecenderungan liberal, sebagaimana ajaran para mentornya dari Belanda. Ucapannya yang terkenal, Dari gelap terbitlah terang, merupakan pemahaman Kartini akan ayat ke-257 Surah al-Baqarah, yang artinya Orang-orang beriman dibimbing Allah dari kegelapan menuju cahaya. Kartini sangat tersentuh akan kalimat dari firman Allah ini.

Telah disebutkan bahwa KH Saleh Darat merupakan intelektual yang diakui luas kepakarannya dalam bidang ilmu fikih, tasawuf, kalam, falak, dan tafsir Alquran. Ada lebih dari 40 kitab yang telah ditulisnya. Namun, yang sampai dalam kondisi utuh hingga generasi setelahnya berjumlah 12 judul.

Mereka adalah Majmu'at Syari'at al- Kafiyat li al-Awam, Munjiyat Metik Sangking Ihya Ulumuddin al-Ghazali, dan Tarjamah al-Hikam (sepertiga dari keseluruhan karya Ibnu Athaillah). Selain itu, Lathaif al-Thaharah wa Asrorus Sholah, Manasik al-Haj, dan Pasolatan.

Kemudian, Sabilu 'Abid (terjemahan atas Jauhar al-Tauhid karya Ibrahim Laqqani), Minhaj al-Atqiya', Syarah Maulid al-Burdah, Hadits al-Mi'raj, Al-Mursyid al-Wajiz, dan kitab tafsir Alquran berbahasa Jawa Faidhur Rahman.

KH Saleh Darat berjasa besar dalam menyemarakkan penggunaan aksara Pegon. Sistem huruf ini merupakan identitas pembeda kaum Muslim di hadapan kolonialisme Belanda. Beberapa karya sang kiai diterbitkan di luar Indonesia, yakni Singapura dan Pattani (Thailand). Hasilnya pun sampai ke beberapa perpustakaan klasik di Arab dan Mesir.

 

 

Pakar kajian Islam, Martin van Bruinessen, menggolongkan nama KH Saleh Darat sebagai ulama terkemuka di Nusantara abad ke-19. Julukan sang kiai adalah juga Imam Ghazali Kecil. Hal ini lantaran dia berupaya merangkul syariat dan tasawuf ke dalam tradisi Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Upaya yang sama telah dirintis sang hujatul Islam, Imam Ghazali. Memang, KH Saleh Darat dalam hal ini tidak sekadar menjembatani jurang di antara keduanya. Dia pernah berpendapat bahwa seseorang harus memahami terlebih dahulu syariat, baru kemudian mendalami tarekat. Artinya, Alquran dan Sunnah mesti menjadi landasan yang paling utama.

KH Saleh Darat merupakan alim sufi. Namun, dia juga dikenang sebagai tokoh pejuang kemerdekaan. Kepada masyarakat, dia mengimbau agar tidak menjalin kerja sama dengan Belanda. Bahkan, dalam sebuah fatwanya ditegaskan bahwa seorang Muslim akan menjadi murtad bila sengaja berkomplot atau meniru perbuatan kaum kafir.

 

Penegasan ini termuat antara lain dalam kitabnya, Majmu'at Syari'at al-Kafiyat li al-Awam. Belakangan, karya KH Saleh Darat ini menginspirasi KH Hasyim Asy'ari saat menggelorakan jihad akbar melawan Sekutu dan Belanda yang hendak menjajah kembali Republik Indonesia pada 1945. 

 
Berita Terpopuler