Dokter: Orang Sakit Jiwa Ada Juga yang Menyadari Kondisinya

Kemampuan orang untuk menyadari dirinya sakit jiwa disebut tilikan.

Pixabay
Pengidap gangguan jiwa (Ilustrasi). Tak semua pengidap gangguan jiwa menyadari kondisinya.
Rep: Farah Noersativa Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kejiwaan dr Lahargo Kembaren SpKJ menyebut, orang-orang yang mengalami sakit jiwa, ada yang menyadari bahwa dirinya sakit. Sebaliknya, ada pula yang tidak.

"Kemampuan seseorang untuk menyadari bahwa dia sakit disebut insight atau tilikan," kata Lahargo kepada Republika.co.id, dikutip Sabtu (17/7).

Lahargo menuturkan, tilikan tersebut memiliki banyak derajat. Kategorinya dimulai derajat satu sampai dengan derajat lima.

Pada derajat satu, seseorang yang sakit benar-benar tak memiliki kemampuan untuk menilai bahwa ada yang salah tentang dirinya. Pengidap gangguan kejiwaan derajat dua kadang-kadang merasa ada salah tentang dirinya.

Baca Juga

"Tapi di waktu yang sama dia menyatakan 'saya baik-baik saja'," ujar Lahargo.

Derajat tiga, menurut Lahargo, seseorang yang sakit sekadar merasa ada gangguan dengan dirinya, namun menyalahkan sesuatu di luar dirinya yang menyebabkan munculnya gangguan kejiwaan. Lalu, derajat empat dialami oleh orang yang menyadari ada sesuatu gangguan dan mengetahui kenapa dia seperti itu, hanya saja dia tak mencari pertolongan atau terapi secara optimal.

Sementata derajat lima adalah derajat paling tinggi. Di mana seseorang menyadari bahwa dia memang mengalami suatu gangguan dan membutuhkan pertolongan kemudian mencari dan mengikuti terapi dan pertolongan yang diberikan kepadanya.

"Pada mereka yang masih akut, yang belum mendapatkan suatu edukasi yang baik, umumnya tilikannya memang masih rendah sekali sehingga dia tidak menyadari bahwa ada yang salah tentang dirinya," kata Lahargo.

Menurut Lahargo, dokter spesialis kejiwaan akan memberikan intervensi berupa psikoedukasi mengenai gangguan-gangguan kejiwaan kepada orang yang sakit. Pasien akan dipandu untuk menyadari bahwa apa yang dilakukannya tersebut menimbulkan masalah, konflik, dan mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari.

"Sehingga akhirnya yang bersangkutan menyadari, oh ternyata benar ada sesuatu yang tidak benar tentang diri saya, ini adalah suatu penyakit atau gangguan, dan saya harus mendapatkan pertolongan dan terapi untuk memulihkannya," jelas dia.

Lahargo menyebut, dokter tidak bisa menegakkan diagnosis tanpa memeriksa orang terlebih dahulu. Diagnosis tak dapat ditegakkan semata dari pernyataan seseorang di media sosial.

"Diagnosis baru dapat ditegakkan bila sudah dilakukan pemeriksaan psikiatri yang menyeluruh," jelas dia.

 
Berita Terpopuler