Luhut Sebut Varian Delta tak Terkendali, Pakar: Terlambat

Epidemiolog menyoroti pernyataan Luhut soal corona varian delta sulit dikendalikan.

Pixabay
Virus Covid-19 (ilustrasi)
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengakuan terbaru Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengenai kondisi Covid-19 di Indonesia mendapat sorotan dari para epidemiolog. Pernyataan Luhut soal Covid-19 tak terkendali dinilai terlambat.

Baca Juga

Epidemiolog dari Unair, Laura Navika Yamani, mengatakan keterlambatan itu bermula saat pemerintah tidak melakukan pembatasan mobilisasi dengan baik. Sebaliknya pemerintah dan Luhut, kata dia, lebih memilih untuk memperbanyak fasilitas kesehatan (faskes).

"Masalahnya, jika (faskes) ditambahkan, ini kan tetap butuh nakes. Pertanyaannya, siapa yang mau melakukan penanganan jika ada yang terpapar? Ya, ini memang bisa dikatakan terlambat," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (16/7).

Menilik ke belakang, kata dia, kebijakan melakukan pengetatan tidak langsung diambil pemerintah saat ada kenaikan kasus. Lambat laun, pemerintah dinilainya malah melakukan PPKM Darurat baru-baru ini dengan kondisi yang sudah gawat.

"Jadi, kalau sekarang diberlakukan (PPKM Darurat), harus betul-betul dilakukan. Saya melihat mobilitas masyarakat ini masih ada," ujarnya.

Laura menambahkan, pemerintah sejak awal terkendala dengan data yang kurang transparan. Meski saat ini penambahan kasus harian dinilainya sangat masif, hal itu memang karena adanya penambahan testing yang juga lebih banyak. "Yang harus dilakukan pemerintah, ya, memaksimalkan kebijakan yang ada saat ini," ujarnya.

 

 

Hal senada juga diutarakan oleh Epidemiolog dari UI, Pandu Riono. Menurut Pandu, Luhut, memang memiliki komunikasi yang cenderung tidak tepat. Menurutnya, tugas Luhut bukan untuk mengendalikan virus atau varian Delta, melainkan mengendalikan laju pandemi.

"Dan seharusnya Luhut tahu bagaimana dia seharusnya mengendalikan pandemi. Mulai dari menekan penularan," kata Pandu.

Dia melanjutkan, penambahan RS dilakukan pemerintah karena ada ketidakmampuan dalam menekan penularan. Dia juga mengatakan, ada beberapa faktor yang memang sangat telat ditangani Luhut.

"Ada tiga faktor yang sangat telat sekali. Pertama perilaku manusia yang abai prokes dan mobilitas masih tinggi, lalu kedua 3T yang kurang kuat, ketiga, karakteristik virus yang tidak bisa ditekan pemerintah," ujarnya.

"Jadi dia (Luhut) harus jujur, kepada masyarakat juga. Itu penyebab omongan dia berbeda dari hari sebelumnya," ucap Pandu.

Pandu mengingatkan, pandemi di Indonesia saat ini diibaratkan rumah dengan atap bocor. Tidak bisa hanya mengandalkan upaya minim dengan mengelap di dasar atau menampung air.

"Sebanyak apapun tampungannya, tidak akan mampu, harus betulkan atap itu, jadi harus dipaksakan. Secepatnya harus bergerak dari hulu," katanya.

Sebelumnya, pasca melakukan rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (12/7) lalu, Luhut mengatakan jika kondisi pandemi di Indonesia sudah sangat terkendali. "Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keadaannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya nanti saya tunjukin ke mukanya bahwa kita terkendali," ujar Luhut.

 

Namun demikian, di konferensi pers menyoal PPKM Darurat virtual Kamis (15/7) kemarin, Luhut merubah pernyataanya. Dalam kesempatan tersebut, Luhut menyatakan jika Covid-19 varian Delta tidak mudah dikendalikan, dan meminta banyak pihak untuk memahami situasi yang ada saat ini. "Varian Delta ini tidak mudah dikendalikan," katanya kemarin.

 
Berita Terpopuler